Mohon tunggu...
Akhmad Jayadi
Akhmad Jayadi Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Pamekasan, Madura. Menuntaskan studi S1 di Malang. Sampai sekarang sudah 3 tahun lebih bekerja di Jakarta, di sebuah LSM,The Habibie Center.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

A Tribute to Mbah Maridjan

11 November 2010   04:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:42 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Solat selesai pukul 10.25 WIB. Rektor UII, Prof Edy Suandi Hamid memberikan ceramah. Jamaah diminta bersaksi atas kebaikan para janazah. Semua mengamini. Ceramah yang menutup prosesi solat janazah itu diakhiri dengan doa. Dengan pelan dan khidmat, Rektor bermunajat:

“Ya Allah, sebagaimana hadits Rasul-Mu Muhammad SAW, bahwa orang yang wafat karena api (hawa panas, red) adalah syuhada. Maka terimalah Mbah Maridjan dan 30-an para korban merapi sebagai jiwa yang syahid.”. Kalimat "Amiin" menggaung serempak dengan nada rendah di auditorium yang tinggi itu.

Tiga peti berbungkus kain linen putih itu lalu dibawa kembali ke mobil janazah. Kiyai, pendeta dan biksu mengawal di depan.

“Mbah Maridjan diantar para pemuka lintas agama”. Kata seorang karyawan kampus UII di belakang saya.

Sirine kembali meraung. Memecah sunyi kampus UII. Pukul 10.35 WIB. Menuju Srunen, Glagah Harjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Tempat Mbah Marijan akan dikebumikan. Tepat berdampingan dengan Mbah (kakek) nya, sang penjaga merapi yang telah digantikannya sejak 28 tahun lalu.

Perjalanan dari UII ke Dusun Srunen ditempuh sekitar 1 jam. Menjelang Srunen, banyak tenda didirikan, baik untuk pengungsi maupun sukarelawan. Tak terhitung spanduk iklan produk, LSM, badan pemerintahan maupun partai polltik. Semua ambil bagian dalam musibah merapi ini.

Di kampung yang tinggi itu, jumlah pelayat membludak. Dari rombongan janazah, warga lokal, tamu dari Jakarta, petugas keamanan dan sebagainya. Ribuan. Dimana-mana tampak pengamanan. Polisi, Pam Swakarsa, hingga Banser NU.

Bagi Pak Tulus, 50 tahun-an, "Pak De Maridjan adalah panutan, yang selalu memberi contoh baik bagaimana mengabdi dan setia pada amanah". Pak Tulus menikah dengan perempuan asli Srunen. Sejak itu beliau kenal Mbah Maridjan.

Ahmadi, pria muda 26 tahun, petugas keamanan dari Banser NU dari kampung lain ditugaskan khusus di pemakaman siang itu. Di tengah panas dan sesak bau hawa vulkanik, dia tetap semangat mengatur parkir kendaraan. Dia hanya tahu sedikit tentang Mbah Maridjan. Ini dilakukannya demi penghormatannya pada sosok yang dikaguminya itu.

"Beliau adalah dewan syuriah NU Yogyakarta, Mas.""Jika ditanya tentang agamanya, Mbah Maridjan bilang, agamanya ya, NU itu."

Janazah dikebumikan sesaat setelah adzan dzuhur dikumandangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun