Selepas shalat lail, ia bertekad menghafal dua halaman Al-Qur'an selama sejam sampai shalat shubuh ditunaikan. Sesuatu yang tak pernah ia lakukan. Dan ternyata ia bisa dan mudah baginya. Ia tersenyum bahagia.
"Ibu, Tita dapat nilai A semua mapel dalam ujian mid semester. Hafalan Tita sudah 5 juz" Ucapnya suatu hari saat ia sudah tiga bulan belajar di Spidi pada ibu yang ada di balik sambungan telepon.
Berapa kali Tita mengalami pasang surut semangat? Tak terhitung jumlahnya. Tapi selalu berhasil bangkit lewat motivasi guru dan temannya. Pun oleh kemauan tak boleh kalah oleh teman. Juga terpengaruh dari apa yang ia lihat dari orang di sekitarnya yang rajin dan bersemangat. Tita menyadari betul pentingnya lingkungan yang baik. Gadis berusia 14 tahun itu berhasil merawat konsistensinya dalam belajar dan beribadah dengan aturan sekolah yang kasat mata membelenggu, namun sejatinya menuntunnya ke arah di mana ia dan impiannya bisa berpelukan manja.
Hingga kini di kelas sembilan bahasa, Anisah Nailatul Izzah Aras jika berlebihan dikatakan terbaik, ia merupakan salah satu siswi terbaik. Profil siswi smart, shalihah, 'malebbi' (anggun) tereflesikan pada dirinya.
Kisah Tita dan pertentangan batinnya adalah salah satu kisah dari seribu satu kisah perjuangan dan pengorbanan di sekolah ini. Tak dimungkiri ada yang gagal. Tapi jauh lebih banyak yang sukses.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H