Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendobrak Zona Nyaman Demi Masa Depan Gemilang

7 Oktober 2024   06:29 Diperbarui: 7 Oktober 2024   07:15 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis berkaca mata ini malah merasa secara sosial, kehidupan pesantren jauh lebih kompleks. Ia dapat bertemu dan bersahabat dengan teman-teman yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, dengan latar belakang budaya berbeda. Ternyata hal itu menyenangkan. 

Perihal dirinya yang sering liburan ke luar negeri. Apakah keberadaannya di SPIDI membatasi itu. Ia mengaku tak ada masalah dengan itu. Sekolah malah ada program overseas, kunjungan ke beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Turki, Jepang, Korea Selatan, dan program studi dan ibadah di Mekkah dan Madinah. 

"Insya Allah, bulan depan saya dan orang tua mau ke Paris, sekolah izinkan saya. Begitu pula teman yang juga mau ke luar negeri atau umrah, semua dikasih izin. Tapi dengan syarat, kami tetap harus mengikuti pembelajaran via online supaya tak ketinggalan pelajaran. Jadi so far, alhamdulillah, tak ada masalah dengan hal itu, " Kata gadis berkaca mata ini. 

Dirinya juga menampik istilah penjara suci bagi pesantren, sebab penjara selalu berkonotasi negatif meski digandengkan dengan kata suci. Ia menganggap batasan-batasan dalam pesantren merupakan hal yang normal dan positif. Sebab lazimnya memang kehidupan harus dibatasi agar tak menimbulkan dampak negatif ke depannya. Jadi dirinya tak masalah dengan batasan-batasan di pesantren. 

"Selengkap-lengkapnya fasilitas dan seberapa pun besarnya toleransi pesantren, tetap saja tak dapat dipungkiri ada kalanya tak sama enaknya dengan kehidupan di rumah yang serba ada. Kita harus kuat dan sabar menerima keterbatasan itu. Juga aturan pesantren yang mengikat," Ujar putri pasangan dokter Andi Ibrahim dan dokter Andi Risma ini. 

"Terkadang ada yang kurang, tak ada ini dan itu. Kami tak boleh keluar kampus, tak boleh begadang, tak boleh main HP, tak boleh pacaran, tak boleh banyak bermain. Belum lagi kami harus bangun jam dua pagi untuk shalat tahajud, shalat berjamaah, tilawah, belajar hingga sore hari, dan banyak keharusan lainnya yang mesti kami jalani. Yang dibatasi sebenarnya hanyalah hawa nafsu dan keinginan-keinginan yang pada dasarnya tak dibutuhkan. Sementara prestasi dan kreativitas dibuka seluas-luasnya, " Tambahnya. 

Anak penyuka mapel IPS ini meyakini bahwa dengan melalui penderitaan selama belajar enam tahun akan membawa kebahagiaan selama 60 tahun. Dengan membatasi diri dari menyenangkan hawa nafsu demi meraih ilmu di masa muda, akan meluaskan masa tua yang cerah. 

"Saya selalu ingat nasihat Direktur Eksekutif SPIDI, beliau mengatakan bahwa ketika kami belajar, beribadah, dan berdoa di pesantren, pekerjaan orang tua kami menjadi lancar. Hidup diberkahi. Dan rezeki bisa lancar. Bisa saja bapak lancar dalam proses membedah pasiennya dan mama tak sulit membantu proses persalinan pasiennya karena doa-doa saya dalam sujud di sepertiga malam, "katanya lirih. 

Nah, ini dia alasan terbesarnya mondok. Adalah impiannya yang mulia untuk orang tuanya. 

"Saat SD, saya pernah mendengar ceramah bahwa penghafal Al-Qur'an bisa memberi mahkota buat orang tua di akhirat. Sejak saat itu saya pun bercita-cita memakaikan kedua orang tua saya mahkota syurga dengan menghafal dan mengamalkan Al-Qur'an. Dan cara yang efektif untuk menghafal ada mondok di pesantren," ujarnya terbata-bata. Ia terisak. 

Itulah yang terus memotivasinya untuk menghafal Al-Qur'an. Sekarang hafalannya sudah sampai 18 juz setelah 1.5 tahun di SPIDI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun