1. Samin Singkep
Suku Samin ini memiliki ciri dengan tutur kata yang halus dan masih memakai Bahasa yang santun kepada orang-orang tua. Salah satu ciri yang lain jalan perlawanan dengan cara perilaku dengan model niteni (memperhatikan miliknya sendiri). Cara ini konkritnya ialah ketika ditarik pajak akan hasil buminya maka ai akan menggunakan pola fikir bahwa tanah yang digarap ialah tanahnya sendiri bukan tanah dari Bangsa Belanda mengapa harus membayar pajak untuk miliknya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa Samin Sikep dengan cara ini menolak pajak sebagai bentuk perlawanannya
2. Samin Sangkah
Suku Samin sangkah memiliki karakter yang berbeda dengan Samin Singkep. Samin Sangkah ditandai dengan tutur Bahasa yang kasar kepada bangsa Belanda dan pribumi pegawai Belanda. Pola dari Bahasa kasar ini dengan memakai Bahasa Jawa Ngoko kepada Belanda beserka kaki tangannya. Pemakaina Bahasa ini menunjukan nilai-nilai persamaan derajat yang diusung oleh suku Samin kepada belanda. Selain itu yang menjadi ciri dari Samin Sngkah ini ialah perilaku dengan model logika berasarkan perspektif mereka sendiri. Pola ini secara kinkrit ialah ketika ditanya berepa jumlah sapi yang dimilikinya maka ia akan menjawab dua walaupun sebenarnya memiliki sapi lebih dari dua. Hal ini sesuai asumsi mereka menghindari pajak dari Belanda serta membungungkan Belanda dalam mencari informasi akan gerakanya.
Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga pada tahun 70-an, mereka baru tahu Indonesia merdeka. Kelompok Samin ini tersebar sampai Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayahnya. Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi. Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negative. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro
- KEPERCAYAAN DAN MAGI SUKU SAMIN
Penganut Saminisme mempercayai akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan mengakui segala bentuk kebaikan agama karena agama mengajarkan kebaikan kepada setiap umatnya[1]. Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran, yaitu: tidak bersekolah, memakai "iket", yakni semacam kain yang diikat di kepala, tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut, dan tidak berdagang karena bagi mereka berdangang menimbulkan sikap ketidakjujuran dan tidak baik.
Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:
1. Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik orang.
2. Bersikap sabar dan jangan sombong.
3. Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu, dibawa abadi selamanya. Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.
4. Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur, dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan terdapat unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.