Pras hari ini membuat kejutan untukku. Ia mengajakku berlibur untuk bulan madu kami. Aku penasaran dengan tempat yang akan kami tuju.Â
"Pras, kita akan ke mana?"
Yang terdengar suara mesin menggebu, dan suara alunan musik. Dalam perjalanan menuju kesana aku terus memandanginya.
"Kamu pasti senang dengan tempatnya, Kiara."
Pras tiba-tiba balik menatapku, mendengar jawabannya membuat hatiku berbunga-bunga. Mungkin, sekarang wajahku mirip kepiting rebus.
Seminggu setelah malam resepsi. Pras dihadapkan dengan kesibukan pekerjaannya sebagai seorang Pengacara. Tentu saja harus menyiapkan banyak berkas jika ingin sekedar cuti. Agar tidak mengecewakan klien-nya.
Malam pertama yang seharusnya ada untuk pengantin baru. Pupus sudah.
Aku mempertanyakan soal hati. "Apa Pras mencintaiku atau terpaksa menikahiku?" Dipaksa menikah oleh orangtuanya karena perjodohan.Â
Kedua orang tua kami bersahabat. Aku mengenal Pras sekadar teman dari kecil.
Mobil kami sudah memasuki area pintu masuk Kota Pekalongan di jalan tol.Â
"Sebentar lagi kita sampai." Ia memberi tahu.
Risau dalam pikiran semua buyar.Â
Setelah menempuh perjalanan selama 25 menit dari gerbang Tol Bojong, kami sampai di tempat tujuan.Â
"La Ranch Glamping," aku tak percaya saat mengeja tulisan yang ada di sebuah papan pintu kayu.
"Kita akan bersenang-senang di sini, Ra."
Pras memilih tempat penginapan ala indian, di Desa Limbangan, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Aku melihat ke sekeliling, suasana di sini masih cukup asri dengan dikelilingi rimbunnya pepohonan sehingga nuansa alam begitu terasa.Â
Kami menyewa tempat penginapan yang lebih besar, berbentuk kerucut tipe Cowboy sama seperti tenda. Bedanya ada fasilitas pendingin ruangan, tempat tidur, selimut, perlengkapan mandi, dan air mineral.Â
"Sebenarnya, kita tengah berlibur atau berbulan madu?"
"Dua-duanya, Ra."
Aku lebih menghempaskan tubuh ke kasur. Pras melakukan hal yang sama dalam satu ranjang. Mencium bau keringat yang memabukkan.Â
"Mandi dulu, Pras!" Menimpuk tepat di jantungnya. Terasa sekali debaran degup jantung.
"Mandi bersama?
Aku menggigit bibir. Berpaling memunggunginya. Dengan kedua tangannya, ia berhasil membalikkan posisi ini, kami saling memandang beberapa waktu.Â
"Kita sudah suami istri, Ra. Kamu masih saja malu-malu."
"Aku belum terbiasa melakukannya, Pras."
Hatiku bergemuruh. Pras, mencintaiku.
Ia melepas pelukannya. Memilih mandi terlebih dahulu.
"Pras, aku ingin keluar sebentar."
Pras berbalik, "Tidak, Ra. Kita pergi sama-sama." Perintahnya begitu tegas.
Aku mematung seperti anak kecil yang tengah dinasehati oleh ayahnya.
Menurut.
"Oke."
Menunggu beberapa saat. Pras sudah kembali. Kamar mandi pria dan wanita terpisah-- terpisah dari tempat penginapan. "Yang benar saja mandi bersama di tempat umum," desisku.
Pras lucu sekali.
Gantian sekarang aku yang mandi. Pras mengantar sampai di taman. Ia takut aku tersesat di tempat yang baru ku jejali.Â
...
"Ra, mau berkuda?"
Aku ingin menolak, namun Pras sudah lebih dulu menarik lengan. Aku duduk dalam pangkuannya. Pacuan kuda, siap menerjang kebebasan.
Aku lebih memilih memejamkan mata.Â
Pras sangat lihai memacu kuda, rambutku terurai basah. Segera kusampingkan agar tidak menghalangi pandangannya.
Nafasnya sungguh menggelitik. Tapi, aku mulai terbiasa dengan ini.Â
Dua putaran. Kuda berhenti. Aku membuka mata kembali.
"Berapa berat badanmu, Ra?" Uh, keluh Pras saat menurunkan aku dari punggung kuda.
"Aku kurus Pras. Terakhir di angka 47 kilo."
"3 kilo lagi 50, Ra. Istriku ternyata gendut," ejeknya.
Membuatku merajuk, memukul dada bidangnya berulang kali.
"Kenapa kalau aku gendut? Hem ... , apa kalau aku gendut kamu tidak suka sama aku, Pras?" Aku mendelik.
Aku mendengar tawanya semakin keras.
"Pras!! Ih," kini pukulanku semakin keras. Dan, Pras berlari menghindar.Â
Tapi, aku bisa menangkapnya. Pras sengaja berhenti.
Aku mencubit pinggangnya.
"Aku tanya sekali lagi, Pras. Kamu nggak suka punya istri gendut."
"Apapun keadaannya. Kau tetap istriku, Ra."
"Jadi, intinya, kau tak suka wanita gendut 'kan."
Buktinya, Pras tidak pernah mengatakan cinta padaku.
Ia mendekat. Meninggalkan kecupan kening sebagai jawaban.Â
***
Pemalang, 6 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H