Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Memahami Siklus Konflik antara Orangtua dan Anak

4 Maret 2019   15:19 Diperbarui: 5 Maret 2019   17:57 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perilaku
Pada gilirannya, munculnya emosi negatif memicu seseorang berperilaku destruktif (seperti melawan, membantah, menangis dll). Begitu juga anak-anak kita. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk melihat perilaku 'buruk' anak-anak sebagai sebuah gejala dari apa yang belum selesai sebelumnya atau bagian pertama dari 'siklus konflik' yang mendapat perhatian kita.

Kembali pada kasus di atas, apakah kemudian anak-anak segera merubah perilakunya dengan membereskan mainan sesuai yang kita inginkan? Tidak, karena anak-anak akan menangis atau merajuk. Sudut pandang siklus konflik melihat perilaku menangis pada kasus di atas bukan sebagai sebuah perilaku yang muncul tiba-tiba karena anak ingin melawan, namun sebagai gejala atas hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan, diinginkan dan dirasakan anak.

Secara tradisional, kita mengenal istilah bahwa anak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan karena mereka menginginkan perhatian, kekuatan dan juga kontrol. Saya percaya hal tersebut masih berlaku, bahwa anak membutuhkan perhatian dari orang disekitarnya, dia juga selalu menginginkan kekuatan dan kontrol penuh atas apa yang dia lakukan. 

Ketika dia bermain (tentunya berantakan), anak membutuhkan orangtua mereka untuk memberikan perhatian positif seperti 'waah keren sekali, apa itu yang sedang dibuat?' atau hal-hal lain yang menunjukkan perhatian sekaligus memberikan konrtol pada anak untuk menjelasakan apa yang sedang dia inginkandan lakukan pada mainannya.

Jika hal tersebut tidak terjadi, bahkan terjadi sebaliknya, hal dasar yang diinginkan anak otomatis tidak tercapai. Inilah yang membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan keinginan orangtua. Siklus konflik LSCI memberikan gambaran dasar bagaimana orangtua memprediksikan perilaku anak-anak mereka, sehingga tidak memberikan respon yang justru memperkeruh keadaan dan memancing konflik.

Merespons perilaku anak
Tanggapan orangtua merupakan satu-satunya elemen dalam siklus LSCI yang dapat dikendalikan. Jika tujuan utama kita adalah untuk mengajarkan anak mengetahui pilihan perilaku mereka, kita harus mulai dengan memberi contoh pilihan positif dari diri kita sendiri, terutama dalam hal bagaimana kita merespons perilaku anak-anak kita yang tidak diinginkan.

Kasus di atas menunjukkan bahwa orangtua menggunakan opsi tradisional Berikut adalah beberapa alternatif pilihan respon perilaku kita dari kasus di atas:

  • Menggunakan pendekatan tradisional dengan tegas memberitahu anak untuk merapikan mainan dan segera menghentikan tangisannya. 

Opsi ini mungkin saja tepat untuk mengontrol perilaku anak saat kejadian, namun itu akan menjadi kesempatan yang terlewatkan bagi orangtua untuk terhubung dan berkomunikasi dengan anaknya, untuk membantu anak berlatih keterampilan menenangkan, dan untuk berlatih menghubungkan bahasa dengan emosi.

Akibatnya bisa jadi anak merapikan mainannya, namun sangat mungkin akan menjadi peristiwa stres bagi anak dan lebih memilih menghindari aktivitas yang sama kemudian hari. Artinya, anak tidak menerima opsi orangtua, namun menghindarinya di lain waktu.

  • Opsi lain menggunakan LSCI adalah mencoba memasuki otak rasional anak dalam upaya untuk mendapatkan lebih banyak respons logis. Dimulai dengan menempatkan posisi badan setingkat dengan anak (berjongkok) dan mulai berbicara "main-mainnya seru banget kayaknya". Ini adalah respon positif pertama. Lanjutkan dengan kata-kata lain yang sekiranya dapat membantu mereka membereskan mainnnya, seperti "pasti capek ini main-mainnya, nanti kita bantu beresin ya". Jika anak merajuk dan menangis, biarkan mereka menangis, berikan pelukan. Jikalau anak bertindak agresif, tetap saja pelukan menjadi opsi paling baik untuk meredakannya. "Tenang, kemarin kan kita sudah belajar bersih-bersih, pasti hari ini akan lebih cepat beresinnya, kan kita sudah latihan"

Tidak lebih tiga menit waktu dibutuhkan untuk menempatkan anak pada opsi yang lebih baik sesuai dengan keinginan kita. Ada waktu untuk menetapkan standar dan berkomunikasi dengan anak tentang perilaku mereka. Pemahaman siklus konflik membantu orangtua memahami peta yang lebih efektif mengatasi hubungan mereka dengan anak-anaknya. Bisa jadi tulisan ini mudah untuk dipahami, namun belum tentu mudah diimplementasikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun