Agus bertanya lebih dulu, "Dek, kok nangis sendirian di sini. Kamu anak mana?"
Dimas masih tetap menangis.
"Gus, minggir. Biar aku saja yang bertanya." Sin mendorong Agus ke belakang punggungnya. "Dek nama kamu siapa? Alamat rumah adek di mana, biar kakak anterin pulang."
"Dimas." Kemudian, menggelengkan kepalanya. Ia tak tahu harus ke mana. Dimas tersesat.
Salim berbisik ke telinga Sin, "Bawa ke rumah kamu aja dulu, Sin."
Sin akhirnya membawa Dimas ke rumahnya. Beruntung Ibu dan Bapaknya masih bekerja. Ibunya bekerja menjadi buruh cuci, dan ayahnya bekerja di bengkel.
Sin memperhatikan latto-latto milik Dimas. Sama persis dengan mainannya yang hilang.Â
"Dek, mainan tek-tek ini punyamu?"Â
"Buang Kak, buang latto-latto itu. Dimas takut," Dimas sembunyi di kolong meja.Â
Sin menunduk ke bawah meja untuk melihat keadaan Dimas, sambil menyembunyikan mainannya.
"Ini mainan tek-tek, Dek. Bukan latto-latto. Kenapa takut dengan mainan ini? Lihat kakak, Dek. Kakak akan ajarin cara bermainnya."