Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Tertangkap

5 Januari 2022   00:24 Diperbarui: 5 Januari 2022   00:35 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama Bu Panda, aku menyusuri deretan kios yang menjual berbagai macam jenis jajanan. Termasuk Toko Kelontong. Bu Panda hendak menukar gelang kesayangannya namun bagiku model gelang itu sudah menarik, mengapa harus ditukar? Pikirku. 

"Bu, mau ke mana dahulu? Ke apotek atau ke Toko Emas."

"Toko Emas, Rin. Kalau ke apotek terakhir saja sehabis beli telur kampung. Kamu juga Rin harus sering makan telur ini, baik juga untuk kesehatan. Apalagi kamu sedang menyusui, tenaga sering lemas. Bener toh," tutur Bu Panda panjang lebar. 

Aku sangat senang diperhatikan. Di Toko Emas tak begitu ramai oleh pembeli. Jadi kami segera dilayani oleh karyawan toko. 

Bu Panda memilih menukar gelangnya dengan menambah berat gram. Membayar lebih untuk perhiasan yang lebih mencolok. Akan tetapi, gelang tersebut bukan untuk dipakai melainkan sebagai simpanan masa depan.

Management keuangan Bu Panda layak ditiru. "Pantas saja Bu Panda makin kaya, jadi ini rahasianya." Lagi-lagi aku berkata di dalam hati.

Kami memasuki pintu masuk pasar pagi, menuju ke arah timur mencari pedagang penjual telur.

"Gini caranya memilih telur, Rin. Yang baru itu warna cangkangnya ada bercak kotoran, lihat juga jangan sampai retak yang kita pilih."

"Ya, Bu." 

Telur ayam kampung harga satuannya beda seribu dari telur biasa. Meskipun ukurannya kecil namun harganya justru lebih mahal. Mungkin karena khasiatnya.

Saat kami sedang memilih telur, pedagang sayuran di seberang kami tengah berdebat. Penjualnya seorang nenek-nenek, matanya sembap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun