Suketi pun berkata lantang, kesal saat mendengar perkataan Ayan barusan. Sambil memendam amarah. dia membayangkan hari esok kebahagiaannya akan pudar seketika.
Apa kata teman-temannya? Jika tahu Suketi anak pencari barang rongsokan. Ia cuma bisa pasrah dengan gusti Allah. Berharap apa yang dia pikirkan tidak akan terjadi di hari esok. Karena Suketi hanya ingin kebahagiaan dalam kehidupannya abadi bukan semu semata.
Ayan memang begitu anaknya, sangat egois. Apa yang dia mau harus dituruti kalau tidak akan membuatnya marah dan berbuat buruk pada orang tersebut.
"Ayan tidak disuruh masuk, Ket." Ibunya menyadarkan Suketi dari lamunan.
"Dia, udah balik kok. Orang kalau datang pas lagi ada maunya," Suketi terus ngedumel.
"Lah, kamu ini sama tetangga itu rukun. Jangan suka musuhan!"Â
"Maunya sih gitu, Bu. tetapi, Ayan bukan teman yang baik. semakin dibaikin anaknya malah ngelunjak."
"Kalau ibu kasih nasehat, bok yo di dengerin. Kamu ini anaknya keras susah dinasehatin," Mak Ijah berlalu menuju dapur.
Suketi kembali masuk ke dalam kamar menyalakan kipas angin. Berkutat membaca novel yang baru kemarin di pinjamnya di Perpustakaan Sekolah.
Sayangnya pikiran Suketi tak sejalan apapun yang dibaca tidak mampu menghiburnya lagi.
Sesuatu yang mendadak pecah dari kepalanya. Kebencian pada seorang laki-laki yang egois. Seperti sosok Bapak yang meninggalkan Suketi dari kecil.Â