Mohon tunggu...
A.L.A.Indonesia
A.L.A.Indonesia Mohon Tunggu... Dosen, Peneliti, Petualang, Penonton Sepakbola, Motivator, Pengusaha HERBAL -

"Jika KOMPASIANER tak punya nyali menuliskan kebenaran, ia tak ubahnya manusia tanpa ruh. Ia seperti mayat-mayat hidup. Catat! Jika kita berjuang mungkin kita tidak selalu menang, tapi jika kita tidak berjuang sudah pasti kita kalah. http://blasze.tk/G9TFIJ

Selanjutnya

Tutup

Politik

In Memoriam Kampung Pulo: Kapolda Metro Jaya Tolak Penggusuran Ala Ahok

2 September 2015   12:34 Diperbarui: 2 September 2015   12:49 4411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian Menolak Permintaan AHOK (Sumber metrotvnews.com)"][/caption]

Perlawanan penggusuran dengan cara-cara kekerasan khas ORBA yang dilakukan oleh AHOK di Kampung Pulo semakin meluas. Jika sebelumnya perlawanan hanya dilakukan oleh Ciliwung Merdeka yang dikoordinir oleh Romo Sandyawan Sumardi dan Jaya Suprana, kini semakin banyak kelompok masyarakat dan organisasi yang melakukan perlawanan terhadap AHOK seperti LBH Jakarta, LBH Cerdas Bangsa, Komnas HAM, Gerakan Lawan AHOK, Gerakan Pribumi Bergerak, sejarawan JJ Rizal hingga kelompok-kelompok mahasiswa pro demokrasi seperti HMI dan KAMMI.

Yang terbaru lahir Gerakan Rebut Kedaulatan Rakyat yang dipimpin langsung oleh mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso. Mereka sepakat menolak penggusuran ala AHOK dengan cara-cara kekerasan yang identik dengan ORBA.

Mendapat perlawanan yang semakin terstruktur, sistematis dan massif dari berbagai kelompok masyarakat dan organisasi justru membuat AHOK semakin senang. Seperti dikutip oleh Republika (24/8/2015), AHOK menyatakan semakin dilawan dirinya akan semakin loncat.

"Bagus dong, Ahok makin dilawan akan makin loncat dia," katanya kepada wartawan di Jakarta Republika (24/8/2015).

Untuk membuktikan ucapannya tersebut, AHOK pun meminta kepada Polda Metro Jaya untuk memimpin penggusuran berikutnya di Bukit Duri dan Bidaracina.

"Kami minta polisi yang pimpin relokasi. Saya sudah rapatkan dengan Polda Metro Jaya," kata AHOK di Balai Kota, seperti dikutip oleh Kompas.com (25/8/2015).

Sayangnya, permintaan AHOK ditolak keras oleh Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian. Menurut Tito, polisi tak punya wewenang memimpin relokasi apalagi dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

"Polda tidak memiliki kewenangan untuk pimpin relokasi. Polda tugasnya membantu program kebijakan pemerintah agar relokasi dapat berjalan dengan lancar. Nah langkah itu tidak harus dengan cara-cara kekerasan, represif. Tapi lebih ke proaktif. Seperti dialog dengan warga," kata Tito di Markas Polda Metro Jaya, seperti dikutip oleh Metrotvnews.com (26/8/2015).

Tito bahkan meminta AHOK untuk duduk bersama warga seperti yang sering dilakukan oleh Jokowi. Bukankah Jokowi telah memberikan teladan yang baik bagaimana memindahkan manusia secara manusiawi? Bahkan cara-cara humanis Jokowi dalam merelokasi warga telah digunakan oleh kepala daerah lain seperti Ridwan Kamil di Bandung dan Bu Risma di Surabaya. Menurut Tito, Polda siap mendukung pemprov melakukan relokasi warga dengan cara dialogis yang proaktif. Jangan sampai penggusuran dilakukan dengan cara-cara kekerasan seperti di Kampung Pulo.

"Tapi bentuk dukungan Polda bukan menggusur. Kita harapkan Pemprov mulai dengan langkah-langkah proaktif dialogis. Kita minta (pemprov dan warga) duduk bersama," lanjut Tito pada wartawan.

Tito juga menyesalkan kerusuhan yang terjadi di Kampung Pulo. Menurut penjelasan Tito, dalam kerusuhan di Kampung Pulo polisi baru dilibatkan setelah terjadi kerusuhan massal. Jadi polisi tidak dilibatkan sejak awal.

Karenanya, Tito berharap agar kasus kerusuhan di Kampung Pulo tidak terjadi lagi, Pemprov harus proaktif melakukan koordinasi dengan semua pihak.

"Kita berharap Polda Metro Jaya lebih dilibatkan kegiatan-kegiatan mulai dari tahap-tahap proaktif," kata Tito Karnavian.

Penolakan Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian untuk memimpin penggusuran seperti yang diminta oleh AHOK mendapat appresiasi yang luas termasuk dari Gerakan Lawan AHOK, Bursah Zarnubi.

Bursah menegaskan sudah semestinya Kapolda menolak permintaan Ahok karena penggusuran dengan cara-cara kekerasan khas ORBA merupakan kebijakan yang tidak manusiawi.

"Bagaimana mungkin polisi diminta memimpin dan mengamankan kebijakan yang tidak manusiawi," tegas Bursah Zarnubi menyindir AHOK.

Menurut Koordinator KONTRAS, Haris Azhar, polisi seharusnya bersikap netral karena tugas polisi adalah mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan malah menebar teror dan mengancam warga.

"Tugas polisi adalah melindungi warga dan menjaga ketertiban. Bukan malah meneror dan mengancam warga,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar.

Selain ditolak oleh Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian, cara-cara kekerasan yang dipertontonkan AHOK juga mendapatkan kritikan dari Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani. Menurut Puan, seharusnya AHOK bisa mencontoh Jokowi yang mampu merelokasi warga secara manusiawi. Ini sudah era reformasi, bukan era ORBA lagi.

"Kami berharap hal-hal yang berkaitan dengan rakyat dapat dilakukan lebih persuasif, kemudian musyawarah dan mufakat, tanpa mempertontonkan keseraman," ujar Puan kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (24/8/2015).

Penggusuran Kampung Pulo Adalah Klimaks Arogansi AHOK

Menurut Romo Sandyawan Sumardi, penggusuran warga Kampung Pulo dengan cara-cara kekerasan merupakan kilmaks arogansi AHOK yang lebih berpihak pada kelas sosial menengah ke atas dan rela mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

Romo Sandyawan Sumardi juga mengungkapkan bahwa perjuangannya bersama Ciliwung Merdeka untuk membela warga Kampung Pulo lebih berat dibandingkan saat ORBA. Menurut Romo Sandyawan Sumardi, saat ORBA yang mereka lawan hanyalah pemerintah, sedangkan saat ini, selain melawan pemerintah mereka juga harus melawan kelas social menengah ke atas yang mendukung AHOK.

Bahkan stigma-stigma negative yang dilancarkan secara sistematis oleh kelas menengah ke atas pendukung AHOK melalui media social lebih sadis dibandingkan penggusuran di era ORBA.

Romo Sandyawan Sumardi pun menceritakan bahwa sejak awal warga Kampung Pulo menolak dengan cara kekerasan karena mereka sadar tidak akan pernah menang melawan pemerintah jika menggunakan “otot”. Karenanya, Romo Sandyawan Sumardi meminta kepada 60 pakar dari berbagai disiplin ilmu untuk melakukan kajian secara historis, ekonomi, geologis dan sosial budaya di Kampung Pulo. Hingga lahirlah konsep Kampung Susun sebagai solusi penataan Kali Ciliwung.

Sayangnya, pemprov selalu menolak berdialog dengan warga. Padahal menurut Romo Sandyawan Sumardi, ketika masih menjadi anggota DPR dan hendak mencalonkan diri jadi gubernur melalui jalur independent, AHOK pernah datang ke Kampung Pulo tanpa ada permintaan dari warga. Begitu juga saat kampanye Pilgub 2012, Jokowi-AHOK juga datang ke Kampung Pulo untuk meminta dukungan. Saat itu Warga Kampung Pulo menyambut Jokowi-AHOK dengan suka cita dan diberi jamuan ala kadarnya, teh manis dan singkong rebus.

Bahkan dalam pertemuannya dengan masyarakat miskin di beberapa perkampungan kumuh, Jokowi-AHOK pernah menjanjikan akan memberikan sertifikat kepada warga yang telah tinggal minimal 20 tahun.

Saat kampanye Jokowi-AHOK berjanji tidak akan menggusur pemukiman kumuh bahkan akan mempermudah sertifikasi lahan untuk warga di perkampungan di Jakarta yang sudah menghuni lebih dari 20 tahun seperti dikutip oleh Gatra.com (20/9/2012).

Hingga akhirnya pada tanggal 24 Juli 2015, Romo Sandyawan mencegat Ahok di Balai Kota minta beraudiensi. Ciliwung Merdeka pun memaparkan konsep Kampung Susun yang mereka buat. Ahok pun setuju dengan gagasan tersebut dan berjanji akan menindaklanjutinya. Salah satu angin surga yang diberikan adalah tanah warga akan diukur untuk diganti sebesar 1,5 kali lipat dalam ‘Kampung Susun’ yang kelak dibangun di Kampung Pulo.

Sayangnya, janji politisi hanyalah janji kosong. Dasar lidah tak bertulang. Pada pertemuan tanggal 4 Agustus 2015, Ahok menganulir rencana Kampung Susun. Ia bersikukuh tetap akan merelokasi warga ke rumah susun yang dibangun pemprov. Lebih menyakitkan lagi, Ahok bahkan menuding warga Kampung Pulo sebagai warga liar yang menduduki tanah negara.

Sayangnya, meskipun telah menuding warga Kampung Pulo sebagai warga liar yang menduduki tanah negara, hingga detik ini AHOK tak mampu menunjukkan bukti bahwa Kampun Pulo adalah tanah negara. Klaim AHOK harus dibuktikan karena sesuai pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah diubah dengan pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Negara/Daerah, mewajibkan instansi pemerintah, bahwa barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan. Selama ini AHOK hanya menuduh, tapi faktanya AHOK juga tidak pernah menunjukkan sertifikat bahwa tanah Kampung Pulo merupakan tanah negara.

Bunyi Pasal 43 ayat 1:

"Barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan"

Jadi jelas khan, sesuai pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Negara/Daerah, tanah negara harus disertifikatkan. Pertanyaannya, mengapa AHOK tidak pernah menunjukkan sertifikat yang menunjukkan tanah Kampung Pulo adalah tanah negara?

Sebagai media darling, AHOK memang selalu diuntungkan oleh pemberitaan media mainstream yang selalu berpihak pada kebijakannya. Untungnya, Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian memiliki kecerdasan dan latar belakang DENSUS 88, sehingga mampu memilah-milah informasi serta berani menolak permintaan AHOK.

Penolakan Tito Karnavian untuk memimpin penggusuran warga Bukit Duri dan Bidaracina juga bisa dibaca bahwa polisi masih memiliki hati nurani. Tapi entah sampai kapan…?

Salam Perdamaian...!!!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun