Kelucuan itu subjektif, sedangkan humor sangat kontekstual, terikat dengan budaya, kesebayaan, kondisi emosional dan juga masih banyak lagi.Â
Namun bagaimanapun juga, ada faktor-faktor utama yang digunakan manusia untuk memantik humor. Ini sangat potensial jika kita mengetahuinya sejak dini (usia anak).
Bagaimana Humor Kita Lihat Sebagai Potensi Kecerdasan?
Sebelum penelitin di Turki, banyak penelitian yang berfokus pada kemampuan humor dan potensi kecerdasan secara umum.Â
Salah satunya adalah hasil studi Christensen dan keempat koleganya yang terbit tahun 2018 yang memperoleh hasil adanya hubungan antara kemampuan untuk menjadi lucu dan kecerdasan.Â
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts tersebut menyebutkan bahwa produksi kejenakaan sangat berkaitan dengan kemampuan kognitif seperti memori, fungsi eksekutif dan juga fungsi bahasa.Â
Anak-anak yang lucu mampu melihat konteks dengan cepat, merasionalisasi kemudian memproduksinya dalam bentuk materi humor.Â
Selain kemampuan itu, mereka juga mampu memprediksi situasi untuk kemudian kapan humor itu dilepaskan sehingga dapat dinikmati orang-orang di sekitarnya.
Menariknya, pada penelitian lain yang dipublikasi oleh jurnal Personality and Individual Differences tahun 2016, anak-anak humoris mampu menggunakan humor pada situasi-situasi yang mereka butuhkan.Â
Claire L. Fox dan kedua koleganya menyebut anak-anak sering menggunakan humor untuk beberapa kepentingan, di antaranya diterima secara sosial dan diikutsertakan oleh teman sebayanya serta untuk mendapatkan perhatian.Â
Selain itu, humor juga bisa menjadi mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) bagi mereka, memungkinkan anak-anak mengalihkan perhatian dari sesuatu yang negatif dan mengalihkan fokus ke lelucon itu sendiri.Â