Mohon tunggu...
al-mujaddid sahidin
al-mujaddid sahidin Mohon Tunggu... -

never ending to stop learning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengintip Sisi "Baik" Yahudi

8 Juli 2010   13:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:00 2046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk lebih paham, saya ambilkan contoh melalui sebuah pertanyaan. Gambaran seperti apa yang muncul di pikiran kita ketika mendengar kata Tuhan ? Mungkin diantara kita ada yang menjawab, Tuhan itu berbentuk orangtua dengan janggut panjang berwarna putih. Ada lagi mungkin yang menjawab, Tuhan itu melayang di udara, besar, putih laksana cahaya. Gambaran seperti itu "wajar" karena hasil dari asosiasi bebas pikiran kita ketika membayangkan mengenai "sosok" Tuhan. Maka dari itu, gambaran-gambaran seperti itu menurut bangsa Yahudi adalah sebuah konstruk Imajinasi. Konstruk Imajinasi yang akan membawa kepada kenyataan. Kenyataan yang akan membawa kepada kesimpulan bahwa Tuhan adalah benar-benar ada. Ada menurut individu masing-masing.

Dalam Kabbalah,[1] disebutkan bahwamenciptakan gambaran-gambaran Tuhan melalui huruf-huruf dan warna menggunakan pancaindera adalah hal yang normal, namun tetap terhindar dari larangan menyamakan Tuhan dengan bentuk khusus. Rabi Joseph Ashkenazi, seorang penganut Kabbalah menetapkan bahwa orang yang beriman akan menciptakan gambaran Tuhan-nya jika muncul huruf-huruf dan nama yang tampak di depan matanya dengan jelas. Berkali-kali ia akan merasakan suara, bau, dan gemuruh pada setiap kehadirannya. Kemudian dalam pikirannya ia akan melihat segala pemandangan, mencium segala bebauan, merasakan segala rasa, merasakan setiap sentuhan, dan semuanya bermekaran ketika huruf-huruf suci itu muncul tepat di depan matanya.

Penganut Kabbalahyang lain, Rabi Nahum menulis "ketika menyebutkan nama Tuhan, bayangkan huruf-huruf suci sebelum matamu memerah seperti lingkaran api". Yupz, agar lebih mudah lagi saya ambilkan contoh. Karena kita terbiasa hidup di dunia gelombang rendah (microwave) kita ingin segalanya tersaji dengan cepat. Oleh sebab itulah kebanyakan orang lebih memilih pergi ke bioskop daripada membaca buku. Karena menonton lebih mudah. Dengan menonton film, kita bisa melihat alur cerita dengan nyata dihadapan kita tanpa harus membuat tegang pikiran kita yang mungkin sudah penuh dengan "beban" untuk dapat menciptakan adegan-adegan imajinatif. Maka ada yang mengatakan-salah satunya Presiden Cekoslowakia, Jan Masrick-"Berpikir Itu Menyakitkan".

Walhasil, kita sedikit dapat menarik kesimpulan, bahwa pemikiran orang Yahudi dengan bangsa lain pada waktu itu sangatlah berbeda. Penganut berhala atau orang lain yang yakin tentang Tuhan yang diasosiasikan ke dalam bentuk nyata akan berpikiran, "mengapa harus repot-repot membayangkan bagaimana rupa, suara, atau bau Tuhan, jika saya bisa pergi keluar dan membeli patung Tuhan yang sudah tersedia." Orang yahudi pun sebenarnya tahu bahwa lebih mudah berdo'a kepada patung, namun mereka memilih jalan lain. Orang Yahudi berpikir mengapa Tuhan yang diasosiasikan ke dalam bentuk fisik dan terbuat dari segumpal tanah liat yang pada akhirnya akan hancur, tetap mereka sembah. Bukankah hal tersebut bertolak belakang dengan rasio. Tidaklah mungkin mewakili Tuhan yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi.

Kesimpulan logis seperti itu meyebabkan mereka menanyakan sifat-sifat alami Tuhan yang sebenarnya. Semakin mereka memikirkannya, membuat mereka sampai kepada kesimpulan bahwa gambaran Tuhan yang benar hanya merupakan hasil imajinasi kita saja. Ketika itulah mereka menyadari bahwa imajinasi adalah kekuatan. So, jika kita membayangkan Tuhan, meyakini dan merasakan apa yang dilihat dalam mata pikiran kita, maka kemampuan membayangkan tersebut akan membantu dalam memunculkan gagasan-gagasan unik yang belum pernah terpikirkan oleh orang lain, gagasan itu pun dapat menggantikan kenyataan atau imajinasi yang menjadi kenyataan. Bahkan menurut Rabi Judah Ha-Levi, imajinasi itu tidak hanya lebih kuat dari kenyataan, tetapi juga lebih kuat dan jelas daripada logika. Dengan kata lain, sesuatu yang tidak logis bisa menjadi logis dengan bantuan imajinasi kreatif..!!!!

Mari kita buktikan kesimpulan tersebut kedalam sebuah contoh. Pada Abad Pertengahan apakah orang -orang berani bermimpi untuk mencapai bulan??. Setelah bertahun-tahun memandangi bulan, membayangkan apa yang ada disana, barulah umat manusia mampu memformulasikan metode untuk memwujudkan mimpi tersebut. Hasilnya munculah Roket yang membawa manusia pergi ke bulan.

Contoh lainnya, dulu orang berfikir (mungkin pada zaman kuno) dan membayangkan bahwa secara ajaib dia dapat mengirimkan gambar dirinya sejauh ratusan mil..!! Bertahun-tahun kemudian ditemukanlah televisi, radio, faks, bahkan pada era komunikasi-digital sekarang ini, hal tersebut sudah tidak aneh lagi.

Contoh yang lebih tepatnya lagi, yaitu tentang ditemukannya teori relativitas oleh Albert Einstein. Dalam otobiografinya ia mengakui bahwa hanya dengan bantuan imajinasilah ia mencapai teori relativitasnya. Selain itu, ia menyebutkan bahwa visi adalah hal yang memungkinkan dia mengembangkan teori relativitas. Hal itu pertama kali dia alami saat berusia enam belas tahun ketika sedang berjalan di jalanan sambil melamun "akan apa jadinya, pikir Einstein, jika aku berlari berdampingan dengan cahaya pada kecepatan yang sama ?". Dia pun menyatakan bahwa kebanyakan orang lupa terhadap lamunan kecil ini ketika hal itu muncul di kepala mereka. Tetapi Einstein berbeda, dia merenungkan pertanyaan tersebut selama sepuluh tahun sampai akhirnya menemukan jawabannya.

Imajinasi Kreatif inilah sebenarnya yang dikembangkan oleh bangsa Yahudi sejak lama. Orang Yahudi mengembangkannya karena memang tidak punya pilihan lain. Mereka tahu bahwa hanya dengan imajinasilah yang dapat menyelamatkan mereka dari kenyataan mereka yang suram, disiksa, dianiaya sepanjang sejarah. Oleh karena itu, dengan hanya bantuan imajinasilah mereka terselamatkan dari kesengsaraan. Dengan bantuan imajinasi, mereka dapat menebus para penindas yang tak punya belas kasihan dan meyakinkan mereka untuk diperlakukan lebih baik. Hanya dengan bantuan imajinasi mereka mampu mengatasi kesulitan-kesulitan. Bahkan, jika semua perjuangan itu gagal memperbaiki keadaan fisik, setidaknya pikiran mereka dapat mengeluarkan mereka dari kenyataan dunia yang keras menuju dunia spiritual di luarnya.

Ada sebuah contoh yang sangat tepat untuk menjelaskan hal diatas. Viktor Frankl, seorang saksi sejarah pada saat kekejaman era rezim Nazi terjadi. Kehampaan secara fisik, harga diri, kelaparan dan kelemahan dalam kenyataan menghadapi oven dan kamar gas, ia kalahkan semuanya dengan hanya bantuan imajinasi. Pengalaman-pengalamannya kemudian ia tuliskan ke dalam sebuah buku yang "mengerikan" dengan tajuk "Man's Search for Meaning". Sebagian isinya tertulis sebagai berikut : "Seluruh bagian kakiku memar-memar parah karena sepatuku yang rusak. Hampir menangis karena rasa sakit. Aku berjalan dalam barisan panjang "mayat hidup" dari kamp menuju tempat kerja paksa kami. Embusan angin dingin menusuk dan menampar-nampar kami saat aku memikirkan masalah-masalah remeh agar hidup kami yang sengsara tak berakhir disini. Makanan apa yang akan kami dapatkan malam ini ? Apakah akan ada saus tambahan, yang bisa kutukar dengan sepotong roti tambahan ? Aku benci keadaan ini, yang memaksaku merenungkan hal-hal sepele seperti itu, hari demi hari, jam demi jam. Aku memaksa pikiranku mengembara ke tempat lain. Tiba-tiba aku melihat diriku sendiri sedang berdiri di depan podium dalam sebuah ruang kuliah yang indah dengan penerangan yang bagus dan hangat. Seorang pendengar yang penuh perhatian duduk di depanku, di kursi berjok elegan dan nyaman. Aku memberikan kuliah psikologi mengenai kamp-kamp konsentrasi. Semua kenyataan yang kini dengan begitu berat dibebankan padaku menjadi terasa jauh dan obyektif, seperti ilmu pengetahuan. Dengan cara begitu, entah bagaimana aku berhasil mengangkat kepedihan masa lalu. Masalah-masalahku dan diriku sendiri menjadi subyek proyek penelitian ilmiah psikologiku sendiri..!!!

Di luar dugaan ternyata imajinasi Frankl menjadi kenyataan !!!. Viktor Frankl adalah bapak Logoterapi dan salah seorang psikolog paling penting abad ke-21. Sejak dibebaskan dari Auschwitz, ia telah diundang untuk memberikan kuliah mengenai hari-harinya di sana ke lebih dari 138 universitas di seluruh dunia. Pemikiran-pemikiran Frankl yang imajinatif merupakan sumber kekuatannya untuk bertahan hidup. Hanya itu yang membuatnya tetap sadar dan memberinya harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun