"Eeeem...Iya ya. Mungkin karena jimat yang diberikan Nenek kali ya. Mereka semua jadi takut sama aku nek."
"Bisa jadi. Karena jimat itu memang dibuat sebagai penangkal."
"Iya betul Nek. Mungkin karena jimat Nenek yang selalu aku bawa kemana-mana."
"Owh iya Nek. Ada lagi. Setelah dari taman bermain. Tetanggaku itu, mengajaku ke tempat ramai sekali Nek. Tempatnya bising, banyak orang, pria dan wanita campur jadi satu joged-joged Nek. Bahkan ada yang sampai lepas baju, hanya tersisa BH dan rok super pendek."
Nenek diam saja meskipun dia tahu bahwa tempat itu adalah diskotek.
"Syira ngapain disana? Nggak aneh-aneh kan?" tanya Nenek dengan serius.
Aku terdiam, sepertinya kesulitan untuk memulai cerita yang pas buat Nenek, apa yang sebenarnya aku lakukan di diskotek.
"Anu Nek. A...nu Nek. Eeeem...Anu Nek."
Melihat sang cucu gelagapan untuk menceritakan apa yang sebenarnya dilakukan, Nenek dengan tanggap memulai kembali pembicaraan.
"Syira boleh kok melakukan itu semua. Boleh kok selama Syira masih Atheis!" Memastikan agar aku bisa menceritakan semuanya pada Nenek.
Kemudian, dengan malu-malu aku menceritakan apa yang terjadi di diskotek.