Solat selesai pukul 10.25 WIB. Rektor UII, Prof Edy Suandi Hamid memberikan ceramah. Jamaah diminta bersaksi atas kebaikan para janazah. Semua mengamini. Ceramah yang menutup prosesi solat janazah itu diakhiri dengan doa. Dengan pelan dan khidmat, Rektor bermunajat:
“Ya Allah, sebagaimana hadits Rasul-Mu Muhammad SAW, bahwa orang yang wafat karena api (hawa panas, red) adalah syuhada. Maka terimalah Mbah Maridjan dan 30-an para korban merapi sebagai jiwa yang syahid.”. Kalimat "Amiin" menggaung serempak dengan nada rendah di auditorium yang tinggi itu.
Tiga peti berbungkus kain linen putih itu lalu dibawa kembali ke mobil janazah. Kiyai, pendeta dan biksu mengawal di depan.
“Mbah Maridjan diantar para pemuka lintas agama”. Kata seorang karyawan kampus UII di belakang saya.
Sirine kembali meraung. Memecah sunyi kampus UII. Pukul 10.35 WIB. Menuju Srunen, Glagah Harjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Tempat Mbah Marijan akan dikebumikan. Tepat berdampingan dengan Mbah (kakek) nya, sang penjaga merapi yang telah digantikannya sejak 28 tahun lalu.
Perjalanan dari UII ke Dusun Srunen ditempuh sekitar 1 jam. Menjelang Srunen, banyak tenda didirikan, baik untuk pengungsi maupun sukarelawan. Tak terhitung spanduk iklan produk, LSM, badan pemerintahan maupun partai polltik. Semua ambil bagian dalam musibah merapi ini.
Di kampung yang tinggi itu, jumlah pelayat membludak. Dari rombongan janazah, warga lokal, tamu dari Jakarta, petugas keamanan dan sebagainya. Ribuan. Dimana-mana tampak pengamanan. Polisi, Pam Swakarsa, hingga Banser NU.
Bagi Pak Tulus, 50 tahun-an, "Pak De Maridjan adalah panutan, yang selalu memberi contoh baik bagaimana mengabdi dan setia pada amanah". Pak Tulus menikah dengan perempuan asli Srunen. Sejak itu beliau kenal Mbah Maridjan.
Ahmadi, pria muda 26 tahun, petugas keamanan dari Banser NU dari kampung lain ditugaskan khusus di pemakaman siang itu. Di tengah panas dan sesak bau hawa vulkanik, dia tetap semangat mengatur parkir kendaraan. Dia hanya tahu sedikit tentang Mbah Maridjan. Ini dilakukannya demi penghormatannya pada sosok yang dikaguminya itu.
"Beliau adalah dewan syuriah NU Yogyakarta, Mas.""Jika ditanya tentang agamanya, Mbah Maridjan bilang, agamanya ya, NU itu."
Janazah dikebumikan sesaat setelah adzan dzuhur dikumandangkan.