engkaulah yang mengajarkan aku kehidupan ini, setiap perjalan hidup kukenal dan kupelajari darimu,
engkau bagaikan sebuah buku yang dapat kubaca, setiap kata-katamu selalu relevan dengan usiaku,
engkau mengerti bahasa balitaku, engkau mengerti hati kanak-kanakku, engkau mengerti kebimbangan masa mudaku, engkau mengerti tindakan dan pilihanku ketika aku meninggalkanmu di kota tempat engkau melahirkan dan membesarkan aku,Â
Â
Setiap saat telingamu selalu siap mendengarkan aku, ketika diperantauan ini, aku membutuhkan seseorang untuk bercerita tentang susahnya kehidupan ini.Â
Engkau mengerti dan memendam rasa rindumu yang tak terkatakan ketika aku sepertinya melupakan engkau dan hanyut dalam kehidupanku sendiri.Â
Selembar suratku yang engkau terima setahun yang lalu, terus kau pegang sebagai pelepas rindumu,Â
Maafkan aku Papa, aku berjanji, aku akan mengirim seribu surat untukmu, aku akan datang menemuimu, aku akan memegang tangan kekarmu yang mulai melemah, aku akan memeluk tubuh kekarmu yang pernah menggendong aku, aku tinggal bersamamu dihatiku,Â
Aku teringat saat, mereka mencacimu karena cintamu yang besar kepada Yesus, Tuhanmu. Betapa bangganya hatiku melihat engkau tersenyum tanpa membalas sepatah katapun, Betapa bangganya hatiku melihat engkau menyembunyikan aku dibalik tubuhmu agar aku tidak dihina,
Â
Mereka berkata, engkau terlalu beriman sehingga melupakan realita kehidupan ini,