Mohon tunggu...
Akhmadi Swadesa
Akhmadi Swadesa Mohon Tunggu... Seniman - Pengarang

Menulis saja. 24.05.24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biarlah Semua Jadi Kenangan

8 Oktober 2024   21:47 Diperbarui: 11 Oktober 2024   17:35 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Gambar ilustrasi sumber: via Kompas.com

Maryani mengerti. Pendirian Rafilus sudah tidak mungkin berubah lagi. Dia harus besar hati menerima kenyataan ini sekalipun pahit. Perpisahan dengan Rafilus tak bisa dihindari, meskipun cinta dan sayangnya terhadap suaminya itu begitu besar. Namun, dia juga mengerti kalau jodohnya dengan Rafilus memang hanya sampai di sini, tak bisa diperpanjang lagi. Semua atas izin Tuhan. Tidak perlu disesali berkepanjangan.

Dan seperti anak panah yang melesat lepas dari busurnya, begitu tangkas dan cepat, demikianlah juga waktu. Pusaran waktu menyeret segala sesuatunya dengan cepat dan membawa perubahan yang tidak terasa pada semua. Seperti tanpa disadari oleh siapa pun. Meskipun, matahari tetap terbit di timur dan tenggelam di barat.

Begitulah adanya. Rafilus sendiri mengakui hal itu. Tanpa dia sadari, ternyata sudah tujuh tahun dia berpisah cerai dengan istri pertamanya, Maryani. Dan sudah jalan tujuh tahun pula dia hidup berumahtangga dengan Rismayana, istri ke duanya, dan belum pula beroleh keturunan sebagaimana yang mereka berdua harapkan.

Sore ini, Rafilus dan Rismayana, sedang duduk berdua di teras belakang rumahnya yang menghadap sungai kecil berair jernih, yang pada tepiannya tumbuh subur pohon bungur, flamboyan dan bugenvil. Suasana begitu nyaman dan teduh.

Rismayana meletakkan perlahan handphonenya di atas meja, dan sejenak menatap suaminya yang asyik membaca majalah pertanian yang baru dibelinya tadi pagi sepulang kerja.

"Tentang apa yang kau baca itu, Bang?" tanya Rismayana, tersenyum tipis.

"Hmm. Tentang cara menanam dan berkebun strawberry, kelengkeng, dan alpukat. Menurutku menarik," jawab Rafilus. "Ini bisa kita coba menanamnya di lahan milik kita di Borneo nanti."

"Semoga cepat terlaksana, Bang. Aku juga suka memelihara tanaman, apalagi tanaman yang bisa menghasilkan."

"Sangat menyenangkan punya kebun buahan di lahan sendiri."

Rafilus memang sejak sebulan lalu meminta dimutasi ke tanah kelahirannya di Borneo. Pimpinan perusahaan tempat dia bekerja, sudah menyetujui. Rafilus diplot akan menjadi kepala cabang perusahaan itu di sana nanti.

Oleh sebab itu, rumah miliknya bersama Rismayana yang sekarang mereka tempati, akan dijual. Sudah seminggu ini Rafilus memasang sepanduk bertuliskan: 'rumah ini dijual tanpa perantara. Sila hubungi nomor ini: xxxxxxxxxx.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun