Mohon tunggu...
Akhmad Fawzi
Akhmad Fawzi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Pascasarjana Filsafat Islam

Membaca, Menulis, Merenung, dan Melamun

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pendidikan Membentuk Murid Pembelajar dan Berkesadaran

11 Juli 2024   22:35 Diperbarui: 11 Juli 2024   22:35 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pesan utama yang di sodorkan oleh Al-Qur'an ialah membaca. Menurut Quraish Shihab, "membaca" memiliki makna luas diantaranya kegiatan memahami, memikirkan, merenungkan, menganalisis, mempelajari, mengamati dan lain sebagainya. Semua kegiatan tersebut identik dengan dunia pendidikan. 

Jadi, bisa disimpulkan pesan utama sekaligus pertama yang di bawa oleh Al-Qur'an ialah pesan pendidikan. Membaca ini memiliki kekuatan besar yang berpengaruh terhadap arah sebuah peradaban. Fahruddin Faiz pernah berkata "Kuasai dunia dengan ilmu, jalannya adalah belajar, senjatanya adalah menulis, kekuatannya berasal dari membaca. Maka, Iqra', bacalah!"

Pendahuluan

Membaca peradaban dapat dilaksanakan oleh manusia yang terdidik, manusia pembelajar, manusia yang berkesadaran dan berkeadaban. Lantas bagaimana cara membentuk manusia terdidik, pembelajar, berkesadaran dan berkeadaban? Ya, itu semua melalui proses pendidikan. 

Pendidikan pertama yang di terima oleh seorang bayi ialah orangtua nya. Mengapa perlu di didik sedari bayi? Menurut Walter Houston Clark, kebanyakan para psikolog berpandangan bahwa bayi yang baru lahir keadaannya lebih mendekati binatang ketimbang keadaan manusia (W.H. Clark, 1964: 3). Atas alasan itu, bayi harus diberi pendidikan orang tuanya.

Pertumbuhan evolusioner menjadi anak hingga remaja bahkan dewasa, selain menerima pendidikan dari orangtuanya, ia pun mesti menerima pendidikan kelembagaan untuk menumbuhkan, mengembangkan dan membentuk pikiran, watak dan kemampuan fisiknya. Bagi Gerald L. Gutek, pendidikan kelembagaan merupakan upaya berkehidupan yang berbudaya (Gutek, 1988:4). Permasalahannya, bagaimana peran pendidik di lembaga pendidikan dalam membentuk murid pembelajar? Murid yang berkesadaran? Bukankah akhir-akhir ini malah justru banyak kasus kekerasan di dunia pendidikan. 

Mengapa bisa berbanding terbalik antara realitas sosial dengan cita-cita ideal pendidikan Indonesia? Mengapa seseorang yang dihasilkan melalui lembaga pendidikan terkadang tidak mempunyai pertanggungjawaban moral seperti para pejabat yang merasakan pendidikan sampai perguruan tinggi malah melakukan tindakan korupsi, gratifikasi, dan nepotisme? Atas masalah tersebut, tulisan reflektif ini di goreskan.

Antara Idealisme dengan Fenomena: Berjarak!

Idealisme pendidikan Indonesia sangatlah mulia, benar-benar ingin membentuk manusia keindonesiaan. Tapi, faktanya berbanding terbalik. Filosofi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara: Tut Wuri Handayani yang bermakna setiap anak didik diberikan kebebasan untuk menemukan person-nya, kecenderungannya, kesenangannya dan bakatnya (Aris, 2023: 4). Namun itu dihalangi oleh 'pendidik yang feodal', yang tiap kemauannya harus di ikuti oleh murid-muridnya. 

Mengkritik pandangan guru di nilai kurang sopan, bahkan murid-murid tidak diperkenankan untuk mengeluarkan suara gagasannya sehingga ia takut berpendapat dan jika ingin berpendapat ia selalu menyebut kata "Maaf Pak/Bu". Apakah mengeluarkan pendapat sebuah kesalahan? Sebuah dosa besar? Jelas tidak.

Mau sampai kapan seperti ini?! Anda ingin murid-murid yang anda didik sukses, tapi anda sendiri malah mematikan pikiran, watak dan karakter murid anda. Tujuan dari pendidikan tidak hanya sekadar proses transformasi ilmu, juga ada yang lebih utama yaitu membentuk murid pembelajar; murid yang berkesadaran yaitu murid yang selalu haus dan lapar akan pengetahuan dan ia senantiasa peka atas dirinya dan lingkungannya. 

Ia selalu sadar bahwa belajar tidak hanya di sekolah saja, kehidupannya pun dijadikan objek pembelajaran. Ia belajar bukan untuk mendapat nilai besar, tapi untuk memindahkan dirinya dari golongan yang tidak tahu kepada golongan yang tahu. Ia akan belajar kepada siapa pun, tidak memandang tua/muda, tidak memandangan agamanya sebab prinsip murid pembelajar ialah keterbukaan/inklusifitas.

Pendidikan tertinggi adalah yang tidak hanya memberi ilmu pengetahuan tetapi juga membuat hidup seorang murid selaras dengan semua keberadaan

Murid Cerminan Gurunya

Keterbukaan akan berkarakter pada murid jika yang mendidiknya bersikap terbuka/inklusif juga. Guru, kata Rabindranath Tagore berperan sebagai fasilitator dengan cara membiarkan murid tumbuh dengan bakat dan potensinya masing-masing agar ia mencapai self-realization. Baginya, lembaga pendidikan seperti madrasah atau sekolah umum ialah taman. Konotasi taman selalu menghadirkan kegembiraan, kenyamanan dan bebas mengukir kenangan. 

Agar menjadi taman, salah satunya pendidik harus merangkul, bersikap kasih sayang dan mencintai semua murid tanpa membeda-bedakan antara murid yang sering juara kelas dengan murid yang dikenal nakal. Guru sebagai pendidik sepatutnya sanggup memberi contoh juga teladan yang baik bagi anak didiknya sebab murid mencerminkan dan meniru apa yang gurunya lakukan. Jadi, jika ada anak didik kurang baik bukan disalahkan apalagi sampai dimarahi, tetapi guru harus intropeksi dan merefleksikan dirinya dalam mendidik anak yang kurang baik tersebut.

Dalam membawakan materi pelajaran, guru harus menghadirkan kenyamanan dan kebahagiaan dengan murid, dengan itu murid akan semakin berani untuk mengeksplorasi pengetahuannya. Jika sebaliknya, murid akan merasa takut saat guru bidangnya sudah datang dan ia cenderung pasif saat pembelajaran. Lagi-lagi, karakter murid menyesuaikan karakter gurunya, murid cerminan gurunya. 

Murid akan menyenangi pelajaran jika pelajaran tersebut dibawa ke dalam suasana menyenangkan oleh gurunya bahkan sampai menyenangi guru pelajaran tersebut. Jadi, selain pendalaman materi, pembawaan materi pun memengaruhi sikap seorang murid. Dapat dikatakan bahwa sikap murid saat pembelajaran ditentukan oleh guru pelajarannya.

Upaya yang dilakukan

Selain tadi pembawaan materi, seorang guru menurut Harun Nasution harus memiliki pengetahuan yang luas baik tentang agama maupun selainnya (Nasution, 1995: 389). Misalnya, Guru fikih saat menjelaskan materi "Peradilan Islam" harus bisa dikaitkan dengan disiplin ilmu lainnya seperti pendidikan kewarganegaraan, political science, bahkan ilmu-ilmu eksak seperti matematika, kimia dan fisika. Agar murid memiliki kesadaran bahwa khazanah pengetahuan ternyata dapat di integrasikan. Tak hanya itu, upaya kecil ini dapat mengurangi permasalahan keilmuan saat ini yaitu adanya pemisahan keilmuan yang menyebabkan sebuah ilmu cenderung tidak holistik dan membentuk pribadi ilmuwan yang parsial.

Permasalahan tersebut juga sudah berdampak pada setiap madrasah, misalnya segala ilmu eksak saat membicarakan penciptaan alam maupun manusia seperti teori evolusi, teori bigbang dan teori lainnya tidak mengacu pada Tuhan, tapi hanya pada seleksi alamiah atau hukum alam. Tentu, pendidikan Islam menawarkan konsep keilmuan yang lebih utuh dan seimbang dimana segala pengetahuan bermuara pada Yang Maha Mengetahui. Jadi, guru tidak hanya menguasai bidang pelajaran yang diampu nya saja, juga harus setidaknya mengetahui ilmu-ilmu lain guna membentuk cakrawala pengetahuan yang luas dan utuh kepada murid. Bukan hanya itu, murid-murid pun merasa senang mendengarnya dan lebih penasaran lagi untuk memahaminya.

Kesenangan murid akan memberikan feedback kepada guru pelajarannya, seperti ucapan terimakasih dan mau menerima nasihatnya bahkan melaksanakannya. Banyak yang mengatakan "Murid zaman sekarang sudah beda dengan zaman dulu, kalau dulu mah murid kalau ditegur langsung nurut, sedangkan murid sekarang mah kalau ditegur langsung lapor orangtua nya bahkan sampai lapor polisi". Guru tidak boleh bersikap romantisme, yang selalu mengharapkan apa yang ada di masa lalu terjadi di masa sekarang, selain karena sudah berkembangnya zaman juga setiap masa memiliki tantangannya tersendiri. Inilah tantangan guru zaman sekarang, tantangan harus di hadapi bukan untuk dikeluhkan dengan mencita-citakan pengalaman saat menjadi murid di masa lalu terulang kembali.

Selain harus mengaitkan interdisipliner keilmuan dan membuat suasana belajar menjadi bahagia, guru juga semestinya memberikan perkembangan pengetahuan terbaru, semisal pelajaran fikih yang di ajarkan di madrasah menurut penulis terlalu klasik dan tradisional. Guru bisa memberikan pandangan fukaha Islam maupun pemikir Islam yang kekinian dan terbaru mengenai permasalahan yang baru juga. Agar murid mengerti bagaimana perkembangan disiplin keilmuan Islam terus dinamis dan tidak pasif. Maka, disini murid benar-benar menyelami lautan keilmuan mulai dari bagaimana sebuah disiplin ilmu di integrasikan dengan disiplin ilmu lain dan mengetahui setiap perkembangan disiplin suatu ilmu hingga saat ini. 

Dan selain memberi pengetahuan yang luas kepada murid, sebaiknya suatu materi yang diajarkan mesti di buat praktik agar murid lebih memahami materi yang sudah di biarkan. Penulis membuat praktik peradilan Islam yang mereka (murid-murid) sendiri belum pernah merasakan dan mengalami praktik peradilan, betapa gembiranya saat salah seorang mereka berstatus pasangan suami-istri yang ingin bercerai, hahaha. Dan murid-murid yang menjadi hakim juga gembira karena bisa merasakan memutuskan sebuah perkara dengan ketuk palu tiga kali.

Guru pun harus terbuka terhadap pandangan murid-muridnya, diantaranya dengan melakukan interaksi intens, melontarkan pertanyaan terbuka kepada murid, memantik rasa penasaran dan keingintahuan murid dengan pertanyaan maupun jawaban yang merangsang mereka untuk berpikir. Mengajak mereka berdiskusi mengenai masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Untuk mempertajam nalarnya, penulis senantiasa memberikan tugas proyek menganalisis kasus sosial terbaru yang terjadi di Indonesia kemudian dianalisis dalam berbagai perspektif, baik perspektif religion science, natural science dan social science.

 Semua itu dilakukan untuk mempertajam nalar mereka dan melatih daya kritis terhadap segala peristiwa. Tak hanya itu, penulis seringkali mengajak murid-murid mempertanyakan pandangan para fukaha yang di nilai sudah tidak relevan, seperti pandangan hakim tidak boleh perempuan tapi harus laki-laki, dan murid-murid dengan berani mengeluarkan pendapatnya untuk menanggapi pandangan fukaha klasik tersebut dengan mengaitkan isu kesetaraan gender. Luar biasa bukan?

Namun, disisi lain perlu juga disisipkan nasihat moral maupun spiritual kepada anak didik agar pikiran dan hati mereka terbuka dalam melihat kehidupan ini, justru itulah pelajaran yang paling utama. Dengan adanya hal tersebut, setiap anak didik diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan moral maupun spiritual sehingga menciptakan individu yang pembelajar dan berkesadaran yang cirinya selain keterbukaan juga bertanggung jawab. 

Karena bagaimanapun, mereka ingin mendengar dan butuh nasihat hikmah untuk diri mereka sendiri sebagai bekal guna menghadapi lingkungannya baik dalam sekolah maupun di luar sekolah dan agar ia menjadi murid yang tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga mempunyai keutamaan moral dan spiritual. Manusia yang hanya mempunyai pengetahuan saja tanpa memiliki keutamaan moral dan spiritual di ibaratkan oleh Sana'i (Penyair Persia) sebagai pencuri (Nasr, 1994: 125), ia menulis: Andai pencuri datang dengan sebuah lampu, pasti dia akan berhasil mencuri barang-barang yang lebih berharga. Jadi, tak hanya pengetahuan yang di berikan kepada murid, tapi juga harus di berikan keutamaan moral dan spiritual untuk membentuk pribadinya agar tidak menjadi 'pencuri' sebagaimana yang ibaratkan Sana'i.

Referensi:

Aris. Filsafat Pendidikan Islam. Yayasan Wiyata Bestari Samasta: Cirebon. 2023.\

Clark, Walter Houston. The Psychology of Religion. Canada: The Macmillah. 1969.

Nasr, Seyyed Hossein. Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern. Pustaka: Bandung. 1994.

Nasution, Harun. Islam Rasional. Mizan: Bandung. 1995.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun