Dua hal yang berbeda, namun faktanya keduanya bisa saja memiliki kemiripan, sebab Pinjol sendiri melakukan pinjaman secara online alias tanpa tatap muka.
Meski banyak para penghutang, ketika dalam kondisi yang kepepet justru tidak membayar hutang Pinjol itu sendiri.
Pinjol  yang kerap ditawarkan melalui platform media sosial, sangat besar kemungkinannya memiliki unsur-unsur penipuan, terutama Pinjol ilegal alias tanpa pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
Ditengah semakin sulitnya faktor ekonomi, sistem peminjaman pun semakin dimudahkan, terutama oleh pemodal sehingga pinjaman online maupun offline kian marak masuk di desa-desa.
Fakta tersebut kian marak terjadi pada masyarakat pedesaan. Selain Pinjol penipuan berbasis informasi dan tekhnologi pun kian gencar dilakukan oleh pada oknum yang kerap mengatasnamakan undian berhadiah, sehingga banyak korban yang tertipu akan hal tersebut.
Pinjol dan Penipuan yang kian merajalela, menjadi problem yang cukup mendasar, terutama oleh pemerintah agar supaya masyarakat yang hidupnya berada di garis kemiskinan tidak sampai terjebak oleh Pinjol yang ilegal, dan penipuan yang kerap melakukan undian dengan program-program berhadiah.
Bagaimana solusi atas maraknya Pinjol ilegal dan penipuan berbasis informasi dan tekhnologi itu ?
Pemerintah mulai dari tingkat paling bawah seperti Rukun Warga (RW) dan Rukun Tangga (RT), seharusnya selalu hadir atas permasalahan warganya.
RW atau Pun RT kerap turun ke warganya, ketika hanya memberikan bantuan saja.
Disamping RW dan RT, kepala dusun dan kepala desa yang memiliki otoritas dan kewenangan dimasing-masing desa atau kelurahan, merupakan tempat mengadu bagi masyarakatnya.
Disamping hadirnya pemerintah di tengah-tengah warganya, pemdes harus memberikan edukasi dan mampu memberikan penjelasan yang detail, apalagi soal Pinjol dan Penipuan yang berbasis informasi dan tekhnologi, sehingga masyarakatnya lebih waspada dengan pinjaman yang suku bunganya sudah tidak sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.