Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu Muda, Buah Cinta

7 November 2021   21:11 Diperbarui: 7 November 2021   21:23 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam membisu seribu bahasa hadirnya memberi sejuta kebahagiaan. Saat buah cinta kami tengah terlelap aku lamat-lamat memperhatikan dari lubang jaring pembaringan.

"Aku tak menyangka bisa melahirkannya," ucapku lirih.

Mas Galih terdiam menatapku dengan wajah berbinar. Di dalam sebuah Klinik Aini proses persalinan berjalan lancar selama dua malam aku pun diperbolehkan pulang.

Kami sudah mempersiapkan nama untuknya. Bayi laki-laki bermata sipit, kulit putih dengan dagu membelah di tengah bernama Gala Wangsa. Nama yang menurut kami baik berharap ia akan menjadi seorang Pemimpin.

Malam berikutnya menjadi awal pertama aku menjadi seorang ibu. Rupanya tak mudah, dipaksa untuk bangun mendengar rengek tangis harus mengganti popok bayi atau menyusui.

Tubuh ini begitu lelah, mata sembab menahan tangis ketika puting susu terasa nyeri. Tidak mudah memang. Hampir saja diri ini menyerah memaksa Mas Galih untuk mengganti susu sambung.

Susu formula telah disiapkan oleh Mas Galih meskipun masih memberi buah hatiku ASI hanya setiap siang sedangkan malam harinya menyediakan susu dalam botol.


"Asih, lihat anakmu kulitnya memerah sepertinya tidak cocok susu formula."

Tanggapan Ibu mertua selesai memandikan Gala. Aku rasa bukan karena alergi susu tapi sebuah bedak, pikirku tertahan dalam diam. Mas Galih mengiyakan ucapan Sang Ibu. Aku tak mungkin membantah suamiku. Demi Gala aku bertahan tinggal bersama mertua.

Seperti biasa tubuh ini seakan remuk tulang, menjalani aktivitas seharian yang tak ada hentinya. Kurang tidur, Mas Galih juga tak pernah gantian bangun untuk sekedar membantu mengganti popok Gala.

Hari demi hari berlalu meninggalkan kesedihan, Gala tumbuh dalam sebulan pipinya tampak berisi dan kakinya bertambah panjang. Aku menikmati menjadi ibu muda.

Yang terpikirkan dalam benak, melihat Gala tumbuh sehat adalah sebuah kebahagiaan. Titipan Tuhan yang harus disyukuri karena ini adalah sebuah rezeki.

Kelak aku ingin menjadi ibu yang penyabar untuknya agar bisa mengajarinya banyak hal. Tentang hidup baru yang nanti ia akan jalani di masa depan untuk tetap menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua.

***

PML, 7 Nov 21

@AksaraSulastri 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun