Teori ini mengambil inspirasi dari ajaran para nabi yang menekankan keseimbangan antara kebutuhan fisik, mental, dan spiritual, yang semuanya terintegrasi dalam kerangka motivasi yang utuh dan seimbang.
Kebutuhan spiritual, dalam pendekatan ini, dilihat sebagai bagian dari hierarki kebutuhan yang lebih tinggi, yang melampaui aktualisasi diri menuju aktualisasi transendental, atau hubungan dengan yang Maha Tinggi. Konsep ini selaras dengan pemikiran insan kamil dalam tradisi Islam, yang menempatkan kesempurnaan manusia dalam hubungan yang selaras dengan Tuhan, dirinya sendiri, dan komunitasnya (Nasr, 1992).
Kritik terhadap teori motivasi Barat dalam konteks spiritual menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan tersebut sering kali tidak memadai dalam memahami kebutuhan spiritual manusia.Â
Tokoh-tokoh seperti Seyyed Hossein Nasr, Muhammad Iqbal, dan Al-Ghazali memberikan kritik terhadap pandangan Barat yang mengabaikan dimensi spiritualitas. Pendekatan Profetik-Humanistik menawarkan solusi integratif yang memandang manusia secara holistik, mencakup aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.Â
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan humanistik, teori ini memberikan alternatif yang lebih komprehensif untuk memahami motivasi dan perkembangan manusia dalam konteks kehidupan yang lebih luas dan bermakna. Wallahu A'lam bi Al Shawaab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H