Selanjutnya pada tahun 1912, diterbitkan karyanya yang berjudul Ueber Ressentiment und moralisches Werturteil (Tentang Resentimen dan Putusan Nilai Moral). Pada tahun 1913, kembali terbit karyanya yang dipandang sebagai ajaran filosofis tentang manusia berjudul Wesen und Formen der Sympathie (Hakikat dan Bentuk-bentuk Simpati).
Pada tahun yang sama Scheler juga menerbitkan bukunya mengenai konfrontasi pendiriannya dalam bidang etika dengan etika Kant yang bejudul Der Formalismus in der Ethik und die materiale Wertethik (Formalisme dalam Etika dan Etika-Nilai yang Bersifat Material).
Pada tahun 1916, Scheler mengalami pertobatan dan kembali ke Gereja Katolik. Di dalam hidup pertobatannya, pada tahun 1921, Scheler menghasilkan karya yang dipengaruhi oleh Katolik mengenai filsafat agama, yaitu Vom Ewigen im Menschen (Tentang yang Abadi dalam Diri Manusia). Pada tahun 1922, terjadi peristiwa yang dramatis dalam kehidupan Scheler, untuk kedua kalinya ia kembali meninggalkan Gereja Katolik.[2] Hal itu disebabkan karena pernikahannya yang baru dan beberapa alasain lain seperti alasan dogmatis yang kurang disenanginya.
Setelah meninggalkan Gereja Katolik untuk yang kedua kali, terjadi keretakan dalam filsafatnya dan pemikirannya berkembang menjadi panteisme dalam bidang agama. Sebelum meninggal, pada tahun 1928, ia menerbitkan bukunya yang berjudul Die Stellung des Menschen im Kosmos (Kedudukan Manusia dalam Kosmos). Di dalam buku tersebut, sangat terlihat posisi barunya dalam bidang agama maupun filsafat.
Pengaruh Fenomenologi
Dalam bidang fenomenologi, Edmund Husserl dan Franz Brentano adalah orang yang mempengaruhi pemikiran Scheler. Franz Brentano mempengaruhi Scheler dengan teori intensionalitasnya dan Husserl dengan konsep kesadaran yang sudah selalu mengarah pada suatu objek. Dalam pemikiran fenomenologinya, Husserl berpandangan bahwa filsafat harus bertolak dari yang menyatakan diri (fenomena) dalam kesadaran. Manusia harus memperhatikan kekhasan atau keunikan yang sedang menampakan diri tersebut. Setiap pandangan, prinsip, teori atau hal lainnya tidak boleh mendistorsi pandangan seseorang terhadap fenomena yang nampak di depannya.Â
Seseorang harus berhati-hati, tidak boleh cepat mengambil keputusan dan memperhatikan dengan seksama fenomen tersebut. Scheler adalah salah satu yang belajar menghindari hal-hal yang dikemukakan oleh Husserl. Namun berbeda dengan fenomenologi Husserl yang menekankan aspek kognitif, Scheler lebih menekankan aspek afektif-emosional. Bagi Scheler perasaan itu tidak terus subjektif. Akan tetapi, perasaan yang bersifat intensional terhadap nilai itu bersifat apriori dan objektif.
Etika Nilai
Bila kita mempertanyakan apakah fokus dari filsafat Scheler? Maka jawabannya adalah etika. Penekanan etikanya ada pada nilai. Etika bagi Scheler adalah tentang nilai.[3] Nilai-nilai itu material[4] dan apriori[5]. Bukunya Der Formalismus in der Ethik und die Materiale Wetethik, Neuer Versuch der Grundlegung eines ethischem Personalismus (Formalisme dalam Etika dan Etika Nilai Material, 1913) memuat etika nilai yang dikenal sampai saat ini.Â
Scheler mau memperlihatkan bahwa moralitas perbuatan manusia itu tidak tergantung pada si manusianya namun pada nilai-nilai objektif yang berlaku. Ia beranggapan bahwa manusia tidak menciptakan nilai-nilai melainkan menemukannya.[6] Nilai itu tetap ada, meskipun manusia tidak mengetahuinya. Dalam bukunya tersebut Scheler mengembangkan teorinya tentang nilai untuk mengkritik etika deontologis Immanuel Kant. Di bab awal bukunya Formalisme dalam Etika dan Etika Nilai Material, Scheler menuliskan :
Before I come to the discussion of Kant's erroneous identification of goods with values and his opinion that values are to be viewed as abstracted from goods, I would like to point out that from the outset he correctly rejects all ethics of goods and purposes as having false bases. I intend to demonstrate this separately for ethics of goods and for ethics of purposes.[7]