Mohon tunggu...
Akhmad NaufalHafiz
Akhmad NaufalHafiz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Newbie Writter

Man Jadda Wa Jada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Agama Lokal Suku Samin

19 Maret 2021   11:39 Diperbarui: 19 Maret 2021   11:43 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia sendiri agama menjadi suatu hal yang sangat penting, semua warga negara Indonesia memiliki kepercayaan masing. Keanekaragaman membuat banyak  kepercayaan yang berkembang secara alamiah di Nusantara. Di Jawa banyak sekali kepercayaan yang berkembang berawal dari kemajemukan masyarakat disekitarnya, sedangkan struktur masyarakat jawa terbagi menjadi dua, yaitu masyarakat pesisir dan pedalaman. Salah satu contoh masyarakat yang terdapat di Jawa yaitu masyarakat Suku Samin. Suku Samin komunitas yang memiliki sebuah kepercayaan tersendiri. Suku Samin merupakan komunitas yang berkembang di daerah Bojonegoro, Jawa Timur. Daerah Bojonegoro yang statusnya sebagai daerah pedalaman yang memiliki kepercayaan- kepercayaan lokal yang berkembang.  

Ajaran Samin (disebut juga Pergerakan Samin atau Saminisme) adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat ini adalah keturunan daripada pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan "sedulur sukep", di mana mereka mengorbankan semangat perlawanan tehadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan. Masyarakat Samin ialah suatu masyarakat suku di Jawa Tengah tepatnya ada di kabupaten Blora. Saminisme ini berasal dari pemikiran seorang tokoh yang bernama Samin Surosentiko yang sebenarnya memiliki nama Raden Kohar seorang putra dari Raden Surosentiko yang sangat membenci Belanda. Pada tahun 1840 Raden Surowidjojo bertindak sebagai perampok dan menyerahkan hasilnya pada rakyat miskin dan sisanya dugunakan untuk mendirikan komunitas "TIYANG SAMI AMIN". Selanjutnya pada tahun 1859 lahirlah Raden Kohar anak dari R. Surowidjoyo yang sering disebut Samin Surosentiko di Desa Ploso, Kabupaten Blora. Raden Surowidjoyo merupakan putra Raden Mas Adipati brotodiningrat yang memiliki dua putra yaitu R Ronggowirjodiningrat dan R Surowijdjojo. 

Pada tahun 1840 R. suryowijoyo mendirikan perkumpulan pemuda yang diberinama “TIYANG SAMI AMIN” Kata ini dapat di interpretasikan sebagai sebuah wujud demokrasi yang berlandasan pada persetujuan bersama sebagai landasan yang sah yang didukung komponen masyarakat banyak. Persetujuan ini ialah persetujuan sekelompok orang yang kemudian sering disebut dengan Suku Samin. Dari nama perkumpulan pemuda itulah muncul istilah samin. Samin artinya "sama", maksudnya "bersama-sama membela Negara Indonesia". Dalam perkumpulan ini pemuda di ajarkan tingkah laku yang baik terhadap sesama. Jangaan sampai melakukan hal yang semena-mena, harus berjiwa besar, sabra, dan harus menentang penjajahan. Hal serupa di ajarkan kepada anak cucunya dan juga memberi pesan kepada anak cucunya yang ada di mana saja untuk menolak membayar pajak kepada penjajah. Oleh karena itu pada masa penjajah belanda anak cucu R. suryowijiyo menolak membayar pajak kepada belanda tujuan menolak pajak sebenarnya adalah perang yang tidak dapat di istilahkan : jalan masuk air, sebab perang tidak menggunakan senjata, harus sabar tapi pasti. Oleh karena itu dalam melawan Belanda dapat disebut “Sirep” atau sepi. Dengan adanya hal tersebut penjajah mengadakan keturunan R. Suryowijoyo adalah orang-orang “Dablek” atau susah diatur. Sejak itulah nama “Samin” menjadi terkenal, sebab meskipun kelompok Samin perampok, tetapi bila di rasakan betul ajarannya baik. Karena di samping suka menolong orang miskin jiga tegas menentang penjajah.

Selain dari faktor kebencian akan penjajah dan perlakuan sewenag-wenang dari bumi putera yang menjadi perangkat pemerintah kepada masyarakat menjadi factor pendorong dari perlawanan masyarakat Samin. Pada dasarnya Suku Samin merupakan suku yang menginginkan persamaan derajat antara satu manusia dengan manusia lain. Dalam hal ini maka gerakan ini menginginkan persamaan derajad antara penduduk pribumi yaitu petani dan Belanda beserta kaki tangannya yaitu Bumi Putra atau Pribumi yang menjadi pegawai Belanda. Secara rohani setiap suku di Indonesia yang mengharapkan datangnya Ratu Adil, juga mengilhami gerakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Hal ini dapat dilihat dari diangkatnya Samin Surosentiko sebagai Ratu Adil dengan gelar "Prabu Panembahan Surya Alam" pada tahun 1907. Dengan diangkatnya Samin Surosentiko sebagai Ratu Adil membawa keadilan dan kesejahteraan, akan tetapi menurut Samin Surosentiko sendiri, ia tidak mengakui hal tersebut sehingga Belanda tidak dapat memberikan hukuman yang berat kepada Samin Surosentiko, hanya membuangnya keluar Jawa untuk meredam gerakan Samin.

Ajaran Ki Samin berkaitan dengan ilmu uduk jiwa raga, jasmani dan rohani mengandung lima saran yaitu :

      1. Kehendak yang didasari usaha pengendalian diri.

      2. Dalam beribadah kepada yang maha kuasa harus menghormati sesame makhluk Tuhan

      3. Dalam mawas diri, melihat batin sendiri setiap saat dan menyelaraskan dengan lingkungan

      4. Dalam menghadapi bencana atau bahaya yang merupakan cobaan dari yang maha kuasa berperang pada budi pekerti

      5. Saran ajaran Ki Samin tersebut merupakan senjata yang paling baik dan memiliki khasiat yang ampuh, karena dalam kehidupan banyak godaan               dari segala arah.

Kemudian suku Samin dibagi menjadi dua berdasarkan karakter perilakunya yaitu:

1. Samin Singkep

Suku Samin ini memiliki ciri dengan tutur kata yang halus dan masih memakai Bahasa yang santun kepada orang-orang tua. Salah satu ciri yang lain jalan perlawanan dengan cara perilaku dengan model niteni (memperhatikan miliknya sendiri). Cara ini konkritnya ialah ketika ditarik pajak akan hasil buminya maka ai akan menggunakan pola fikir bahwa tanah yang digarap ialah tanahnya sendiri bukan tanah dari Bangsa Belanda mengapa harus membayar pajak untuk miliknya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa Samin Sikep dengan cara ini menolak pajak sebagai bentuk perlawanannya

2. Samin Sangkah

Suku Samin sangkah memiliki karakter yang berbeda dengan Samin Singkep. Samin Sangkah ditandai dengan tutur Bahasa yang kasar kepada bangsa Belanda dan pribumi pegawai Belanda. Pola dari Bahasa kasar ini dengan memakai Bahasa Jawa Ngoko kepada Belanda beserka kaki tangannya. Pemakaina Bahasa ini menunjukan nilai-nilai persamaan derajat yang diusung oleh suku Samin kepada belanda. Selain itu yang menjadi ciri dari Samin Sngkah ini ialah perilaku dengan model logika berasarkan perspektif mereka sendiri. Pola ini secara kinkrit ialah ketika ditanya berepa jumlah sapi yang dimilikinya maka ia akan menjawab dua walaupun sebenarnya memiliki sapi lebih dari dua. Hal ini sesuai asumsi mereka menghindari pajak dari Belanda serta membungungkan Belanda dalam mencari informasi akan gerakanya.

Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga pada tahun 70-an, mereka baru tahu Indonesia merdeka. Kelompok Samin ini tersebar sampai Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayahnya. Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi. Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negative. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro

  • KEPERCAYAAN DAN MAGI SUKU SAMIN

Penganut Saminisme mempercayai akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan mengakui segala bentuk kebaikan agama karena agama mengajarkan kebaikan kepada setiap umatnya[1]. Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran, yaitu: tidak bersekolah, memakai "iket", yakni semacam kain yang diikat di kepala, tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut, dan tidak berdagang karena bagi mereka berdangang menimbulkan sikap ketidakjujuran dan tidak baik.

     Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:

          1. Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah                                    mengingkari atau membenci agama. Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik                        orang.

          2. Bersikap sabar dan jangan sombong.

          3. Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu, dibawa abadi selamanya. Menurut orang                Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.

          4. Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur, dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan                         terdapat unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.

Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran :

          1. Tidak bersekolah,

          2. Tidak memakai peci, tapi memakai “iket”, yaitu semacam kain yang diikatkan di kepala mirip orang Jawa dahulu,

          3. Tidak berpoligami,

          4. Tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut,

          5. Tidak berdagang, dan

          6. Penolakan terhadap kapitalisme

  • UPACARA ADAT DAN KEPERCAYAAN SUKU SAMIN

            Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.

 1. Upacara Kelahiran

 Kelahiran menurut masyarakat Samin adalah sesuatu hal yang dianggap biasa saja. Masyarakat Samin juga mengenal brokohan bancakanmbel-mbel yang dibagi-bagikan kepada tetangga dinamakan "mbrokohiturunan". Kemudian setelah sang bayi berusia lima hari dibuatkan juga mbel-mbelsepasaran, lalu pada saat bayi berusia sembilan hari juga dibuatkan mbel-mbel selapan.

      Ada ritual yang dinamakan penanaman tembuni yang dibedakan antara pria dan wanita. Penanaman tembuni bagi anak laki-laki ditanam di dalam rumah agar si anak laki-laki itu ketika dewasa bisa membantu sang ayah dalam mencari penghasilan. Sementara itu, anak perempuan tembuninya ditanam di luar rumah dengan harapan si anak cepat mendapat jodoh.

      2. Upacara Khitan atau Ditoreh

 Masyarakat Samin sebenarnya tidak mengenal khitan atau sunat. Mereka mempunyai pandangan, mengapa anggota tubuh yang sudah ada sejak lahir harus dikurangi atau dihilangkan. Akan tetapi dalam kenyataan sehari-hari, seorang anak laki-laki yang sudah menginjak masa “Adam Birahi” atau seseorang yang sudah memasuki akil baligjuga disunat sebagai laki-laki yang beragama Islam. Tidak ada upacara resmi dalam melaksanakan sunat atau ditoreh, hanya si anak dibawa ke bong supit, yang disebut dengan istilah calak. Masyarakat Samin mengatakan bahwa disunat atau ditoreh itu mengandung pengertian memperindah alat kelamin.

     3. Upacara Perkawinan

Dalam perkawinan, ini harus didasari atas suka sama suka (pada demen) dan tidak ada unsur paksaan. Monogami adalah prinsip dari perkawinan mereka. Dalam prosesi perkawinan masyarakat Samin ialah adanya masa magang, serta tidak melibatkan aparat pemerintahan atau petugas pencatatan sipil. Cukup dihadiri orang tua atau wali dan beberapa saksi, perkawinan sudah sah. Perkawinan menurut ajaran Saminisme, ialah alat untuk meraih keluhuran budi yang selanjutnya untuk menciptakan atmaja  (keutamaan) yaitu seorang anak yang mulai. Tata cara perkawinan masyarakat Samin yaitu hidup serumah sebelum melangsungkan perkawinan disebut juga sebagai masa magang (menunggu). Bila keduanya sudah benar-benar bisa melakukan senggama (rukun), maka calon pengantin laki-laki menghadap calon mertua untuk siap mengawini mempelai perempuan.

     4. Upacara Kematian

Manusia itu tidak pernah mati, yang mati dan rusak itu adalah jasadnya saja. Mayat yang akan dikubur dipelihara sedemikian rupa, seperti sebelum dikubur, kemudian dimandukan, di bungkus dengan kain kafan,  kemudian dikubur dengan menghadap ke arah Utara Selatan, menghadap ke Barat, kemudian diberi nisan.

  • INTERAKSI SUKU SAMIN DENGAN AGAMA-AGAMA LAIN

Khoirul Huda dan Anjar Mukti Wibowo membagi interaksi yang sering dilakukan masyarakat Samin menjadi dua cara, sebagai berikut :

 1. Proses Asosiatif

  • Kerjasama

 Di dalam bentuk interaksi ini baik suku Samin dengan masyarakat   pada umumnya sering melakukan kerja sama dalam hal gotong royong antar           anggota masyarakatnya, misalnya gotong-royong membantu pembangunan rumah warga dengan sistem sambatan. Selain itu kerja bakti untuk   membantu perbaikan sarana dan prasarana lingkungan seperti, pertama pembangunan akses jalan di Dusun Jepang dengan pengaspalan yang        didapat dari bantuan pemerintah. Kedua, kerja sama dalam hal membangun balai Budaya yang nantinya tempat ini akan dijadikan sebagai pusat        informasi Suku Samin. Ketiga, sinoman (pladen) saat ada masyarakat yang punya hajat. Hal ini khusunya keturunan orang Samin generasi muda yang sering terlibat dalam hal membantu sinoman ini, namun Samin sepuh juga membantu sebatas memberi komando dalam acara tersebut.

  • Akomodasi

Bentuk interaksi ini berupa adanya sebuah rasa toleransi misalnya berkaitan dengan upacara keagamaan. Sebenarnya warga Samin secara tradisi memiliki cara tersendiri dalam peribadatan dan tidak terlihat oleh masyarakat awam. Namun ketika ada acara keagamaan secara umum mampu menghormati dan terkadang tidak ada pengusikan terhadap pelaksanaan acara itu. Di samping itu perbedaan pendapat ketika dalam musyawarah warga Samin sering menerima hasil keputusan rapat tersebut. Di samping itu juga menjalankan bentuk 

akomodasi besifat compromise (persetujuan) dimana ketika menghadapi suatu permasalahan jalan ini sering mereka tempuh. ini       dibuktikan ketika ada kesalahpahaman seperti sengketa pengukuran tanah yang terkadang dari pihak orang Samin selalu kukuh pada pendapatnya serta      lahan itu tidak mau disertifikatkan, dan kemudian diajak musyawarah      selanjutnya mereka akhirnya mau menerima putusan itu.

2. Proses Disosiatif

Pada dasarnya bentuk disosiatif dilatarbelakangi perbedaan- perbedaan pendapat. Konflik yang sering terlihat adalah saat adanya berbagai bantuan seperti ternak, pupuk yang diprioritaskan pada masyarakat Samin. Sayangnya bantuan yang diajukan dari Pemerintah itu seharusnya juga mencakup ke seluruh lingkungan Dusun Jepang.

Misalnya saja ada bantuan sapi sebanyak 300 ekor untuk lingkungan Samin namun bagi orang Samin yang berhak memelihara adalah orang Samin. Namun menurut perangkat pemerintahan, seharusnya bantuan sapi tersebut lebih baik diberikan ke warga Dusun itu yang belum mempunyai sapi sebab bantuan ini bersifat bersama, karena di Dusun Jepang terkenal dari adanya orang Samin, maka mereka mengklaim bantuan tersebut lebih baik untuk masyarakat Samin saja. 

REFERENSI

- Alfia, Dra. Neng Darol. Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada Beberapa Suku di Indonesia. (Jakarta: Badan Litbang Departemen Agama RI). 1998

- Huda, Khoirul, Anjar Mukti Wibowo. Interaksi Sosial Suku Samin Dengan Masyarakat. Jurnal Agastya Vol. 03 No. 01. 2013

- Munawaroh, Siti, Christriyati Ariani, Suwarno. Entografi Masyarakat Samin di Bojonegoro. Yokgyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya. 2015             

- Puji, Indah. Interaksi Sosial Komunitas Samin Dengan Masyarakat Sekitar dalam Komunitas. Jurnal Vol. 5 No.1. 2013

- Suwarno. Konsep tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai kebatinan jawa. (Jakarta:Pt.Raja Grafindo). 2005

- https://id.wikipedia.org/wiki/Ajaran_Samin

- http://cahyanirina.blogspot.com/2014/12/makalah-tentang-samin.html

- http://asalmulasukusamin.blogspot.com/2015/09/asal-mula-suku-samin.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun