Mohon tunggu...
Bram Zee
Bram Zee Mohon Tunggu... -

Cuman isenk doang..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Band

18 September 2011   03:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:52 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Raka melangkahkan kakinya semakin cepat, dengan jarak yang jauh-jauh pula. Seharusnya dia tiba setengah jam yang lalu. Mungkin sekarang teman-temannya sudah mempersiapkan masin-masing delapan ribu kata makian karena dia tidak dapat memenuhi janjinya. Sambil terus mempercepat jalannya otaknya terus berputar-putar mencari alasan yang paling tepat agar kali ini dia bisa lolos dari ocehan teman-temannya yang bisa membuat telinganya membengkak. Padahal tanpa makian dari teman-temannya itu telinga Raka sudah terlihat sangat lebar dan tebal, bahkan teman-temannya sering kali meledeknya dengan sebutan caplang atau kuping gajah.


Hari ini adalah hari yang sangat penting bagi Raka dan ketiga temennya. Mereka berempat tergabung dalam sebuah Band bernama The Dun's. Raka sebagai bassis, Andre gitaris, Bimo drumer, dan Selly sebagai vokalis. Mereka merupakan salah satu band yang berhasil masuk final 'Rock Band' untuk daerah Bandung.


'Rock Band' adalah sebuah ajang kompetisi band terbesar di Indonesia, diadakan di lima kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Palembang, dan Bali. Dalam babak penyisihan The Dun’s beserta Sembilan grup band lainnya berhasil menyisihkan lebih dari seratus band yang berasal dari seluruh penjuru kota di Jawa Barat.


Raka mendekati sebuah bangunan tua. Di gerbangnya yang besar tergantung sebuah kain sepanjang 10 meter bertuliskan 'Final Rock Band Bandung' dengan tulisan yang sangat besar, tepat di atas sebuah gambar karikatur sebuah grup band rock yang kesemua anggotanya memiliki rambut mohawk dan memakai jacket kulit yang sangat ketat. Tepat dibawahnya terdapat sebuah tulisan berwarna merah darah berbunyi “ROCK TAK PERNAH MATI”.


Cukup lama Raka menatap kearah poster itu. Dalam benaknya dia membayangkan bahwa The Dun’s sedang berada dalam sebuah panggung yang sangat besar. Semua penonton tak henti-hentinya meneriakan nama The Dun’s sambil mengangkat tangan kanan yang terkepal seperti pada saat seorang tentara meneriakan kata ‘MERDEKA’. Kemudian para penonton berteriak semakin histeris ketika Raka membuka baju yang dia kenakan dan melemparkannya kearah penonton. Para penonton akan rela sikut-sikutan hanya untuk mendapatkan sehelai kain apek karena dibasahi oleh keringat Raka.


"Raka"


Raka sedikit tersentak mendengar teriakan itu. Teriakan yang segera membuyarkan lamunan Raka tentang mimpi-mimpinya.


“Raka”


Kali ini Raka sangat yakin kalau suara itu memang ditujukan padanya. Dia kemudian memutar-mutarkan pandangannya kekanan dan kekiri hingga akhirnya mata Raka tertuju pada sesosok gadis berperawakan kecil yang mengenakan kaos putih. Tangan gadis itu tak henti-hentinya melambai pada Raka. Raka membalas lambaian gadis itu.


Gadis itu duduk di belakang sebuah meja yang ditutupi dengan kain berenda berwarna merah. Di atas meja itu terdapat beberapa tumpuk kertas yang tersimpan rapi dalam sebuah map transparan. Gadis itu tak henti-hentinya memainkan sedotan yang ditancapkannya berkali-kali kedalam sebuah air mineral dalam kemasan gelas.


Raka berjalan mendekat kearah gadis itu. Kakinya tersandung dan hampir terjatuh ketika matanya tak henti-hentinya menatap sekelompok orang yang berpakaian sangat aneh. Memakai celana, kaos dan jubah serba hitam dan menggunakan pewarna bibir dan maskara yang hitam pula. Yang lebih aneh lagi rambut mereka yang panjang dikepang empat, dua kearah depan dan dua kearah belakang.


"Hi Na?"


Raka menyapa gadis yang tadi memanggilnya. Gadis itu adalah Diana, teman sekelas Raka. Diana adalah salah satu dari panitia acara Final Rock Band tersebut.


“Dimana yang lain?”


"Bimo dan Andre ada dirumah gua"


"Shelly?"


"Gua belum liat"


"Udah lu telpon?"

“Ga ada yang ngangkat”


Diana kemudian mengajak Raka kerumahnya untuk menemui Bimo dan Andre. Rumah Diana memang hanya berjarak sekitar 100 meter dari tempat itu.


***


"Sory gua telat”


Andre dan Bimo menoleh kearah datangnya suara. Andre sedikit bergeser dari tempat duduknya memberikan sedikit ruang sehingga Raka bisa duduk disampingnya.


“Belum ada kabar?”


“Shelly?” Bimo memastikan pertanyaan Raka. Raka mengangukan kepala.


"Belum"


“Mungkin dia telat” kata Diana.


“Ngga mungkin, Shelly ngga pernah telat, dia pasti ngasih kabar kalau dia datang telat” Andre sangat yakin dengan apa yang barusaja diucapkannya. Shelly memang orang yang paling disiplin dibandingkan ketiga temannya yang lain.


"Na, lu bisa ngga ngusahain supaya giliran kita dituker"


Acara akan dilangsungkan sekitar tiga puluh menit lagi, sementara Shelly belum diketahui keberadaannya. Padahal The Dun’s mendapatkan giliran pertama untuk tampil. Raka menyuruh Diana untuk mengusahakan agar giliran tampil The Dun’s bisa dirubah, agar mereka punya waktu untuk mencari tahu keberadaan vokalis mereka.


***

"Gimana Na?" Bimo segera bertanya pada Diana ketika melihat sosok Diana yang baru saja masuk.


"Kalian dapat giliran no tujuh, kalian beruntung karena band no tujuh mengundurkan diri sehingga kalian bisa mengisi urutan tersebut"


"Percuma" kata andre yang tiba-tiba datang dengan tampang sangat muram. Andre tadi pergi untuk mencoba menghubungi Shelly.


"Kenapa Dre?" Diana penasaran.


"Gua tadi telpon Shelly, tapi nggak diangkat, telpon rumahnya juga sibuk. Terus tadi gua coba telpon Gita sepupunya Shelly, dan nyambung. Ternyata opa-nya meninggal, jadi dia ngga bisa datang"

Seketika mereka semua terdiam. Wajah mereka berubah muram, terlebih lagi Raka. Bukan saja karena dia kehilangan seorang vokalis, tapi karena dia juga kehilangan opa-nya shelly. Dia sangat baik kepada Raka. Dan dia selalu menjadi teman ngobrol yang menyenangkan ketika dia terpaksa harus menunggu shelly yang sangat lama berdandan.


***


"Kita nyerah aja" Andre membelah keheningan dengan kata-kata yang membuat ketiga temannya terhentak.


"Mengundurkan diri?" Diana meyakinkan. Andre mengangguk pelan.


"Ga bisa dre. Kita udah susah payah masuk final" Bimo terlihat sedikit kesal.


"Bener Dre" Raka mengiyakan Bimo.


“Tapi ga mungkin kita nge band tanpa vokalis"


Perkataan Andre membuat ketiga temannya terdiam. Mereka memang tak mungkin bisa nge-Band tanpa vokalis. Sehebat apapun musik mereka, tak mungkin berhasil karena jiwa dari sebuah lagu itu adanya di vocal.


"Bagaimana kalau cari pengganti?" kata Bimo tiba-tiba.


"Siapa? Nyari dimana?"


Seketika wajah Bimo dan Andre berputar kearah Diana. Diana selalu ikut mereka latihan, sehingga Diana pasti tahu dan hapal lagu yang akan mereka bawakan.


"Kalian gila apa. Kalian mau penonton langsung pada bubar pas gua mulai nyanyi" Setelah itu Diana mengungkapkan ribuan alasan lain yang intinya dia tidak mau menjadi pengganti Shelly.


"Ayo dong Na. Lagian tinggal nyanyi doang apa susahnya sih" bujuk Bimo.


"Pokoknya gua ga mau, titik" Diana memalingkan wajahnya. Dia sekarang seperti seorang artis pemula yang sok jual mahal.


"Jangan dia" Raka tiba-tiba angkat bicara "percaya ama gua. Lo bakal nyesel kalo Diana lo suruh gantiin Shelly"


Raka memang satu-satunya diantara mereka yang pernah mendengarkan Diana menyanyi. Raka dan Diana pernah sekelas ketika SMP. Diana selalu menghindari untuk menyanyi di depan umum karena dia sadar bahwa suaranya sangat tidak enak untuk diperdengarkan. Waktu itu dia terpaksa bernyanyi karena diharuskan untuk ujian pelajaran kesenian. Pada saat dia mulai menyanyi teman sekelasnya serentak tertawa terbahak-bahak karna mendengar nyanyian Diana yang amat sangat tidak karuan.


"Mungkin kita memang harus nyerah" dari nada suaranya Andre terdengar sudah putus asa.


"Ga, kita ga boleh nyerah, kita harus tetap tampil"


"Terus siapa yang gantiin shelly? Kita ga mungkin nyari vokalis hanya dalam waktu sejam"


"Kita ga usah nyari"


"Maksud lu?"


"Bimo bisa nyanyi, lo juga Dre dan suara gua juga ngga jelek-jelek amat"


"Tapi kita ga bakalan sanggup bawain lagu itu. Vokalnya terlalu tinggi dan hanya cocok di bawain cewek."


"Kita ganti lagu"


"Ngga mungkin tanpa latihan"


"Kita bawain lagu lu, lagu itu sering kita bawain pas kita latihan" ujar Bimo.


"Ngga bisa. Gua ga bisa lanjut kalo harus ganti lagu. Kita ngga siap. Kita nyerah"


"Ngga Dre. Lu yang nyerah. Gua dan Bimo akan tetap tampil biarpun tanpa Shelly dan lu"


***


"Yang lainnya mana?" Panitia melihat wajah Raka dan Bimo bergantian. Setelah ini the Dun’s akan tampil, di belakang panggung hanya ada Raka dan Bimo"


"Kita cuma berdua bang"


"Lu yakin?"

"Ngga masalah kan bang?"


"Ya udah. Lu pada siap-siap deh"


"Selanjutnya kita panggilkan peserta no tujuh... The Dun’s" Teriakan MC diikuti tepuk tangan penonton itu membuat Raka dan Bimo sempat ragu. Mereka teregun sebentar kemudian menghela nafas panjang. Setelah merasa siap merekapun naik keatas panggung. Seketika tepuk tangan penonton jadi semakin meriah. The Dun’s memang sudah cukup dikenal di Bandung karena mereka sering mengikuti festival ataupun parade musik di kota kembang tersebut


“Selamat malam semua. Sebelumnya kami minta maaf karena kali ini kita cuma berdua. Teman kami tidak bisa hadir karena berhalangan. Untuk lagu pertama kami akan membawakan Love of My Life dari Queen”

Kemudian Raka dan Bimo mulai memainkan jari-jarinya. Memetik satu persatu senar gitar mereka sehingga terbentuklah sebuah simponi indah yang mampu membius semua penonton yang hadir. Teriakan dan tepuk tangan penonton semakin membahana ketika Bimo mulai bernyanyi. Bimo memang memiliki type suara yang unik, sedikit serak tapi sangat lembut.


Tepukan tangan yang paling meriah terdengar setelah Raka dan Bimo menelesaikan lagu tersebut. Rupanya penonton cukup terhipnotis dengan penampilan mereka berdua. Bimo dengan karakter suara yang khas, ditambah lagi dengan backing vocal dari Raka yang sangat pas sehingga semakin menguatkan lagu tersebut.


“Sebuah lagu. Yang diciptakan oleh temanku… Andre. Dia adalah gitaris kami. ‘Karena Kita Mau’”

Raka mulai memainkan intro lagu tersebut. Sebuah petikan gitar yang cukup cepat. Dia mulai membayangkan seandainya sekarang Andre ada dipanggung ini bersamanya. Seharusnya setelah petikan gitarnya, Andre akan mengisinya dengan sebuah melodi khas Andre. Melengking dan menyayat-nyayat, begitulah raka menyebutnya.


Tiba-tiba suara penonton berubah menjadi sangat riuh. Raka sangat kaget dan segera membalikan badannya ketika dia mendengar alunan melodi yang jelas-jelas bukan Bimo yang melakukannya. Itu

Benar saja Bimo sekarang berada ditempat seharusnya dia berada, dia kini berada dibalik drum. Dia mengacungkan stik dikedua tangannya sambil tersenyum kearah Raka. Sementara gitar yang tadi Bimo pakai kini sudah berpindah tangan ke Andre. Rupanya Andre sangat terkesan dengan keberanian kedua temannya Raka dan Bimo, sehingga kini dia bergabung untuk menyelesaikan tugas mereka.


Raka yang sangat senang dengan kehadiran Andre kemudian segera meletakan gitar yang dia mainkan dan menggantinya dengan gitar Bass. Tadinya dia dan Bimo akan membawakan lagu ini dengan dua buah gitar, satu ritm dan satu melodi. Tapi karena Andre sudah bergabung, mereka akan membawakan versi The Dun’s.


***


“Sorry, gw ngga bisa datang”


“Ngga apa-apa Shell, gua ngerti kok”


“Tapi… gara-gara gua, kita ngga menang”


“Ngga penting Shell. Yang penting kita masih tetap tampil” kata Raka.


“The Dun’s ngga nyerah. Dan masih bisa menghibur penonton” sambung Andre.


“Guys lihat nih”


Raka, Bimo, Andre dan Shelly serentak menoleh kearah Diana yang setengah berlari menuju kearah mereka. Tangan kanannya diacung-acungkan dan digoyang-goyangkan keudara. Sepertinya ada sebuah berita penting yang hendak diberitahukan pada mereka berempat. Mungkin ada di kertas yang kini sedang dia genggam.


“Ada apa Na?” Tanya Shelly penasaran.


“Ni… Baca sendiri!” Diana meyodorkan kertas itu kearah Shelly.


“Sini gua aja!” Bimo merebut kertas itu sebelum Shelly mengambilnya dari tangan Diana.


“Selamat kalian terpilih menjadi salah satu dari dua band terfavorit. Kalian berhak untuk…” Bimo terdiam sejenak “rekaman bersama sebelas band lainnya


“Yang bener Bim” Raka kemudian merebut kertas itu dari tangan Bimo dan membawanya cukup jauh karena Shelly dan Andre juga kini mulai penesaran dengan kertas itu. Dibacakannya keras-keras isi kertas itu berkali-kali oleh Raka. Andre dan Shelly kini mengejar-ngejar Raka yang tak mau menyerahkan kertas itu pada mereka. Berkali-kali Raka berpura-pura akan menyerahkan kertas itu, tapi kemudian segera mengopernya ke tangan satunya saat kertas itu hamper terambil.

=THE END=

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun