"Sabar, Mah. Kepastiannya nanti malam. Tapi, tenang. Ada yang janji dari Minggu kemarin mau DP, cek rumah kontrakan Bu Muji. Doakan saja semoga cair."
Pukul 14.00 siang, Ammar menantikan kedatangan pelanggannya di lokasi. Lima belas menunggu menunggu, akhirnya mereka bertemu.
Yang datang tiga orang, pasangan pasutri bersama orang tuanya. Mereka melihat-lihat seisi ruangan. Dari kamar mandi, toilet, dapur. Ruangan kamar, ruang tengah, dan ruang tamu.Â
"Dindingnya perlu di cat lagi ya, Pak." Komentar sang ibu kepada Ammar. Melihat kondisi dinding yang berlumut karena terlalu lama tidak di tempati.
Ammar tersenyum menanggapinya. Dan berkata, "Maklum, Bu. Lama kosong, yang penting gentengnya nggak bocor. Harga rumah kontrakan di pinggir jalan yang murah kayak gini jarang loh, Bu. Coba ibu cek di lain tempat. Pasti bisa sampai lima juta ke atas. Ini empat juta murah sekali."
Ammar kira yang datang hanya satu orang yang ingin membayar. Ternyata harus rembukan lagi dengan keluarganya.Â
"Ya, Om. Insya Allah jadi. Tempatnya cocok buat dagang ini. Istri saya setuju. Ya 'kan, Bu."
Sang istri mengangguk. Orang tuanya berkata, "Besok ke sini lagi saja."
Mereka pamit. Ammar gigit jari. Masih saja belum memperoleh hasil. Sampai sore, Darsi istrinya bergeming. Ammar berpikir lama, bagaimana supaya hari ini bisa mendapatkan uang.Â
Ia ke kamar mandi lalu melihat sebuah ember bekas cat yang ditumbuk. Ammar tersenyum melihat ember itu. Segera Ammar menggosok ember dari luar, dan dalamnya sampai bersih mengkilap.Â
Dengan antusias memotret ember tersebut di ruangan tengah. Ammar duduk di lantai keramik, menekan kamera ponsel. Ia sampai menungging, demi hasil potretannya yang menarik. Benar saja, ember bekas cat tersebut seperti ember baru lagi.Â