"Ya, Bu."
Keti beranjak mengambil air wudhu.Â
"Keti, sholatnya di masjid saja biar pahalanya banyak."
"Malas, Bu. Keti maunya di rumah. shalat sendiri lebih cepat tidak nunggu pas komat. Habis salat tinggal istirahat."
"Manut toh, Nduk. Seperti Mbakmu," ibunya membelai rambut Suketi.
Kalau sudah begitu Suketi merasa tak enak jika perintah ibunya ditolak. Dengan langkah malas dia pun segera melipat kembali sajadah yang tadinya sudah tersentuh karpet.
Mukenah sudah lengkap dia kenakan, bersama Sang ibu meniti ke rumah Tuhan.
Dalam hati Suketi berujar, "Bu, suatu saat Suketi mampu mengubah kehidupan kita yang sekarang."
Suketi percaya dengan roda yang berputar dalam kehidupan. Sekarang, kehidupannya masih berada di bawah. Siapa tahu masa depannya akan berubah.
Di usia 13 tahun, dia baru mulai belajar sabar. Keadaan terlahir dari keluarga yang sederhana namun ibunya sangat taat menjalankan kewajiban agama.
Setiap kali Suketi bersedih dan menyalahkan keadaan ia akan membuka buku diary. Binder itu sebagai temannya. Penyemangat menuliskan rangkaian kata demi kata, dalam dunia imajinasi. Suketi adalah anak yang beruntung terlahir menjadi putri bangsawan. Khayalan yang selama ini dia pikirkan dalam angan-angan. Efek terlalu sering membaca cerita fantasi dan novel romantis ala remaja dia menjadi remaja yang senang dengan kesendiriannya.