Saya kaget menyaksikan berita kasus meninggalnya 4 anak di Jagakarsa. Sedihnya, diduga korban dibunuh oleh orang tuanya sendiri. Sekilas, masalah perekonomian menjadi pemicunya. (lihat beritanya: klik di Sini)
Percekcokan dalam keluarga dapat berakhir dengan hilangnya nyawa anggota keluarga. Sebagian mungkin berhasil diliput media karena terungkap menimbulkan korban jiwa. Sebagian lainnya menjadi cerita pilu di masyarakat.
Melihat polanya, sebenarnya kasus permasalahan keluarga seperti ini banyak terjadi di masyarakat Indonesia. Penyebab utamanya adalah rapuhnya ketahanan keluarga.
Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk melindungi diri dari berbagai konflik atau masalah yang berasal dari internal maupun eksternal keluarga.
Ketika ada cekcok suami dan istri, keluarga yang memiliki ketahanan yang baik akan mudah menyelesaikannya. Misalnya saja dengan menerapkan kemunikasi yang efektif dan memahami dengan baik dinamika kehidupan berkeluarga.
Menurut UU No 10 Tahun 1992, ketahanan keluarga adalah dinamika suatu keluarga yang memiliki ketahanan secara fisik, sosial, dan psikologis untuk hidup harmonis serta meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.
Tiga komponen ketahanan keluarga meliputi ketahanan fisik, sosial dan psikologi. Ketahanan fisik keluarga berarti kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan papan, sandang dan pangan yang bersifat material.
Sedangkan kemampuan keluarga dalam mengelola emosi atau masalah non material seperti kesalahpahaman adalah wujud dari ketahanan secara psikologis.
Komponen terakhir adalah katahanan secara sosial. Keluarga memiliki peran penting untuk menerapkan nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen untuk menghadapi setiap masalah yang muncul.
M Fuad Nasar dalam tulisannya yang berjudul “Ketahanan Keluarga dan Program Bimbingan Perkawinan” menyampaikan bahwa ada 5 indikasi tingkat ketahanan keluarga. Diantaranya yaitu:
1. Adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan
2. Adanya keakraban antara suami dan istri
3. Adanya orang tua yang mendidik anaknya dengan kreatif, konsisten dan terampil
4. Adanya suami dan istri yang memimpin keluarga dengan penuh kasih sayang
5. Adanya anak-anak yang menaati dan menghormati orang tuanya
Ketiadaan atau rendahnya 5 indikasi tersebut jelas menandakan rapuhnya ketahanan sebuah keluarga. Hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik di dalam keluarga, hingga berujung korban jiwa.
Masalah sosial seperti penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas remaja, kriminalitas sampai kekerasan dalam rumah tangga bisa disebabkan oleh rapuhnya ketahanan keluarga. Hal ini mengungkap betapa pentingnya edukasi tentang pemahaman ketahanan keluarga bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Pemerintah punya andil dalam mengedukasi masyarakat baik yang belum maupun sudah berkeluarga. Melalui Kemendikbud (2017), diterbitkanlah buku seri orang tua dengan judul “Penguatan Ketahanan Keluarga”.
Fungsi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Maju tidaknya suatu bangsa dan negara bergantung dari cara generasi penerus dididik dalam sebuah keluarga.
Jepang berjaya setelah hancur lebur di perang dunia ke-2 karena mengutamakan pendidikan dan etos kerjanya yang luar biasa. Namun Jepang bisa saja di ujung kehancuran karena etos kerjanya jika tidak melihat peran penting keluarga.
Banyak orang Jepang yang tidak mau menikah dan memiliki keturunan karena ingin fokus pada etos kerja. Jika keluarga tidak melakukan fungsinya sebagai fungsi reproduktif tentu kejayaan suatu bangsa tidak bisa dilanjutkan ke generasi berikutnya.
Etos kerja masyarakat Jepang juga merupakan nilai sosial budaya yang menurut saya, fungsi keluarga juga hadir disana. Sedangkan di Indonesia, kita mengenal semangat gotong royong yang mengakar budaya. Keluarga menjadi wahana untuk melestarikannya.
Keluarga adalah sekolah pertama dan terbaik bagi anak. Orang tua berperan sebagai gurunya. Maka tidak tepat orang tua dengan segala kelebihan hartanya tidak mau mendidik anak dengan alasan sudah menitipkannya di sekolah terbaik.
Coba kita cermati, cinta dan kasih suami kepada istrinya dan sebaliknya. Lihat pula, cinta dan kasih orang tua kepada anaknya dan sebaliknya. Itu semua menunjukkan fungsi keluarga sebagai wahana pertama untuk menumbuhkan cinta kasih antar sesama anggota keluarga.
Di sisi lain, anak atau anggota keluarga bisa saja terancam oleh pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba atau ancaman lainnya. Keluarga hadir untuk memberikan keteladanan kepada anak-anak dan keturunannya.
Dan yang paling utama, keluarga memiliki fungsi keagamaan. Agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan dalam hidup. Orang tua bertanggung jawab atas pembekalan dan keteladanan untuk anak-anak mereka.
Strategi Penguatan Ketahanan Keluarga
1. Pola pengasuhan positif
Mengajarkan anak untuk bertanggung jawab dan berani menganggung risiko atas perbuatan yang dilakukan merupakan salah satu bentuk pengasuhan positif. Membiasakan Iklim bermusyawarah di dalam keluarga serta menjadikan rumah dan orang tua sebagai tempat nyaman bagi anak berkeluh kesah.
2. Kompetensi sosial dan emosional anak
Penguatan di sini bisa dilakukan dengan tidak membiarkan anak berpikir reaktif dan membiasakannya untuk selalu mempertimbangkan situasi sebelum mengambil keputusan. Selain itu mendekatkan anak dengan lingkungan masyarakat adalah upaya keluarga untuk memperkuat kompetensi sosial anak.
3. Pertumbuhan anak yang optimal
Orang tua dapat memastikan tumbuh kembang anak optimal dengan memberikan asupan makan yang sehat. Asupan kasih dan sayang juga dibutuhkan dalam rangka penguatan ketahanan keluarga.
4. Menerapkan komunikasi efektif
Penguatan ini dapat dilakukan dengan upaya orang tua untuk selalu mendengarkan keluh kesah anak dengan penuh perhatian. Orang tua tidak seharusnya marah ketika anak bercerita dan menyampaikan keluh kesah. Komunikasi efektif orang tua dan anak dapat dilakukan dengan membangun hunbungan yang harmonis dan penuh persahabatan bersama anak.
5. Menghubungkan keluarga dengan sistem dukungan dan layanan
Saat ini ada beberapa layanan yang dapat dimanfaatkan masyarakat ketika menghadapi masalah dalam keluarga seperti badan penasehat perkawinan dari Kemenag atau lembaga konseling lainnya. Menggunakan sistem dukungan atau layanan setidaknya dapat memberikan masukan bagi keluarga yang sedang berkonflik untuk menemukan solusi terbaiknya.
***
Setiap keluarga di dunia memiliki permasalahan yang tidak bisa disamaratakan. Mereka yang mampu melewatinya adalah yang memiliki ketahanan keluarga yang baik. Dengan ketahanan keluarga yang baik diharapakan kasus Jagakarsa tidak terulang kembali.
Empat generasi penerus bangsa harus meregang nyawa ditangan orang tuanya. Semoga pemerintah, aparat kepolisian dan kita semua bisa mengambil pelajaran atas kasus tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H