"Di era modernisasi dan digitalisasi memang sangat memudahkan bagi manusia untuk mengeluarkan pendapat tanpa ada pengendalian dari hati dan pikiran, ketika rasa kebencian telah mengalahkan logika dan akal sehat"
Dalam perubahan, perkembangan dan pergeseran dalam kehidupan sosial masyarakat yang di topang dengan mudahnya penggunaan tekhnologi sebagai alat penghubung antar manusia, kerap menjadi kawah candradimuka yang berujung pada penyesalan, ketika logika menjadi tak bertuan.
Mudahnya penggunaan tekhnologi dan pesatnya perkembangan digital memicu pada perang tanpa jarak, dimana perang yang dimaksud disini tidak lantas harus saling berhadapan secara fisik, namun perang dalam dunia Maya atau juga di sebut dengan proxy warr, yakni perang urat syaraf dalam kompetisi global.
Penggunaan media elektronik dalam pertautan dsn hubungan sosial memang tidaklah dibatasi oleh jarak dan waktu. Setiap orang memiliki wadahnya sendiri untuk mempengaruhi orang lain, meski tanpa jarak dan waktu.
Mudahnya penggunaan tekhnologi memberikan banyak manfaat sekaligus dengan mudhorotnya, sebab keduanya ibarat belati bermata dua.
Pengguna media sosial kini sudah hampir mencapai 70% di dunia ini, ruang lingkup kehidupan menjadi tak terbatas, apapun bisa ditampilkan mulai dari yang benar-benar nyata sampai yang tidak nyata (hoax).
Pemanfaatan tekhnologi pun sangat nyata bagai belati bermata dua, tidak sedikit yang memanfaatkan kecanggihan tekhnologi sebagai alat kejahatan tanpa batas, sehingga kita yang juga termasuk didalamnya harus betul-betul bijak dan teliti dari semua yang ditampilkan di kawah yang bernama tekhnologi ini.
Didunia yang tak tampak nyata dan keberadaannya sangatlah nyata, ada beberapa unsure yang perlu untuk di perhatikan, seiring dengan perjalanan dan perkembangan pada era digitalisasi ini.
Penggunaan tekhnologi sebagai alat dengan tingkat penuh kebermanfaatanÂ
Jangan lantas pemanfaatan canggihnya tekhnologi dan digitalisasi sebagai alat untuk menyakiti, bahkan sebagai sebuah alat untuk mendiskriminasi.
Dalam ruang tekhnologi yang sudah serba caanggih ini, kerapkali banyak logika tak bertuan hanya dalam rangka menjatuhkan lawan.
Semua dilakukan juga tidak lepas dengan faktor kepentingan yang banyak mendominasi hawa nafsu manusia, sehingga melupakan akal jernih, hanya demi memenuhi hasrat semata.
Sering kita melihat membaca para akrobatik dimedia sosial yang memanfaatkan kecanggihan tekhnologi dengan kemampuan logika tanpa harus terlihat orangnya, sehingga memunculkan banyak tanda tanya, bahkan tidak sedikit anonim yang menjustifikasi dengan kemampuan tekhnologi untuk memberangus para kompetitornya.
Logika tak bertuan muncul dengan identitas yang samarÂ
Lalu muncul dalam benak, sejauh mana kinerja Cyber Crime menanggulangi kejahatan dalam dunia digital? Ketika satu tertangkap, maka gantinya lebih banyak lagi berseliweran.
Apakah Cyber Crime mampu menanggulangi kejahatan tersebut sampai pada akar rumput? Disinilah masih penuh dengan tanda tanya, sebab kejahatan dengan pemanfaatan kecanggihan tekhnologi semakin tinggi.
Lantas apa antisipasi Cyber Crime menanggulangi kejahatan dalam derasnya arus informasi yang begitu cepat ini?Â
Disinilah tantangan besar bagi Cyber Crime yang bertugas menanggulangi kejahatan dalam dunia Maya, sehingga banyaknya logika tak bertuan yang kerap melakukan tipu daya secara sistematis, struktural dan massif mampu di tanggulangi dengan baik.
Karena tidak bisa dipungkiri ada banyak logika tak bertuan yang menebarkan huru hara dan kebencian yang di unggah dengan pemanfaatan tekhnologi.
Bahkan identitasnya pun akan disamarkan untuk melancarkan aksi kejahatannya, tidak hanya masyarakat umum saja yang bisa di serang, sistem tata negara pun juga bisa terancam dengan pemanfaatan canggihnya tekhnologi ini.
Kebebasan berpendapat tanpa ada pertanggung jawabanÂ
Kecanggihan tekhnologi mengajak masyarakat untuk bisa memberikan pendapatnya di muka umum, meski harus melalui media sosial dan media lainnya yang serupa.
Selama memenuhi syarat dan koidah dalam konstek hubungan sosial masyarakat, kebebasan berpendapat memang sudah disahkan oleh negara, tetapi tidak sedikit orang yang menggunakan hak kebebasan berpendapatnya dengan salah kaprah, sehingga menyebabkan ketersinggungan dan menebar kebencian yang membuat pengaruh pada orang dengan kepentingan dan kebencian yang sama.
Saling tuduh dan memfitnah seakan sudah menjadi hal yang lumrah untuk menjatuhkan lawan dalam perang di dunia digital.
Kritik saran selama positif masih sah-sah saja sebagai buah peringatan, namun sudah mulai banyak kritik dan fitnah kerap dilontarkan dengan identitas yang samar, sehingga hanya membuat sebuah keresahan secara massal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H