Mohon tunggu...
aku willy
aku willy Mohon Tunggu... -

catatan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dilema Orang Rimba dan Taman Nasional

1 Oktober 2014   21:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:45 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memilih Ke Luar Bukit 12

Sepuluh Ketumenggungan Orang Rimba kini hidup di luar “rumahnya” Bukit 12. Ada yang terpaksa hidup di pinggir-pinggir desa, di sepanjang jalan lintas, dan areal perkebunan perusahaan. Ada yang mengemis di jalan raya, meminta sampai ke pusat kota. Bahkan sampai “memalak” kendaraaan yang lewat dengan berbagai alasan.

14121492001394647793
14121492001394647793

Orang Rimba yang dikenal dengan kearifannya seolah-olah memudar.Resistensi pun muncul. Mereka acapkali bentrok dengan masyarakat desa dan sering menjadi korban gara-gara berhadapan dengan masyarakat yang lebih dominan. Pelaku usaha yang tempatnya diduduki orang rimba menjadi serba salah karena mereka dianggap sesuatu yang punya ‘imunitas’ dan sangat sensitif.

Adalah Tumenggung Ngamal dan Ngirang. Kelompok ini sebelumnya hidup di daerah Kejasung Kecil, Bukit 12, Kabupaten Batanghari – secara geografis berada di wilayah utara perluasan TNBD pada 2000. Mereka sudah dua tahun pindah hingga kini menetap ke areal perkebunan HTI milik perusahaan di Kabupaten Batang Hari dan Tebo.

“Kami ke sini mencari buah semangkuk dan berburu trenggiling, Kami ke luar Bukit 12 karena wilayah itu sudah jadi hutan lindung taman nasional. Kami tak bisa mengeluarkan hasil hutan ataupun hasil kebun, padahal kebun-kebun karet kami sudah ada yang bisa dipotong (diproduksi),” kata Tumenggung Ngamal dan Tumenggung Ngirang.

Kemudian Tumenggung Lidah Pembangun. Kelompok ini masih satu kerabat dengan Kelompok Tumenggung Ngamal dan Tumenggung Ngirang. Mereka sudah tiga tahun meninggalkan Kejasung Kecil Bukit 12 lantas memilih tinggal di areal kerja perusahaan HTIyang juga menjadi areal pemanfaatan Desa Muaro Killis, Lubuk Mandrasah dan Desa Suo-Suo, Kabupaten Tebo.

Pola hidupnya sama. Mencari hasil hutan non kayu dan belum begitu terbuka dengan dunia luar. Selama tinggal disini sudah berkali-kali mereka berbenturan dengan masyarakat desa soal pemanfaatan lahan dan pengguna jalan.

Selanjutnya adalah Tumenggung Hasan, Buyung dan Bujang Kabut. Ketiga kelompok ini masih berkerabat dengan Kelompok Tumenggung Tupang yang pemanfaatan lahannya satu hamparan dengan Kelompok Tumenggung Lidah Pembangun.

Tiga tahun terakhir mereka hidup di wilayah hulu Sumai atau di areal HTI perusahaan dan sekitar Taman Nasional Bukit 30, Kabupaten Tebo.

Agustus lalu, Kelompok Bujang Kabut menjadi perhatian rekan-rekan media karena insiden bentrokan antara mereka dengan beberapa masyarakat desa di Kecamatan Tebo Ulu. Penyebab utamanya lagi-lagi pemanfaatan lahan dan sumberdaya.

Hubungan kekerabatan kelompok ini dengan Orang Rimba Bukit 12 terjalin dari perkawinan atau yang biasa mereka sebut dengan istilah ‘semendo-menyemendo’. Kelompok Tumenggung Hasan dan Kelompok Tumenggung Buyung adalah semendonya kelompok Orang Rimba Air Hitam Bukit 12, Kabupaten Sarolangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun