Mohon tunggu...
Muhammad AkhulMuslimin
Muhammad AkhulMuslimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG, seorang yang labil dalam segala hal, dan belum menemui bakat saya, tetapi saya mempunyai beberapa hobi seperti membuat script, olahraga, memasak, dan membuat eksperimen aneh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam dan Nasionalisme

28 Oktober 2023   13:03 Diperbarui: 28 Oktober 2023   14:04 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Al-Quran, sebaliknya, mempunyai banyak nilai. Sikap nasionalis dan bersemangat

Mereka yang duduk di dalam Pemerintah harus bertindak sebagai representasi rakyatnya.

Mewakili berarti berada di sana atas nama orang lain yang berhalangan hadir. Tentu saja, pemilu bukan satu-satunya cara untuk memperoleh keterwakilan atau menjamin keterwakilan suatu pemerintahan. Raja-raja yang memerintah selama beberapa generasi pada Abad Pertengahan memandang diri mereka sebagai juru bicara komunal. Hanya pemikir Kontrak Sosial Rousseau yang menyangkal kegunaan representasi untuk tujuan legislatif. Status seseorang dalam pemerintahan terkadang dianggap tidak memiliki jaminan bahwa mereka akan "mewakili secara eksistensial" warga negaranya sampai mereka memiliki kualitas-kualitas penting seperti ras, agama, jenis kelamin, atau usia.

Persoalan mengenai keterwakilan internal, pada kenyataannya, sangat terkait erat dengan demokrasi.

Memang benar, banyak tokoh nasionalis pada masa itu yang kurang memahami Islam. Mungkin Mohammad Hatta adalah salah satu dari sedikit orang yang terpilih. Karena itulah Salim mengajak mereka untuk belajar tentang Islam dan kehidupan Nabi.

Bukankah kaum nasionalis berasal dari negara mayoritas Muslim?

Dalam kutipan di atas, Soekarno juga berusaha menghilangkan kesalahpahaman antara beragam ide politik di Indonesia. Namun keinginannya untuk menyatukan Islam dan Marxisme dinilai tidak realistis karena keduanya mengandung komponen filosofis yang tidak dapat didamaikan. Komponen ateis dalam Marxisme merupakan suatu hambatan.

Alasan utama mengapa Islam harus menentangnya. Sukarno rupanya terobsesi

Karena keinginannya yang mendesak akan persatuan nasional, ia melupakan perbedaan mendasar antara Islam dan Kristen.

Berbeda dengan Sukarno, Hatta, ikon nasionalis lainnya, sadar betul bahwa mengawinkan Islam dengan Marxisme/komunisme adalah usaha yang sia-sia. Hatta tidak pernah percaya pada komunisme.18 Studi Hatta tentang Marxisme dan pengalamannya di Belanda semakin meyakinkannya bahwa komunisme tidak akan pernah bisa didasarkan pada kerja sama.

Gaya bicara Hatta yang keras sesuai dengan kepribadiannya yang tegar dan kokoh. Sebagai salah satu delegasi dunia terjajah, Hatta baru berusia 23 tahun saat menyampaikan pernyataan tersebut, yang menandakan bahwa ia telah matang secara kognitif. Ramalannya untuk memperoleh kemerdekaan dengan cara-cara kekerasan akhirnya terwujud dalam sejarah: perjuangan nasional kita akhirnya tercapai melalui pengorbanan banyak darah yang tertumpah dan mengalir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun