Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Hampir Menyesal Mendaki Anak Gunung Bawakaraeng

31 Mei 2023   22:23 Diperbarui: 19 Juni 2023   15:54 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tujuan terbesar dari mendaki gunung bukanlah sampai ke puncak, tapi bagaimana agar bisa pulang dengan selamat."

*Anonim

Meski Wadizzuhur terletak di gunung, tapi para santri tetap punya hasrat yang kuat untuk mendaki gunung. Mereka tidak bosan dengan suasana pegunungan.

Ketika guru-guru menawarkan pada mereka untuk rihlah ke pantai atau wahana permainan, mereka kompak menolak. Mereka maunya mendaki gunung.

Dipilihlah mendaki ke danau Tanralili yang ketinggiannya "hanya" 1454 mdpl. Danau yang terletak di kaki gunung Bawakaraeng, tepatnya di desa Manimbahoi, Kec. Parigi, Gowa, Sulawesi Selatan.

Dengan alasan ketinggiannya yang tak begitu ekstrim bagi anak-anak, jalur pendakiannya yang ramai hingga tak perlu takut tersesat, ditambah rasa penasaran mereka yang ingin membuktikan keindahan danau Tanralili yang katanya memesona mata itu.

Segala sesuatu dipersiapkan. Dua minggu lamanya. Mulai dari persiapan fisik, mental, logistik, peralatan, biaya, hingga izin dari masing-masing orang tua yang harus menggunakan voice note sebagai bukti bahwa mereka mengizinkan.

Wadizzuhur 
Wadizzuhur 
***********
Berikut ustadz Muhajir Muhsin, salah satu guru yang ikut mendaki menceritakan keseruan pendakian civitas Wadizzuhur ke Danau Tanralili dan Lembah Lohe.

Senin (29 Mei) saya bersama ustadz Rizky, beberapa pembina, dan 30 orang santri meninggalkan kampus Wadizzuhur menuju Malino. Perjalanan memakan waktu dua jam menggunakan mobil.  

Kami tiba di Desa Lengkese, desa terakhir sebelum memasuki jalur pendakian jam dua siang. Kami memulai registrasi dan mengemas ulang logistik. Langkah pendakian pertama kami mulai pukul 15.30 siang. Jalur pendakian awalnya  santai, tak begitu terjal, landai, membuat kami menikmati pendakian.

Namun, 10 menit perjalanan tibalah kami di jalur pendakian yang dikenal dengan nama "Tanjakan 1.000 Penyesalan". Tanjakan yang betul-betul hampir membuat kami mundur. Bagaimana tidak? Kemiringan gunung hingga 65-70 derajat, permukaan tanjakan yang berkerikil dan berbatu tajam, ditambah air hujan yang sempat turun membuat licin permukaan jalan.

Tak ada lagi wajah yang kelihatan ceria. Ngos-ngosan, capek, lutut lemas, dan peluh membasahi wajah. Di jalur ini kami beristirahat sebanyak empat kali. Untuk minum, menarik nafas dengan baik, menurunkan beban dari punggung, hingga sekadar meluruskan kaki.


Saat alur pendakian ini kami selesaikan, iseng-iseng saya dan pembina bertanya pada para santri apakah mereka menyesal. Mayoritas dari mereka menjawab : "kami betul-betul menyesal." Mereka kena mental.

Untungnya, di situ ada papan bertuliskan kurang lebih begini narasinya : Jangan menyerah sebab perjalanan kami sudah jauh.

Tulisan itu seperti memberi suntikan semangat baru. Padahal baru saja batin berperang antara mundur atau lanjut, yang sepertinya didominasi perasaan ingin menyerah. Akhirnya kami memilih untuk lanjut. Akan lebih menyesal lagi kalau mundur dan pulang. Dan pemandangan indah sepanjang jalur semakin meyakinkan untuk lanjut.

Tanjakan kedua bernama Tanjakan Jaringan yang rutenya mirip dengan tanjakan 1.000 penyesalan kami berhasil lalui.

Tak perlu khawatir kehabisan stok air, sebab sepanjang rute tersedia banyak mata air yang jernih dan segar. Menurut para santri airnya lebih segar dibanding air kemasan yang dijual.

Kami tiba di Danau Tanralili pukul 17.45. Tak sampai tiga jam. Sebuah durasi yang singkat untuk ukuran pemula yang banyak istirahatnya seperti kami ini. Padahal awalnya kami memprediksi akan tiba di malam hari.

Kami ada kesempatan untuk mendirikan tenda, bersih-bersih, dan sebagainya sebelum shalat Maghrib.

Keindahan danau Tanralili benar-benar memanjakan mata. Rasa letih dan capek kami seperti terbayar lunas saat menyaksikannya.

Wadizzuhur
Wadizzuhur


Esok hari, beberapa santri mengusulkan untuk mengunjungi Lembah Lohe, sebuah lembah yang berada di ketinggian 1.930 mdpl. Katanya sangat indah. Sangat disayangkan jika tak ke sana.
 
Meski tak masuk list perjalanan, tapi akhirnya kami ke sana pada pukul 07.30. Alhamdulillah, perjalanan hanya memakan waktu 30 menit untuk sampai.

Bagi saya Lembah Lohe seperti negeri dongeng. Hamparan bukit beralaskan rumput hijau dan lumut membentuk bentangan alam bak permadani hijau raksasa. Beberapa aliran sungai kecil yang jernih menambah indah pemandangan. Berasa seperti di syurga.

Masya Allah, tak ada yang tak berdecak kagum melihat ciptaan Allah yang sungguh sempurna ini. Menambah keyakinan kepada kebesaran dan keindahan Sang Pencipta.

Tak berlama-lama di Lembah Lohe, kami pulang kembali ke Danau Tanralili. Sebelum pulang, kami makan siang dulu dengan menu mie gelas, ketupat, dan buras untuk mengisi energi.

Kami meninggalkan Danau Tanralili pukul 11.50. Dan tiba di tempat registrasi pukul 14.15.

Salah seorang santri mengusulkan untuk menginap semalam di villa milik orang tuanya di Malino. Agar tubuh yang pegal dan lemas bisa beristirahat sebelum pulang ke kampus Wadizzuhur.

Bagi para santri, dapat menikmati keindahan panorama alam Danau Tanralili dan Lembah Lohe adalah impian yang menjadi kenyataan. Tenaga yang terkuras dan biaya yang dikeluarkan setimpal dengan apa yang dinikmati.

Pendakian ini juga mengajarkan banyak hal seperti kemahakuasaan Allah Sang Pencipta, solidaritas, semangat pantang menyerah, dan bertemu dengan pendaki lain yang bersahabat.

Kami semua merasa bersyukur pada Allah dengan terhindarnya kami dari hal-hal yang kami khawatirkan sebelum mendaki. Sungguh itu jauh lebih kami syukuri dibanding dapat sampai ke Danau tanralili atau menikmati Lembah Lohe sekalipun sebab dapat pulang ke rumah dengan selamat adalah tujuan utama dari mendaki.
 

***********

Terima kasih pada para orang tua atas doa dan dukungannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun