Idham, Bu Rani dan Bu Darmi kini beranjak ke ruang kamar kosong yang dindingnya masih belum diapa-apakan. Warna putih kusam dan menguning meskipun lantainya bersih tetapi tercium bau amis.
"Mas Idham itu pintu bisa tembus ke belakang toh," Bu Rani membuka pintu yang menghadap ke Selatan.Â
Tembus ke balkon, ada pohon pisang dan mangga serta rumput liar yang tumbuh sembarang. Celurut berlarian di atas atap, keluar dari lubang ventilasi. Tikus kecil yang berbau tidak sedap, hidup di tanah, pemakan serangga, bermoncong panjang, berbulu coklat keabu-abuan, matanya kecil dan sipit. Membuat gaduh, Bu Rani terperanjat.
"Maklum, Bu. Lama tidak ditinggali jadi ada CELURUT. Nanti, gampang diberi racun biar kabur." Tegas Idham.
"Ya, emas. tidak masalah, saya suka tempatnya. Sudah lihat video sama fotonya jadi ingin langsung ke sini untuk memastikan lagi."
Bu Darmi menimpali, " Bener, Ni. Kalau kamu di sini kan bisa deket sama rumahku. Jadi, saya bisa sering ke sini."
"Rencana mau tinggal berapa orang, Bu?" Tanya Idham.
"Cuma berdua sama anak, sekalian jualan nanti di teras depan dibikin toko pakaian. Kan di situ terasnya lumayan luas."Â
Idham bergeming, dia mengira akan ditinggali empat orang. Ramai. Ternyata dugaan itu salah, satu perempuan lagi adalah teman dekatnya. Idham menjadi ragu apakah Bu Rani betah di sini. Apalagi kalau tahu rumah kontrakan ini angker.
Idham teringat ucapan ibunya, waktu pertama kali menilik rumah ini. Ketika ingin membuka keran air di taman itu. Taman yang tengah dimainkan anak Bu Rani. Ibunya melihat penampakan wanita berambut panjang, berpakaian putih, mukanya rata dan mengeluarkan banyak darah.
"Mamah, Ayuk. Mah ... Ayuk... " Tiba-tiba saja anak Bu Rani dan Bu Darmi seperti ketakutan. Meminta pulang.