"Itu benar. Dan, asal tahu saja, Bu, saya  kadang-kadang merasa takut kalau ditinggal suami sendiran di sini. Di lantai dua, kadang di malam-malam tertentu, saya mendengar seperti ada orang bercakap-cakap. Hantu kali ya? Hhhiih," ucap Rismayana.
"Tapi juga sebenarnya, untuk Ibu dan suami, rumah ini terlampau besar. Apakah kalian sudah memperoleh keturunan?" usik Maryani dengan hati-hati dan suara pelan, takut istri Rafilus itu tersinggung.
"Belum. Tapi kami sudah saling sayang dan mencinta, kami harus pertahankan rumahtangga kami ini, sampai Tuhan memberi kami anak yang lahir dari rahim saya sendiri," tukas Rismayana.
"Saya doakan, semoga kalian langgeng dan kelak beroleh keturunan."
"Terima kasih, Bu." Rismayana memeluk Maryani.
Maryani tidak ingin suaminya membeli rumah milik Rafilus ini, yang mantan suaminya. Sementara Rismayana juga tak ingin rumah ini sampai jatuh ke tangan Aswad, yang juga mantan suaminya. Oleh sebab itu, dia sengaja menakut-nakuti Maryani dengan membuat cerita seakan rumah itu memang berhantu.
Ketika Aswad, Maryani, dan kedua anak mereka sudah kembali berada di dalam mobil dan menuju pulang, mereka memutuskan untuk tak jadi menawar dan membeli rumah milik Rafilus dan Rismayana itu.
"Rumah berlantai dua itu terlalu besar rasanya buat kita," kata Aswad berkilah, sambil mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Dan kata istrinya pak Rafilus tadi, rumah itu juga ada hantunya, Bang," terang Maryani sambil pura-pura bergidik ngeri.
"Aku nggak mau kalau rumah ada hantunya," timpal Raka.
"Hantu...hantu...ih, takut," kata Tika pula sembari menutup mukanya dengan kedua tangan.