Kedua : Nama Madrasah Juga dihapusÂ
Dalam RUU Sisdiknas, sejak diumumkan pada 22 Agustus 2022, jelas menuai kritik dan protes dari guru, dosen, maupun dari pihak lembaga pendidikan yang mengelola Pendidikan Madrasah.
Dikutip dari laman tempo.co, pendidikan yang berbasis madrasah juga tidak muncul dalam RUU Sisdiknas, sehingga menuai polemik tersendiri, Sebab itu, dalam RUU itu tak memunculkan nama madrasah, bahkan juga SD, SMP dan SMA. Mengutip laman Kementerian Agama, dalam skema RUU Sisdiknas 2022 itu jalur pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, non-formal, dan informal.
Tidak munculnya lembaga pendidikan yang berbasis Madrasah dalam RUU Sisdiknas yang baru, tentu akan menuai kritis sekaligus protes, karena dianggap menciderai suatu lembaga yang sangat berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga : RUU Sisdiknas terindikasi Tergesa-gesaÂ
Ada banyak pihak yang menilai bahwa RUU Sisdiknas yang hendak diterapkan oleh Kemendikbudritek, Nadiem Anwar Makarim itu dinilai terburu-buru, sehingga terkesan adanya bentuk diskriminatif terhadap peran dan fungsi guru maupun dosen dalam RUU Sisdiknas, Agustus tahun 2022.
Masih dikutip dari sumber yang sama, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI meminta agar pembahasan RUU Sisdiknas itu tidak terburu-buru. Terlebih RUU itu bersifat omnibus law yang menggabungkan tiga Undang-Undang menjadi satu.
Hal tersebut akan menjadi polemik tersendiri, ditengah sistem pendidikan kita, pasalnya ada koidah yang mencoba untuk dihapus, sehingga menuai kontroversi.
Keempat : Kurangnya Partisipasi PublikÂ
Keterlibatan dan keterbukaan dalam proses penyusunan RUU Sisdiknas 2022, dinilai sangat minim keterlibatan publik.
Masih dikutip dari sumber yang sama, ketua Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) Doni Koesoema Albertus, menyatakan bahwa penyusunan Draf RUU Sisdiknas ini dinilai prematur.