Mohon tunggu...
akmal
akmal Mohon Tunggu... P.SWASTA -

corporate legal staff @JA AND I am a White rice addict ; ♥

Selanjutnya

Tutup

Money

Prespektif Hukum Renegosiasi Kontrak dan Izin Usaha Freeport

18 Oktober 2015   08:28 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 2290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Penafsiran Pemerintah tersebut berdasarkan dengan berpegang pada pasal 169(b), pemerintah bisa mendesak dilakukannya penyesuaian pada kontrak-kontrak yang ada sekarang ini. Akan tetapi  pasal berikut nya bertolak belakang dengan pemerintah yakni pasal 169a  UU Minerba tetap mengakomodasi pasal 169(a) yang melindungi kontrak-kontrak lama itu. dan pasal 169a ini pun sangat bertentangan dengan Pasal 170 UU Minerba.

Sedangkan Pasal 169a UU Minerba yang berbunyi,

”Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: (a) Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian”.

Artinya perusahaan yang berjalan kontrak karyanya tidak perlu melakukan perubahan rezim Kontrak Karya menjadi IUPK maupun membangun smelter atau tetap mengekspor barang tambang mentah sampai masa kontrak karya selesai. Dengan kata lain untuk Freeport perubahan dari Kontrak Karta (KK) ke IUP/IUPK dan baru bisa mengajukan perpanjangan 2019.hal ini juga di atur PP no 7 th 2014  menjelang berakhirnya KK Freeport yang akan habis kontrak pada 2021  karena saat ini KK Freeport masih berlaku sesuai UU Minerba, Seandainya Pemerintah mau melakukan perpanjangan Kontrak Minerba maka hal itu baru bisa diajukan 2 tahun sebelum habis Kontrak. Sedangkan untuk upaya berganti menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang semula berbentuk kontrak karya  maka haruslah setelah berakhir pada 2021. Hal itu diterapkan untuk mematuhi amanat UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang tidak lagi memperbolehkan konsesi tambang diatur dalam bentuk kontrak karya, melainkan harus dengan IUPK

pasal-pasal lain yang dimaksud bertolak belakang dengan Pasal 169a UU Minerba dapat di temukan Pasal 170 berbunyi,

Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”.   

Artinya secara  tegas melarang ekspor mineral mentah dan tegas mewajibkan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral yang dilakukan setelah lima  tahun regulasi tersebut disahkan untuk penerimaan negara namun  sampai saati ini terlambatnya pembanguna smelter yang seharusnya dilakukan pada tahun 2014 sudah selesai, dikarenakan adanya tarik menarik serta regulasinya yang dibuat oleh pemerintah sendiri masih terlihat abu-abu terhadap Implementasi Pasal 170 UU Minerba dan hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena saling bertentangan yang ada di UU minerba "yang terdapat dalam pasal 169 huruf a yang sudah di jelas kan di atas"

Sebagaimana di ketahui kontrak karya bersifat nail down atau lex specialis, "tidak terikat pada peraturan baru yang muncul di kemudian hari setelah kontrak tersebut diteken." ,maka kekuasaan negara atas sumber daya alam terbatas namun di sisi lain keuntungan pada pajak badan usaha yang dibayarkan perusahaan tambang adalah tetap 45 persen.  jika kita mengikuti prevailing law (berubah-ubah mengikuti aturan yang berlaku). diterapkan penerimaan pajak maka akan berkurang.walaupun pengenaan pajak tidak sebesar dari bersifat nail down akan tetapi pembayaran royalti akan meningkat.untuk pembayaran royalti akan meningkat. seperti contoh  PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) saat ini membayarkan royalti emas sekitar 3,75 persen, sedangkan PT Freeport Indonesia sebesar 1 persen.

2. Renegosiasi Kontrak Karya

Freeport masih membayar royalti emas 1% sejak kontrak dibuat di 1967. Meskipun pemerintah telah membuat PP 45/2003 dan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang menetapkan setiap perusahaan tambang harus membayar royalti emas 3,75%.karena di sebabkan kontrak Freeport dengan pemerintah Indonesia sifatnya nail down dalam arti tidak mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berubah.  

Hal ini membuat Pemerintah kecewa kepada Freeport karena sejak dibuat nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah pada Juli 2014 lalu, hingga MoU akan berakhir 25 Januari 2015, smelter belum terlihat progresnya,hingga akhirnya beberapa Kontrak Karya pertambangan yang bersifat nail down ini Pemerintah telah melakukan upaya Renegosiasi demi meningkatkan keuntungan bagi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun