Mohon tunggu...
Akhmadi Swadesa
Akhmadi Swadesa Mohon Tunggu... Seniman - Menulis Fiksi

Menulis saja. 24.05.24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Hutan di Belakang Rumah

27 Juli 2024   17:03 Diperbarui: 7 Agustus 2024   08:37 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


     "Waduh, kenapa kau ambil anak orang utan itu, Nang! Dia masih kecil sekali, masih menetek sama ibunya. Kasihan," ucap Burhan.


     "Kedua orangtuanya pasti marah, dan kau akan ditunggunya di hutan," timpal Jarodeh.


     "Aku ingin memeliharanya," kata Nanang.


     "Tidak usah. Bikin repot saja. Dulu kau juga memelihara anak monyet, tidak lama anak monyet itu mati digigit semut merah. Abah lebih senang anak orang utan itu kita kembalikan lagi ke hutan, besok, biar dia dipelihara oleh kedua orangtuanya," tukas Burhan.


     "Ya, saran abahmu itu baik kau turuti. Lagi pula orang utan itu sekarang ini merupakan binatang yang harus dilindungi. Kita bisa berurusan dengan petugas kalau ketahuan memeliharanya," tambah Jarodeh, yang memang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar di desa kecamatan itu.


     Nanang memeluk dengan sayang anak orang utan itu. Bocah lelaki itu memang penyayang binatang, binatang apa saja. Di rumah kolong mereka yang tinggi itu, Nanang memelihara beberapa ekor kuncing kampung dan kucing hutan yang manis-manis. Naluri binatang anak orang utan itu pun dapat merasakan, bahwa dia dalam keadaan aman-aman saja karena dia disayang oleh makhluk yang bernama manusia itu.
     "Malam ini biarlah anak orang utan itu menginap di sini. Beri dia tempat yang nyaman, kasih dia minum susu dan makan pisang," kata Burhan lagi. "Aku tahu dan mengenal dengan baik bapak-ibunya, mereka kerap kulihat berkeliaran dan bermain di pohonan buah-buahan di hutan belakang rumah kita ini. Besok kita antar kembali anaknya ini kepada mereka."
     Meskipun merasa amat sayang dengan anak orang utan itu, dan rasanya tak mau berpisah, tapi Nanang sadar apa yang dikatakan kedua orangtuanya memang benar. Dia harus turuti. Anak orang utan itu harus dikembalikan kepada induknya.


     Sekitar pagi pukul tujuh keesokkan harinya, keluarga pak Burhan dikejutkan oleh beberapa kali bunyi lemparan di atap seng rumah mereka. Ketika Jarodeh membuka jendela, dia menampak beberapa buah asam putar bergeletakkan di tanah.


     "Siapa yang melempari atap rumah kita dengan buah asam putar yang masih mentah itu?" tanya Jarodeh kepada Burhan, suaminya. 

     Asam putar adalah buah yang mungkin masih termasuk keluarga buah mangga, bentuknya bulat dan besarnya sebesar genggaman tangan orang dewasa. Cara memakannya lebih dulu dengan cara disayat melingkar pada bagian tengahnya, lantas kedua sisinya diputar secara berlawanan sehingga lepas dan biji buah tertinggal pada salah satu sisi, setelah itu barulah kulitnya kita kupas sebagaimana mengupas buah mangga, dan siap di makan. Jika  asam putar sudah masak, warna kulitnya hijau kekuningan atau kuning kehijauan, dan baunya harum. Isi atau dagingnya yang kuning, rasanya asam-asam manis atau manis-manis asam. Asam putar ini banyak tumbuh di hutan belantara Borneo.


     "Siapa, ayo? Kau bisa menebaknya?" tanya Burhan tertawa.


     "Siapa yang melempar, Abah?" tanya Nanang pula, yang tiba-tiba nongol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun