"Sendirian aja, Pak?" tanya Pak RT sambil berdiri menyambut tamunya.
"Ya. Hanya bersama sopir. Tapi istri saya sebentar lagi menyusul," jawab si bapak. "Sudah lama juga kami tidak kemari ya, Pak RT?"
Ternyata si bapak mengutarakan niatnya untuk menjual lahan kosong itu, dan dia minta kepada Gandul Sugila untuk turut juga mencarikan pembeli. Dia lantas mengajak kami untuk melihat-lihat tanah kosong miliknya itu. Kami segera diajak naik ke mobilnya, dan menuju tempat yang dimaksud.
Pak RT lalu menceritakan tentang Bu Siswati yang menunggu lahan kosong itu, dan berharap kehidupannya bisa dibantu. Si bapak mendengarkan dengan serius, mengangguk dan mengatakan siap membantu Bu Siswati.
Ketika kami sampai di tempat yang kami tuju, nampak Bu Siswati duduk di pintu pondok dengan pakaian rapi, menunggu. Dia memang sudah diberi tahu Pak RT bahwa hari ini si pemilik tanah kosong itu akan datang kemari untuk memeriksa tanahnya.
Bu Siswati segera berdiri melihat kedatangan kami.
"Bagaimana kabarnya, Bu Siswati? Baik. Ini perkenalkan, Bapak ini yang punya lahan kosong ini," kata Pak RT.
"Oh iya. Terima kasih, terima kasih saya sudah diperbolehkan tinggal di sini, Pak...."
"Bu Siswati? Bu Siswati ini, sepertinya...Dari desa sana kan?" Bapak itu menebak-nebak dan jidatnya berkerenyit. "Oh ya, saya tidak akan lupa!" Dia menghampiri Bu Siswati dengan cepat dan langsung menyalaminya dengan hangat. Dan sebelah tangannya menepuk-nepuk pundak Bu Siswati.
Saya dan Pak RT terkesima melihatnya. Dan bersamaan dengan itu sebuah mobil sedan warna merah hati berhenti di tepi jalan. Seorang wanita paruh baya yang juga berkaca mata turun dari mobil diikuti seorang lelaki mudah yang gagah.
"Nah, itu istri dan anak saya sudah datang," kata bapak itu. Lalu kembali kepada Bu Siswati yang sekarang sudah menangis sesenggukan.
"Oh, Pak Rahim dan Bu Tati...," bisik Bu Siswati lirih.