Mohon tunggu...
Akmal M Roem
Akmal M Roem Mohon Tunggu... wiraswasta -

menyukai sesuatu yang mudah dipahami, enak dibaca, segar untuk dicerna, senang untuk dikerjakan. Guru SM-3T Aceh. Mengajar di pedalaman Kalimantan Barat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cikgu Aceh di Borneo (Suka Duka di Peradaban Suku Dayak)

22 Februari 2013   13:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:52 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesta adat Gawai, kata kepala dusun, memiliki arti penting dalam mengikat persaudaraan antara sesama keluarga dan masyarakat Dayak. Perayaan ini juga merupakan tanda bagi masyarakat menikmati hasil ladang yang selama ini mereka kerjakan. “Inilah syukuran atas pemberian Tuhan,” ungkapnya.

“Perayaan Gawai diadakan dua sampai empat hari pada bulan Mei. Pemerintah sudah menetapkan kegiatan ini dilangsungkan pada tanggal 20 Mei,” tambah Herman.

Selain penduduk di sini, tetamu dari luar juga diundang dari berbagai tempat. “Termasuk sanak saudara kami yang ada di Serawak, Malaysia. Bahkan juga ada orang Dayak asal Kalimantan yang sudah menetap di daerah lain biasanya juga pulang. Kalau sudah mulai Gawai di sini, orang Dayak Malaysia ke sini begitu pula sebaliknya,” jelas Herman.

Aku sudah tak sabar berharap bisa ikut kegiatan ini.

Suku Dayak sudah turun-temurun menetap di dusun ini. Mayoritas mereka beragama Kristen dan Katolik. Menurut Herman, ada tiga kepala keluarga dari Jawa beragama Islam yang tinggal di dusun ini.

Keseharian mereka juga berkebun sahang dan ada juga yang bekerja di perkebunan sawit. Namun, mereka sudah terbiasa berbaur bersama. Yang pasti di sini, tak ada surau. Bila ingin salat Jumat, kami harus menuju ke Entikong atau Balai Karangan.

Ada hal menarik di sini, tuak (ijok masam) sudah menjadi minuman sehari-hari. Segala umur bisa bebas menikmati tuak. Setiap pendatang pasti akan disodori tuak sebagai jamuan atas sikap penghormatan orang kampung terhadap pendatang.

Kepala dusun mengajarkan kami cara menolak setiap makanan atau minuman yang ditawarkan oleh warga. Kami hanya perlu menyentuh tempat makan atau minuman yang disuguhi itu, lalu meletakkan ke leher atau bibir kami.

“Tolak yang halus agar kita tidak kempunan,” ujarnya.

“Bagi orang di sini,” lanjut Herman. “Kempunan adalah kecelakaan atau malapetaka yang bisa mengakibatkan kematian. Meski tak harus menjamah makanannya, kita bisa sekadar menyentuh tempat makan atau minum tersebut.”

Cerita tentang orang Dayak diliputi oleh hal-hal gaib dan mistik bukanlah hal yang mengherankan. Pada saat pra-kondisi di Banda Aceh, seorang pemateri menuturkan tentang hilangnya kemaluan temannya saat berada di Kalimantan Barat. Namun, organ penting itu bisa kembali lagi berkat bantuan masyarakat setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun