Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Love Story Of Dreaming Part 2 Profesi Sang Ibu

19 Juni 2022   23:03 Diperbarui: 19 Juni 2022   23:13 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cover Novel Love Story Of Dreaming

Part 2. Profesi Sang Ibu

....

SMP Bina Bakti sebuah sekolah yayasan swasta non muslim. Kebanyakan muridnya beragama Islam termasuk gadis yang suka mengikat rambutnya dengan karet gelang itu -- memilih duduk sebangku bersama kawan dari kelas satu. Suyati dengan Suketi tak pernah terpisahkan-- ikatan persahabatan mereka begitu lekat.

Suyati termasuk gadis remaja yang cerewet, bawel tetapi baik hati dan suka berbagi. Soal pelajaran dia memiliki kelemahan selain soal berhitung lumayan bisa diandalkan.

Ketertarikan bacaan, Suketi lebih suka membaca novel dan cerpen, Suyati justru lebih suka membaca komik.

Persahabatan mereka itu unik. Perbedaan karakter yang sangat mencolok yang satu pendiam, satunya lagi cerewet. Namun, mereka saling mengisi satu sama lain.

***

'SUYATI'

Suketi membaca berulang kali nama sahabatnya yang tertera di BP3 sudah tertukar dengan sendirinya.

"Loh kok BP3 Suyati ada padaku," protes Suketi saat berbaring di atas kasur. 

Suketi tertawa lepas baru kali ini kejadian konyol mampir. Dia juga membayangkan reaksi sahabatnya pasti sekarang sama sepertinya-- sedang tertawa lepas setelah mengetahui hal tersebut.

"Keti..," panggilan Ibu dari depan pintu menghentikan tawanya.

Suketi pun keluar, "Ada apa Bu?" 

"Itu ada Ayan mencarimu," kata Ibu kemudian berlalu menuju dapur. 

Suketi bingung lantaran tak biasanya Ayan datang ke rumah. Ia beranjak menemui Ayan. Suketi melangkah menuju pintu depan untuk menemuinya. Suketi hendak menanyakan maksud kedatangan Ayan namun niat itu segera diurungkan.

"Ket, aku mau pinjem PR bahasa indonesia." Ujarnya dengan wajah memelas.

Mendengar itu Suketi menelan ludah. Dia kira bakal dapat makanan, atau bingkisan darinya. Lah, ini datang malah mau pinjam tugas sekolah.

"Maaf, Yan., kali ini aku tidak bisa kasih pinjam PR ke kamu. Kamu tahu kan tugasnya adalah mengarang. Nanti sama gimana?" Suketi menggerutu.

Ayan mendelik.

"Oke, kalau gitu aku bakal  kasih tau ke semua teman kalau ibumu kerjanya jadi pemulung!" Tegas Ayan dengan nada mengancam. 

"Terserah kalau itu maumu!"

Suketi pun berkata lantang, kesal saat mendengar perkataan Ayan barusan. Sambil memendam amarah. dia membayangkan hari esok kebahagiaannya akan pudar seketika.

Apa kata teman-temannya? Jika tahu Suketi anak pencari barang rongsokan. Ia cuma bisa pasrah dengan gusti Allah. Berharap apa yang dia pikirkan tidak akan terjadi di hari esok. Karena Suketi hanya ingin kebahagiaan dalam kehidupannya abadi bukan semu semata.

Ayan memang begitu anaknya, sangat egois. Apa yang dia mau harus dituruti kalau tidak akan membuatnya marah dan berbuat buruk pada orang tersebut.

"Ayan tidak disuruh masuk, Ket." Ibunya menyadarkan Suketi dari lamunan.

"Dia, udah balik kok. Orang kalau datang pas lagi ada maunya," Suketi terus ngedumel.

"Lah, kamu ini sama tetangga itu rukun. Jangan suka musuhan!" 

"Maunya sih gitu, Bu. tetapi, Ayan bukan teman yang baik. semakin dibaikin anaknya malah ngelunjak."

"Kalau ibu kasih nasehat, bok yo di dengerin. Kamu ini anaknya keras susah dinasehatin," Mak Ijah berlalu menuju dapur.

Suketi kembali masuk ke dalam kamar menyalakan kipas angin. Berkutat membaca novel yang baru kemarin di pinjamnya di Perpustakaan Sekolah.

Sayangnya pikiran Suketi tak sejalan apapun yang dibaca tidak mampu menghiburnya lagi.

Sesuatu yang mendadak pecah dari kepalanya. Kebencian pada seorang laki-laki yang egois. Seperti sosok Bapak yang meninggalkan Suketi dari kecil. 

Bukan salah ibunya bahkan Suketi tak ingin menyalahkan takdir. Bapaknya pergi demi wanita lain dengan alasan yang tak masuk akal, demi menginginkan anak laki-laki yang kuat dan mandiri, dulu ada namun Tuhan mengambilnya selagi bayi. Tiga anak perempuan  ditinggalkan tanpa memberi tanggung jawab untuk membesarkannya. Egois sangat egois. Suketi mengecap semua Laki-laki itu egois.

Suketi meremas ujung bajunya melempar bantal ke dinding kamar. Menangis tersedu-sedu, ia tahan agar tidak mengeluarkan suara barangkali ibunya mendengar takutnya terbawa juga dalam kesedihannya.

Suketi teringat semasa sekolah dasar, salah satu temannya bertanya, "Dijemput siapa, Ket?"

"Kakek," jawab Suketi.

"Bapakmu nda pernah jemput kamu?"

Anak SD kelas lima juga sudah mengerti ada yang kurang dari keluarganya. Suketi kurang akan kasih sayang dari seorang Bapak. Meskipun kakeknya berusaha menggantikan sosok Bapak rasanya tidak akan sama dengan teman-teman yang lain. 

Suketi sering mengeluh jika Kakeknya datang terlambat untuk menjemput. Beliau terkadang begitu kelelahan membawa becak dan penumpangnya. Upah yang tak seberapa sering kali diberikan pada Suketi sebagai saku berangkat sekolah. 

Hingga hari itu hari di mana Suketi bertemu lagi dengan Bapaknya ketika diajak ke pasar pagi. Bapaknya hanya memberi uang yang cuma cukup untuk membeli es teh. Mirisnya Bapak Suketi tak bicara apapun mengenai keadaannya. Dia pergi seolah bukan lagi tanggung jawabnya.

Kakeknya sedih begitupun dengan Suketi.

Ketukan pintu kamar berulang kali, menggedor pertahanan Suketi. Gadis itu sadar masa itu telah terlewati.

"Ket, waktunya sholat magrib. Perempuan gak baik tidur jam segini."

"Ya, Bu."

Keti beranjak mengambil air wudhu. 

"Keti, sholatnya di masjid saja biar pahalanya banyak."

"Malas, Bu. Keti maunya di rumah. shalat sendiri lebih cepat tidak nunggu pas komat. Habis salat tinggal istirahat."

"Manut toh, Nduk. Seperti Mbakmu," ibunya membelai rambut Suketi.

Kalau sudah begitu Suketi merasa tak enak jika perintah ibunya ditolak. Dengan langkah malas dia pun segera melipat kembali sajadah yang tadinya sudah tersentuh karpet.

Mukenah sudah lengkap dia kenakan, bersama Sang ibu meniti ke rumah Tuhan.

Dalam hati Suketi berujar, "Bu, suatu saat Suketi mampu mengubah kehidupan kita yang sekarang."

Suketi percaya dengan roda yang berputar dalam kehidupan. Sekarang, kehidupannya masih berada di bawah. Siapa tahu masa depannya akan berubah.

Di usia 13 tahun, dia baru mulai belajar sabar. Keadaan terlahir dari keluarga yang sederhana namun ibunya sangat taat menjalankan kewajiban agama.

Setiap kali Suketi bersedih dan menyalahkan keadaan ia akan membuka buku diary. Binder itu sebagai temannya. Penyemangat menuliskan rangkaian kata demi kata, dalam dunia imajinasi. Suketi adalah anak yang beruntung terlahir menjadi putri bangsawan. Khayalan yang selama ini dia pikirkan dalam angan-angan. Efek terlalu sering membaca cerita fantasi dan novel romantis ala remaja dia menjadi remaja yang senang dengan kesendiriannya.

Membaca puisi dari Chairil Anwar yang berjudul aku. Dia seakan menjadi sosok aku dalam rangkaian kalimat sang penyair.

"Aku ini binatang jalang, dari kumpulan puisi Chairil Anwar," Suketi membaca sampul buku.

Membuka lembaran berikutnya lalu membaca ini.

AKU

Kalau sampai waktuku

'Kumau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi.

....

Dari situ dia menyimpulkan sendiri tentang kehidupan nya tak seberuntung anak lain. Yang terlahir di keluarga kaya. Suketi yang memiliki impian menjadi seorang penulis terkenal tak pernah berhenti berusaha. 

Dia ingin hidup lebih lama, menuliskan kisahnya. Suketi berharap tulisannya akan melalang buana. Seperti rangkaian kata yang dia buat lewat pena.

Lewat aksara kukirim segenggam mimpi dalam doa, untuk meraih tanganMu-Tuhan.

***

Pemalang, 19 Juni 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun