Bersama Bu Panda, aku menyusuri deretan kios yang menjual berbagai macam jenis jajanan. Termasuk Toko Kelontong. Bu Panda hendak menukar gelang kesayangannya namun bagiku model gelang itu sudah menarik, mengapa harus ditukar? Pikirku.Â
"Bu, mau ke mana dahulu? Ke apotek atau ke Toko Emas."
"Toko Emas, Rin. Kalau ke apotek terakhir saja sehabis beli telur kampung. Kamu juga Rin harus sering makan telur ini, baik juga untuk kesehatan. Apalagi kamu sedang menyusui, tenaga sering lemas. Bener toh," tutur Bu Panda panjang lebar.Â
Aku sangat senang diperhatikan. Di Toko Emas tak begitu ramai oleh pembeli. Jadi kami segera dilayani oleh karyawan toko.Â
Bu Panda memilih menukar gelangnya dengan menambah berat gram. Membayar lebih untuk perhiasan yang lebih mencolok. Akan tetapi, gelang tersebut bukan untuk dipakai melainkan sebagai simpanan masa depan.
Management keuangan Bu Panda layak ditiru. "Pantas saja Bu Panda makin kaya, jadi ini rahasianya." Lagi-lagi aku berkata di dalam hati.
Kami memasuki pintu masuk pasar pagi, menuju ke arah timur mencari pedagang penjual telur.
"Gini caranya memilih telur, Rin. Yang baru itu warna cangkangnya ada bercak kotoran, lihat juga jangan sampai retak yang kita pilih."
"Ya, Bu."Â
Telur ayam kampung harga satuannya beda seribu dari telur biasa. Meskipun ukurannya kecil namun harganya justru lebih mahal. Mungkin karena khasiatnya.
Saat kami sedang memilih telur, pedagang sayuran di seberang kami tengah berdebat. Penjualnya seorang nenek-nenek, matanya sembap.Â