Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Love Story of Dreaming Part 4

21 Juni 2022   19:41 Diperbarui: 21 Juni 2022   20:00 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Suara ban mobil di atas aspal segera diikuti teriakan orang dari berbagai penjuru. Namun bukan itu yang membuat tubuh sang Ibu bergetar. Seruan sopir minibus yang menginjak rem secara mendadak, "Kalau mau mati jangan di jalan!" 

Mak Yah tertegun sejenak sebelum kemudian berlari ke seberang jalan. Ia merasa sudah sangat hati-hati. Mobil itu bahkan belum terlihat. Tiba-tiba saja muncul setelah kakinya melangkah menengah aspal.

"Hati-hati, Bu. Makin malam, kendaraan semakin kencang. Apalagi ini kan tikungan," ujar seorang pemuda yang tadi menjemput ke tengah jalan. "Mobil dari kiri tidak terlihat," sambungnya.

Sebelum kamu lahir, saya sudah ribuan kali menyeberangi jalan ini, omel Mak Yah dalam hati. Mendadak ia merasa tidak mengenali kotanya lagi. 

"Jualan di sini saja. Ibu," ujar pemuda itu. 

Mak Yah mendengus. Sudah lama ia ingin jualan di halte itu. Menjelang malam, banyak calon penumpang yang menunggu bus dari Semarang tujuan Jakarta. Tetapi tempatnya sudah dikuasai Sariatun. Dari selentingan, Mak Yah tahu siapa yang mengusir Pak Karjo dari situ dan memberikan tempat pada Sariatun, janda anak satu dari Desa Sumenep. 

"Yu Sari sudah tidak jualan lagi di situ ..."

"Kamu siapa?" sambar Mak Yah karena merasa anak itu lebih banyak tahu dan membuatnya semakin kesal. Lagi pula Mak Yah tidak ingin berurusan dengan Jabrik, preman yang sedang dekat Sariatun. Masih terbayang bentakan Jabrik dengan mata melotot dan mulut bau alkohol ketika kemarin ia lewat depan halte. 

"Sudah, percaya saja sama aku, Bu!"

Mak Yah memang akhirnya duduk di halte darurat itu. Bukan mengikuti omongan anak muda yang sudah pergi entah ke mana, melainkan untuk menenangkan diri. Namun ketika Sariatun benar-benar tidak datang dengan gerobak dagangannya, Mak Yah pun enggan beranjak. Terlebih kemudian beberapa orang yang sedang menunggu bus satu persatu membeli dagangannya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun