*** Pengabdian dan Kesetiaan Arwah Penasaran.
Raka keluar dari kamar tidur tempat penyimpanan barang pusaka dan keramat peninggalan Kakek Edwin, setelah berdialog selama 1 jam dengan Ki Demang di alam mereka. Raka duduk terdiam di kursi ruang tengah sementara aroma melati, kamboja dan kemenyan sangat tajam di dalam ruangan belum lagi hilang.
Dalam pandangan batin Raka melihat Mbak Asih dan para arwah yang menumpang di rumah ini menunggunya. Sementara teman-teman duduk bergeser mendekati kursi Raka, mereka bergerombol di depan Raka duduk dan tidak satupun dari mereka yang berani bersuara atau bertanya. Mereka tahu kesadaran Raka belum kembali sepenuhnya, fokus di antara dua alam yaitu alam nyata dan dimensi lain.
“Bro, masih ada rokok kretekmu? Tolong nyalakan sebatang dan taruh di asbak itu, bro!” perintah Raka kepada Edwin.
“Ok siap Bro, masih ada.” Jawab Edwin segera menyalakan sebatang rokok sesuai intruksi Raka.
“Bro, kalian santai jangan tegang, khawatir atau takut, semua sudah aku kondisikan. Ayo, minum kopi sambil nikmati rokokmu!” Raka memberi saran ke lima sahabatnya, karena wajah mereka memancarkan raut muka yang tegang dan ketakutan.
“Baik Raka. Kita ini sangat ketakutan dan kawatir, suara-suara yang kami dengar, bayangan berkelebat, aroma wangi bercampur aroma menyan, dan bau anyir darah yang tercium membuat kita tegang.” Jawab Novian sedikit lega karena melihat Raka sudah keluar dari dalam kamar itu.
“Iya bro. Jangan kawatir lagi sekarang kita santai seperti biasa. Sementara aku selesaikan berdialog dengan mereka, kalian tenang jangan bersuara dan sabar 15 menit lagi semua selesai.” Raka menambahkan, kemudian berdiri keluar menuju teras rumah.
Raka duduk bersila di teras menghadap arah dalam rumah, beberapa saat berdiam diri sambil menyedot sebatang rokok kretek di tangannya. Raka menfokuskan diri dalam satu titik keheningan, dari sisi pandang mata batinnya beberapa sosok arwah berada di sekitar rumah. Mbak Asih berada di sebelah dapur, dan beberapa arwah gentayangan yang lain berada di sekitar rumah belakang. Mereka di ijinkan tinggal di dapur, kamar mandi dan sumur. Rumah utama di tempati oleh para punggawa yang mempunyai tugas menjaga pusaka peninggalan kakek Edwin.
“Assalamu allaikum wr,wb. Raden!” Mbak Asih tiba-tiba sudan berada tepan di depan menyapa Raka.
“Wa alaikum salam wr.wb. Siapa yang datang bersama mbak Asih dan apa keinginan mereka ingin bertemu?” Raka bertanya kepada Mbak Asih
“Iya Raden. Mbak Asih bersama penghuni lama, mereka membutuhkan tempat tinggal seperti saya. Mereka menunggu apakah masih di ijinkan tinggal atau harus pindah ke tempat lain, Raden.” Mbak Asih menjawab pertanyaan Raka.
“Iya Mbak Asih. Raka sudah sampaikan kepada Ki Demang dan para punggawa. Kemungkinan Mbak Asih akan tinggal di tempat baru, tempat khusus yang di sediakan oleh Ki Demang untuk arwah yang penasaran.” Raka menambahkan dan menyampaikan ke Mbak Asih tentang tempat tinggal baru buat mereka. Tempat tinggal khusus bagi arwah yang tidak sempurna dan tidak mempunyai tempat tinggal, di bawah pengawasan Ki Demang dan para punggawa yang menjaganya,
“Terimakasih, Raden telah berusaha untuk kami para arwah yang penasaran. Sebenarnya dalam kesepakatan kemaren, kami siap mengabdi dan mengikuti kemanapun raden pergi. Kami akan tetap setia dan akan tinggal di sekitar Raden berada, sebagai rasa terimakasih atas kebaikan Raden ” Jawab Mbak Asih dan menyampaikan apa yang menjadi kesepakatan para arwah kepada Raka.
“Iya saya paham, Mbak Asih! Tetapi kondisinya berbeda saat ini, mereka telah menyediakan tempat khusus untuk kalian. Kalau di Madiun sangat susah mencari tempat tinggal untuk kalian semua, karena masing-masing daerah tidak semua bisa menerima arwah penasaran untuk tinggal di lingkungan mereka!” Jawab Raka dan menjelaskan alasan mereka harus tinggal di sini.
“Iya Raden. Kalau begitu kita sendiko dawuh ikuti perintah Raden saja, walaupu kita berat untuk tinggal di sini kami tidak bisa membalas budi mengikuti Raden lagi!” Mbak Asih menambahkan dan menyampaikan keberatan para arwah penasaran untuk tetap setia mengikuti Raka.
“Baik Mbak Asih. Sementara itu yang Raka sampaikan dan demi kebaikan kalian para arwah di sini. Karena menurut Ki Demang rumah ini akan hilang di masa depan, jadi solusi tempat tinggal baru sudah di siapkan jika mau menuruti perintah mereka!” Raka memberi penjelasan lagi.
“Iya Raden. Saya mohon pamit dulu dan akan saya sampaikan kepada mereka yang sedang menunggu. Wassalamuallaikum wr.wb.” Jawab Mbak Asih berpamitan untuk segera pergi menyampaikan kepada para arwah penasaran yang setia menunggu.
“Baik Mbak Asih. Wallaikumsallam wr, wb!” Jawab Raka, sesaat angin berhembus setelah Mbak Asih pergi dan meninggalkan aroma bunga melati yang sangat tajam.
Raka berdiam diri di teras sambil menghabiskan rokok kreteknya, kemudian melangkah membuka pintu dan masuk ke ruang tamu. Sementara ke lima sahabatnya yang tetap menunggu dengan setia di ruang tengah, sambil menikmati kopi dan gorengan yang mereka beli dari pasar sore tadi. Edwin dan Novian duduk di kursi ruang tengah sambil menikmati rokoknya. Sedangkan Bagus, Heru, dan Agung berbaring di kasur yang mereka gelar di ruang tengah. Melihat Raka masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi ruang tamu, Edwin bergeser duduk mendekati Raka.
“Bagaimana bro, sudah selesai semuanya? Tidak ada yang perlu di temuin lagi, atau ada yang perlu kita bahas bro?” Edwin mulai bertanya ke Raka.
“Sudah, beres! Dan tidak ada yang perlu kita bahas malam ini, biar kalian lebih tenang tidur dan lebih baik besok saja aku cerita." Jawab Raka sambil minum kopi dan makan gorengan.
Sejenak suasana menjadi hening waktu menunjukan pukul 23.00 WIB, mereka berenam masih duduk di kursi ruang tamu. Tiba-tiba angin berhembus dari arah halaman rumah, masuk ke dalam ruang tamu, bersama dengan aroma bunga kamboja yang sangan tajam. Raka menggeser duduknya ke bawah, turun di atas kasur yang ada di ruang tamu.
“Braakkkk,,,,,!” Terdengar suara benda jatuh ke lantai di ruang tengah, sebuah helm jatuh dari atas meja ruang tengah menggelinding ke lantai. Seketika Heru, Bagus dan Agung bangun meloncat ke arah ruang tamu.
“Ya Allah…., hantuuu bro!” Heru melompat ke kasur di ruang tamu.
“Allohuuu akbar,…!” Agung pun berteriak spontan menuju ke ruang tamu.
“Ampunnnn…, bro!” Bagus melompat ke arah Raka duduk di ruang tamu juga.
“Tenang…, tenang semua! Jangan takut, rupanya ada yang mau berkenalan dengan kita, nih!” Raka beranjak ke ruang tengah dan duduk di kursi. Sementara ke lima sahabatnya duduk bergerombol dengan wajah pucat ketakutan.
“Aduh, siapa lagi ini bro, mau kenalan kelihatan ekstrim banget dia!” Edwin menyahut dengan wajah panik.
“Iya, pakai acara jatuhin helm. Mau nakutin kita apa mau kenalan bro!” Novian menambahkan dengan wajah pucat.
“Iya, yang ini sedikit ekstrim, arwah perempuan berpakaian putih berdarah dan wajah seram!” Jawab Raka yang membuat ke lima sahabatnya semakin tegang ketakutan.
“Tenang semua, kalian jangan banyak bersuara. Ada yang mau disampaikan ke kita!” Raka menambahkan lagi. Raka mengambil air putih satu gelas dan di letakannya gelas itu di atas meja ruang tengah. Sambil menghisap rokok kreteknya Raka mulai fokus, bibirnya bergerak membaca doa dengan mata terpejam,
“Assalamualaikum salam! Wahai makhluk yang barusan datang, siapa kamu dan kenapa membuat gaduh di rumah ini?” Raka mulai bertanya dengan mata batinnya. Dalam penglihatannya perempuan itu duduk di depannya dengan jarak 3 meter dekat pintu dapur.
“Wa’allaikum salam. Maafkan saya Raden jika membuat takut semua yang ada disini. Perkenalkan saya Ratna raden, saya mau pulang ke rumah ini Raden. Kalau boleh saya akan cerita kepada raden tentang siapa saya dan maksud saya.” Jawab arwah yang bernama Ratna sambil sujud ke arah Raka.
“Baik. Kalau Mbak Ratna ingin bercerita dan menyampaikan sesuatu, silahkan Mbak Ratna!” Jawab Raka sambil memgambil air putih, dan menyiramkan isinnya sedikit demi sedikit ke seluruh ruangan,
“Terimakasih Raden. Jadi awal mulanya seperti ini Raden.” Ratna si arwah penasaran ini mulai bercerita kepada Raka.
“Ratna seorang gadis berumur 18 tahun saat masa hidupnya, meninggal bunuh diri pada tahun 1974 dengan menabrakan diri di perlintasan kereta apik daerah Bok Gluduk kawasan utara Stasiun Kota Malang. Saat itu Ratna mengalami depresi berat karena putus cinta di tinggal menikah oleh tunangannya. Ratna tinggal bersama kedua orang tuanya di daerah Bareng Raya, masih ada hubungan darah dengan keluarga dari ibu Edwin. Jasad Ratna hancur karena terlindas kereta api uap saat itu, dan di kuburkan dekat tempat tinggalnya yaitu pemakaman umum Bareng.
Karena arwahnya penasaran sering menampakkan diri di sekitar Bareng, dan pada akhirnya kakek Edwin menasehati agar tidak mengganggu warga di sekitar Bareng. Ratna menurut saran dari kakek Edwin yang masih ada hubungan keluarga, di bawah pengawasan kakek Edwin Ratna tinggal di rumah itu. Karena rasa dendam kepada tunangannya Ratna sering menampakan diri di sekitar Bok Gluduk dan kadang menampakkan diri sekitar Bareng Kartini.”
“Begitulah kisah semasa hidup saya, Raden! Jadi saya berharap jika semua arwah di sini pindah mengikuti Raden, saya pun harus ikut menempati rumah baru yang di sediakan!” Ratna menjelaskan lebih lanjut, dan memohon untuk ikut pindah dengan arwah lain mengikuti Raka.
“Baik, Mbak Ratna. Kalau mempunyai ke inginan seperti itu akan saya penuhi, dengan syarat Mbak Ratna harus menurut semua aturan yang ada di tempat baru itu. Di sana ada Ki Demang yang akan mengawasi dan bertanggung jawab semuanya!” Jawab Raka menjelaskan.
Mbak Ratna menampakan perwujudannya sosok perempuan yang bergaun putih penuh darah, dan wajahnya yang hancur menyeramkan selalu tercium aroma bunga kamboja bercampur aroma anyir darah. Semua orang di daerah Bareng paham dan tidak asing dengan sosok perempuan yang mengerikan ini, kadang penampakannya yang membuat heboh warga di kampung sekitar Bareng Kartini.
“Baik Raden. Terimakasih, mohon maaf jika saya mengganggu semuanya dan sahabat Raden yang salah satunya masih saudara saya. Ratna mohon pamit Raden!” Ratna berpamitan dan meminta maaf kepada Raka.
Bayangan itu berkelebat bersama hembusan angin dan aroma bunga kamboja bercampur anyir darah tercium oleh mereka berenam yang ada di ruangan itu. Kelima sahabat Raka menampakan wajah ketakutan dan sekujur tubuh mereka merinding dengan perginya arwah penasaran yang bernama Mbak Ratna. Raka membuka matanya dan bergeser pindah duduk ke bawah di kasur yang ada di ruang tengah rumah itu.
“Bagaimana bro, amankan sekarang!” Edwin bertanya sambil bergeser mendekat ke Raka.
“Iya bro. Kita sudah tidak tahan dengan suasana menyeramkan ini, menakutkan sekali malam ini bro!” Novian menyahut pembicaraan Edwin dengan wajah pucat.
“Wah, aku bisa kencing di celana kalau ketemu arwah penasaran itu, bro!” Agung menyahut dengan wajah memelas bercampur ketakutan.
“Baik, sementara ini kita lanjutkan istirahat saja. Keadaan saya jamin aman dan mereka tidak akan mengganggu kita. Mereka para arwah menurut semua apa yang saya sampaikan, jadi kalian jangan takut dan sekarang kita tidur!” jawab Raka.
“Iya bro. Lebih baik kita istirahat dan tidak berpikir yang aneh-aneh lagi.” Novian menyarankan.
“Bro, janji ya besok ceritakan semua yang terjadi malam ini. Karena pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan keluargaku kalau di rumah ini.” Edwin menambahkan dan minta Raka untuk menceritakan besok pagi.
“Ok bro. Pasti akan saya ceritakan semua bro, berhubung sekarang tengah malam dan pasti kalian tidak akan bisa tidur kalau mendengarnya!” Jawab Raka sambil merebahkan badannya di kasur, ke lima sahabatnya yang lain juga ikut merebahkan badan.
Mereka tidur berhimpitan dan memakai sarungnya untuk menutupi wajah mereka karena rasa takut mereka. Tak lama kemudian terdengar dengkur nafas Raka, dan para sahabatnya pun ikut tertidur karena rasa kantuk bercampur udara dingin kota Malang.
***
Bersambung…
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI