Mohon tunggu...
Muhammad Fachri Akmal
Muhammad Fachri Akmal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka ngomongin bola meski gak ngerti-ngerti amat.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Sindrom Inferioritas Borussia Dortmund

23 Oktober 2024   07:10 Diperbarui: 23 Oktober 2024   07:19 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber: x.com/realmadrid


 sumber: x.com/realmadrid
 sumber: x.com/realmadrid
Tentu masih jelas tergambar di ingatan kita bagaimana pertemuan kedua tim ini berlangsung pada musim lalu di partai final UCL. Secara skuad, memang benar ada beberapa perubahan bagi kedua tim. Namun, Dortmund yang kala itu ditangani Edin Terzic tampil sangat atraktif dan terus gencar melakukan serangan sejak detik pertama. Sayangnya, mereka bisa dibilang kurang klinis saat itu karena banyaknya peluang emas yang terbuang.


History repeats itself. Begitulah kata orang-orang. Dua pertemuan terakhir tim asal Jerman dengan Spanyol ini selalu berakhir dengan hasil yang sama, yakni kemenangan bagi kubu matador. Penyebabnya pun sama: menurunkan tempo di babak kedua dan mengambil inisiatif untuk lebih bertahan. Padahal,syaratnya cukup simpel, yakni jangan membiarkan tim yang jelas-jelas punya kekuatan menyerang lebih besar bisa leluasa memegang kendali permainan dan bebas menciptakan peluang. Sayangnya, banyak tim yang justru memilih untuk parkir bus, meskipun sebenarnya mereka punya peluang menang jika terus bermain seperti biasa. Sialnya, Dortmund sudah melakukan kesalahan itu dua kali beruntun di bawah kepemimpinan pelatih berbeda 


Hasil ini menjadi kemenangan kedua pasukan Carlo Ancelotti di ajang UCL yang membuat mereka menempati peringkat 9 klasemen sementara.

Sedangkan bagi Dortmund, hasil ini mencoreng tren positif mereka yang mulanya jadi pemuncak klasemen, sehingga harus turun ke peringkat kelima. Akan tetapi, musim masih panjang dan paling tidak akan ada lima pertandingan lagi sebelum kompetisi berlanjut ke babak 16 besar.

Begitupun dengan karier Nuri Sahin. Usianya masih sangat muda dan jalannya menuju takhta pelatih menjanjikan untuk generasi mendatang masih amat panjang. Lagipula, seseorang yang bijak bernama Plutarkhos pernah berkata, "hidup tanpa membuat kesalahan bukanlah kekuasaan seorang manusia; tetapi dari kesalahan-kesalahan itulah orang-orang baik & bijak belajar untuk masa depan".

Kolay gelsin, Nuri Sahin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun