Berita terkait kenaikan pajak sebesar 12% sangat dikhawatirkan oleh masyarakat, nyatanya kenaikan pajak tersebut bisa berpengaruh kepada gaji, fasilitas dan tunjangan karyawan hingga pemutusan hubungan kerja. Dikutip dari republikaonline, DPR dan pemerintah telah menegaskan bahwa kenaikan pajak tersebut akan diberlakukan selektif. Selektif dalam hal komoditas barang dalam negeri atau impor barang mewah, dan kenaikan tidak berlaku pada kebutuhan pokok, layanan kesehatan, layanan pendidikan dan layanan pemerintah bagi masyarakat.
Kebijakan tersebut akan mempengaruhi daya beli masyarakat, sehingga perusahaan yang terkena pemberlakuan kenaikan pajak 12% ini, agaknya akan memberatkan perusahaan untuk membayar gaji para karyawan karena pembelian barang yang diproduksi nantinya akan menurun. Â
Disisilain, masih ingat dengan demo yang disampaikan oleh para mahasiswa Insitut Teknologi Bandung (ITB) pada 29 Januari 2024 silam? Demo yang diselenggarakan tersebut, merespon tentang penolakan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) yang akan bekerja sama dengan perusahaan pinjol (Fintech). Seolah-olah pihak kampus ingin memberikan pilihan untuk pelunasan uang kuliah, ironinya kerja sama itu bukan menjadi solusi tetapi membuat para mahasiswa serta keluarga terjerat keruwetan yang lebih kompleks lagi.
Dikutip dari tempo.com, kemenko bidang pembangunan kemanusiaan dan kebudayaan menyatakan mendukung atas pembayaran kuliah dengan menggunakan pinjol. Dukungan tersebut dipandang sebagai jalan untuk mendidik mahasiswa agar mempunyai fighting spirit dan rasa tanggung jawab.
Lalu apa hubungannya kenaikan pajak 12% dengan demo yang dilakukan oleh mahasiswa ITB? Terlihat jelas pembuatan aturan yang dilakukan oleh pemerintah serta koleganya seakan mengarah kepada penjerumusan secara masal dan masif. Lewat aturan itu, pemerintah seolah menekan masyarakat untuk lepas dari kemakmuran dan menggantungkan persoalan kebutuhan hidup lewat pinjol.
Iklan Pinjol Sebagai Gerbang Menuju KetergantunganÂ
Terlebih lagi, iklan-iklan pinjol yang berseliweran diberbagai platform media sosial (khusunya youtube), selalu menambahkan bumbu positif bagi calon penggunanya, seperti: "alhamdulillah berkat pinjaman dari perusahaan pinjol ini saya bisa mendapat modal usaha" atau "pinjaman online sangat membantu ketika saya butuh".
 Iklan-iklan yang sering kita lihat itu, nyatanya bukan hanya berbentuk online tapi sudah berevolusi offline. Banyaknya papan reklame atau billboard berukuran besar menambah keyakinan untuk menggunakan pinjol sebagai pemecah masalah kebutuhan hidup. Merujuk rri.co.id bahwa peminjam aktif berada di pula Jawa dengan presentase 73% dari 279 juta penduduk di Indonesia. Beredarnya iklan pinjol tersebut nyatanya membuat masyarakat Indonesia khususnya pulau Jawa memilih pinjol sebagai penyelesaian masalah, karena mudahnya akses untuk mendapat pinjaman uang tunai dengan hanya bermodalkan kartu tanda penduduk.
Bagaimana respon pemerintah untuk iklan pinjol yang kiranya akan membuat ketergantungan ini? Oh pastinya sangat positif dan membangun sekali. Pihak OJK menyadari akan iklan-iklan pinjaman online yang beredar di media, namun fokusnya bukan pada dampak penggunaan jasa tersebut malah mengarah ke penyampaian informasi yang tidak menyesatkan. Padahal bukan terkait masalah penyampaian pesan, tapi efek yang timbul ketika sudah terlilit hutang dari pesan yang disampaikan.
Dampak Kenaikan Pajak dan Pinjol Bagi Rakyat
Kebijakan dan tanggapan yang disampaikan serta dibuat oleh para pemangku kekuasaan akhirnya membuat kita terpaksa untuk memilih jalan cepat. Hal itu berlandaskan dengan berbagai komponen hidup yang harus dipikirkan oleh kita sebagai rakyat jelata, sedangkan peraturan yang dibuat hanya menguntungkan salah satu pihak saja tanpa memikirkan efek jangka panjang yang akan diterima oleh rakyat.
Kenaikan pajak dirasa mejadi solusi skala besar untuk memakmurkan rakyat, padahal kebijakan tersebut malah makin membuat kondisi rakyat yang nantinya makin menderita. Dengan pengurangan daya beli masyarakat terhadap produk-produk dari perusahan yang terkena pajak akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja secara berkala Karena tak mampunya perusahaan untuk menggaji karyawan. Untuk skala individual solusi yang diberikan adalah menggantungkan diri kepada pinjaman online, hal ini terbukti dengan cara pemerintah menanggapi dan memfokuskan regulasi.
Pinjol seolah menjadi solusi bagi tiap-tiap rakyat yang terkena masalah dalam perihal kebutuhan hidup, sedangkan perusahaan yang menjadi ladang untuk mendapatkan penghasilan ditekan sebegitunya. Lalu ketika nanti perusahaan memutus hubungan kerja karena dampak kenaikan pajak, rakyat yang sudah terlanjur meminjam membayar pakai apa? Dengan kupon potongan harga? Atau memakai kode referral yang didapat ketika mengajak nasabah baru? Selamat berdansa di lingkaran api tak berujung!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H