Mohon tunggu...
Akira Riofuku
Akira Riofuku Mohon Tunggu... Pemadam Kebakaran - Ex Philosophia Claritas

Ex Philosophia Claritas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menentukan Kebenaran ala Max Scheler

21 Oktober 2021   10:30 Diperbarui: 22 Oktober 2021   10:21 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurutnya Kant keliru ketika tidak membedakan antara realitas bernilai dan nilai itu sendiri.[8] Maka melalui bukunya ini Scheler mau mendemonstrasikan etika realitas bernilai dan etika tujuan. Meskipun mengkritik Kant, namun perlu digaris bawahi juga bahwa Scheler tidak serta merta menjadi anti Kant.[9] Scheler mengakui capaian Kant dalam bidang etika. Akan tetapi, ia ingin melampaui Kant. Ia menunjukan posisi Kant yang layak di dukung dan di mana Kant keliru, sehingga layak dikritik. Misalnya, Scheler mendukung Kant yang menolak etika kebahagiaan karena masih memuat pamrih egoistik dan membahayakan kemurnian motivasi suatu tindakan moral.

 Dalam teorinya etikanya, Scheler mengajukan etika yang langsung mengarah pada isi dan nilai. Ia juga memaksudkan etika material (berdasar pada nilai-nilai objektif), bukan pada etika Kant yang bersifat formal. Disebut sebagai etika formal karena menurut Kant, jika melakukan suatu perbuatan yang baik secara moral maka itu dilakukan karena kewajiban. Ketika manusia berbuat baik itu semata-mata karena memang harus berbuat seperti itu, bukan karena isi perbuatannya. Dari sisi moral suatu perbuatan dianggap baik, yang penting adalah bentuknya (formal), bukan isinya (material).

 Sementara menurut Scheler, suatu perbuatan baik secara moral dilakukan karena adanya nilai objektif atas hal tersebut, yang tidak tergantung pada si pembawa nilai (subjek). Misalnya suatu perbuatan yang jujur, ketika seorang anak secara jujur mengaku memecahkan piring di rumahnya ketika orang tuanya tidak ada. Kejujuran itu sendiri bernilai bukan karena si anak melakukannya. Kejujuran itu juga ada, bukan karena dilakukan si anak. Itulah sebabnya nilai tersebut tidak tergantung pada perbuatan seseorang.

Apakah nilai itu? Nilai itu sendiri adalah suatu kualitas yang membuat apa yang bernilai menjadi bernilai.[10] Nilai itu tidak bersifat subjektif, tidak berubah-ubah. Nilai tidak tergantung pada subjek[11], namun subjek yang justru tergantung pada nilai dan hierarki yang berlaku diantara nilai tersebut. Seperti misalnya kita dapat menangkap warna hitam lepas dari perwujudan yang konkret dalam sebuah mobil, kabel, atau kertas yang berwarna hitam.

Menurut Scheler, bagaimanakah nilai itu dapat diketahui? Nilai dapat diketahui melalui perasaan intensional.[12] Maksudnya adalah perasaan tersebut terarah pada nilai tersebut. Berdasar intuisi tersebut nilai ditangkap. Nilai itu dirasakan, bukan dipikirkan. Pandangan tentang merasa dalam filsafat barat seolah sesuatu yang baru atau tidak diduga, karena filsafat barat sering mengartikan bahwa rasa hanya suatu cercapan inderawi semata. Nilai itu dirasakan (fhlen). Merasakan dalam arti fhlen itu merasa dalam arti sesuatu itu ada[13], bukan merasa seperti sedang kedinginan, enak, sakit, dll.

Scheler mengatakan bahwa pengalaman kita akan nilai mendahului pengalaman tentang suatu benda. Ketika kita melihat sesuatu yang indah (misalnya hasil lukisan pemandangan alam), itu berarti kita sedang "menerapkan" nilai "indah". Nilai tersebut tidak tergantung karena pengalaman (apriori) atau apa yang kita lihat (objektif). Scheler menggolongkan nilai berdasarkan pada penelitian fenomenologinya.[14] Nilai-nilai tersebut digolongkan sebagai berikut : 

Nilai Senang -- tidak senang

Nilai ini berhubungan dengan Senang dan tidak senang. Hal ini, menghasilkan perasaan nikmat atau sakit dan dirasakan secara badani (fisik). Sheler mengatakan bahwa sebelum adanya pengetahuan (pengalaman akan suatu hal), perbedaan nilai antara yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan itu sudah ada. Pengamatan dan induksi juga bukan merupakan dasar bahwa sesuatu hal itu disukai atau tidak.  Kemudian Scheler menjelaskan bahwa yang menyenangkan lebih disukai daripada yang tidak menyenangkan juga berfungsi sebagai hukum.

Nilai Vital

Nilai ini berhubungan dengan vitalitas atau kehidupan dalam keutuhannya. Scheler memberikan contoh itu seperti "yang mulia" (the noble) dan "yang biasa" (the vulgar), seperti terlihat pada keturunan lebih tinggi atau lebih rendah dari tumbuhan atau binatang, berdasar kesehatan, vitalitas, dll.[15] Sama seperti nilai sekitar, nilai vitalitas ini juga dirasakan bukan hanya oleh manusia namun juga binatang.[16] Dalam nilai vital ini tercakup seluruh kondisi perasaan dalam kehidupan. Misanya perasaan sakit, sehat, tua, atau kematian yang akan datang, termasuk juga perasaan sedih, cemas, berani, dll. Nilai vital ini membentuk modalitas yang sepenuhnya original (asli). Nilai ini juga tidak dapat direduksi ke nilai yang secara hierarki ada di bawahnya (nilai sekitar) atau ke nilai di atasnya (nilai spiritual/rohani).

Menurut Scheler, teori etika sebelumnya membuat kesalahan mendasar karena mengabaikan fakta diatas. Ketika sedang mencoba membagi nilai dalam hal jahat atau baik, menyenangkan atau tidak menyenangkan, Kant juga secara diam-diam mengandaikan bahwa nilai vital ini dapat direduksi menjadi nilai-nilai hedonistik.[17] Namun nilai ini tidak berlaku di nilai-nilai kesejahteraan dan nilai vital dalam diri, juga nilai "yang mulia". Karakter khusus dari nilai vital ini bukan terletak pada konsepsi generik empiris (empirical generic conception) namun terletak pada kenyataan bahwa "kehidupan" adalah esensi asli ("life" is a genuine essence).[18] Maksudnya adalah nilai vital ini bukan baru ada ketika adanya bukti empiris, namun sudah ada di dalam kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun