Segera dia posting, dengan harga satuannya 15 ribu. Ammar akan menjual tiga ember sekaligus. Darsi belum tahu soal idenya ini.Â
Jam 5 sore, Darsi merajuk lagi. Perutnya sudah sangat lapar. Beruntung anaknya sudah makan, stok bubur bayi sasetan masih tersedia di lemari.Â
Akhirnya, ember bekas cat itu ada yang memesan semuanya. Ammar sangat bersyukur karena nanti malam akan diantarkannya ke pembeli langsung. Itu artinya akan dapat uang.Â
Dengan motor bututnya malam-malam. Tanpa pencahayaan, karena lampu motornya padam. Ammar sudah membeli lampu, berniat mengganti ternyata kerusakan ada pada aki-nya. Motornya pun jarang diservis, kadang rantainya sering copot di tengah jalan. Dalam hati Ammar kalau ada rezeki lebih, lebih baik ganti motor daripada memperbaiki motor bututnya, yang tentu biaya kerusakannya tidaklah sedikit.
Sesampainya di lokasi, banyak anak muda tongkrongan di halaman rumah. Sebuah Palang pintu perumahan yang masih terbuka, security sibuk menonton televisi. Ammar baru menyadari ini malam Minggu. Banyak orang menatapnya dengan tatapan merendahkan. Meskipun Ammar dalam hatinya sempat malu, malam Minggu membawa ember bekas cat dengan mengendarai motor butut.
Demi istri dan anaknya, rasa malu itu ia buang jauh-jauh. Yang penting istri di rumah tidak kelaparan.
"Gan, saya sudah di depan rumah." Kata Ammar lewat telepon.
Laki-laki paruh baya keluar membuka gerbang kediamannya, mendatangi Ammar. Pembeli mengecek ember bekas cat itu. Lalu, menyodorkan uang. Empat puluh lima ribu, sudah berada di kantongnya.Â
Karena senang Ammar bernyanyi sepanjang jalan, pulang membawa hasil kerja kerasnya.
"Ini, Mah. Sana beli lauk." Ammar menyodorkan uang.
"Nasinya habis, Pah. Beli nasi bungkus saja ya, sama gorengan," jawab Darsi. Lalu, melihat jumlah uang yang ada di tangannya.Â