Mohon tunggu...
AKH Hasibuan
AKH Hasibuan Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, Business Mother and Therapist

Info relasi: Instagram: @momkebibi1 w.a : 081281988649

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mudah Mengatakan Durhaka Sama Anak? Siapa Tahu Kita Duluan...

1 Oktober 2024   14:42 Diperbarui: 2 Oktober 2024   07:36 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Seringkali kita menganggap anak yang melawan aturan kita, membentak atau suka membangkang adalah seseorang yang durhaka. Pernahkah para orangtua  bertanya kedalam dirinya, barangkali saya yang salah atau jangan-jangan kita terlebih dahulu durhaka kepada anak. Untuk itu penting untuk kita mempelajari lebih jauh terkait hal ini.

"Durhaka" adalah istilah dalam bahasa Indonesia dan Melayu yang mengacu pada sikap tidak taat, pembangkangan, atau ketidakpatuhan, terutama terhadap orang tua, guru, atau pihak berwenang. Secara umum, durhaka memiliki makna negatif yang mencerminkan perilaku yang melanggar norma-norma sosial atau etika yang dianggap penting dalam hubungan keluarga atau masyarakat. Secara khusus, istilah ini sering digunakan dalam konteks agama dan budaya untuk menggambarkan sikap yang tidak menghormati orang tua atau melanggar kewajiban anak kepada mereka. 

Dalam ajaran Islam, durhaka kepada orang tua dianggap sebagai dosa besar, karena pentingnya kedudukan orang tua yang harus dihormati dan ditaati. Kata ini sering muncul dalam ungkapan seperti "anak durhaka" untuk merujuk pada anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Kita seringkali mudah mengucapkan anak kita pembangkang, walaupun masalahnya sangat sederhana dan sepele. Tapi jarang sekali kita menemukan istilah orangtua yang durhaka kepada anak. Jika kita lihat "Orang tua durhaka" biasanya merujuk pada perilaku orang tua yang tidak menjalankan tanggung jawab dan kewajiban mereka dengan baik terhadap anak-anaknya. Ini bisa mencakup berbagai tindakan atau sikap yang tidak seharusnya dilakukan oleh orang tua, seperti:

  1. Mengabaikan Kebutuhan Anak
    Orang tua yang tidak peduli terhadap kebutuhan fisik, emosional, dan mental anak-anaknya.

  2. Kekerasan Fisik atau Verbal
    Menghukum anak secara berlebihan atau sering melontarkan kata-kata kasar yang dapat melukai mental dan kepercayaan diri anak.

  3. Manipulasi Emosional
    Menggunakan rasa bersalah atau tekanan emosional untuk mengontrol atau memanipulasi anak agar memenuhi keinginan orang tua.

  4. Tidak Memberikan Dukungan dan Kasih Sayang
    Orang tua yang tidak memberikan kasih sayang, perhatian, dan dukungan yang layak sehingga anak merasa tidak dicintai atau tidak berharga.

  5. Menyalahgunakan Kekuasaan sebagai Orang Tua
    Menggunakan status sebagai orang tua untuk menindas, mengintimidasi, atau memaksakan keinginan tanpa mempertimbangkan perasaan atau kepentingan anak.

  6. Tidak Menjadi Teladan yang Baik
    Melakukan tindakan-tindakan yang memberi contoh buruk bagi anak, seperti perilaku tidak bermoral, kebohongan, dan tindakan negatif lainnya.

Dalam konteks agama dan budaya tertentu, perilaku ini dipandang sangat negatif karena peran orang tua dianggap sebagai amanah besar. Karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk selalu menjaga hubungan yang sehat dan membangun dengan anak-anak mereka. 

Orangtua yang durhaka terhadap anak dapat menimbulkan dampak yang signifikan, baik secara jangka pendek maupun jangka panjang, pada perkembangan mental, emosional, dan sosial anak. Dampak ini tidak hanya memengaruhi masa kecil mereka, tetapi juga bisa terbawa hingga dewasa. Berikut beberapa dampak yang mungkin timbul:

1. Rasa Tidak Percaya Diri

  • Anak yang sering menerima perilaku kasar atau kritik berlebihan dari orang tua akan tumbuh dengan rasa tidak percaya diri. Mereka akan merasa dirinya tidak berharga dan selalu merasa kurang dibandingkan dengan orang lain.
  • Anak mungkin akan kesulitan untuk mengambil inisiatif atau merasa ragu-ragu dalam bertindak karena takut salah.

2. Trauma Psikologis

  • Kekerasan fisik atau verbal yang terus-menerus bisa menyebabkan trauma psikologis yang mendalam pada anak. Ini dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan, depresi, atau bahkan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
  • Anak yang trauma sering mengalami mimpi buruk, kecemasan berlebih, atau bahkan ketakutan yang tidak masuk akal terhadap hal-hal yang mengingatkan mereka pada pengalaman buruk tersebut.

3. Hubungan yang Buruk dengan Orang Tua

  • Ketika orang tua tidak menghormati atau menyakiti anak, ini dapat menyebabkan hubungan yang rusak. Anak mungkin merasa jauh, tidak nyaman, atau bahkan takut berada di dekat orang tua.
  • Dalam jangka panjang, hubungan ini bisa berubah menjadi sikap permusuhan, kebencian, atau keengganan untuk berinteraksi dengan orang tua, terutama ketika anak tumbuh dewasa.

4. Perilaku Agresif atau Menarik Diri

  • Anak yang menerima kekerasan dari orang tua dapat menunjukkan perilaku agresif, seperti marah berlebihan atau berkelahi dengan teman sebayanya.
  • Sebaliknya, anak juga bisa menarik diri dari interaksi sosial, menjadi pendiam, pemalu, atau menunjukkan gejala depresi, seperti tidak tertarik dengan aktivitas yang biasanya mereka sukai.

5. Kesulitan Menjalin Hubungan dengan Orang Lain

  • Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak sehat mungkin akan kesulitan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, seperti teman, guru, atau pasangan kelak.
  • Mereka mungkin takut untuk mempercayai orang lain atau, sebaliknya, menjadi terlalu bergantung pada orang lain untuk mendapatkan validasi.

6. Gangguan Perkembangan Emosional

  • Anak-anak yang sering mendapat perlakuan buruk dari orang tua mungkin tidak tahu cara mengelola emosi mereka dengan sehat. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengekspresikan atau mengendalikan kemarahan, sedih, atau rasa frustrasi.
  • Gangguan emosional ini bisa memengaruhi mereka dalam belajar, berinteraksi, dan beradaptasi di berbagai lingkungan.

7. Munculnya Masalah Kesehatan Mental

  • Anak yang mengalami perlakuan durhaka dari orang tua berisiko lebih tinggi mengalami berbagai masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, gangguan makan, atau bahkan kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self-harm).
  • Dalam beberapa kasus yang ekstrem, rasa putus asa ini bisa membuat anak berpikir untuk melakukan tindakan yang lebih fatal seperti bunuh diri.

8. Prestasi Akademis Menurun

  • Kondisi emosional yang buruk dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar. Mereka mungkin merasa tidak mampu, mudah putus asa, atau kehilangan motivasi untuk berprestasi.
  • Ketidakstabilan emosi juga membuat mereka kesulitan berkonsentrasi atau berpartisipasi dalam kegiatan sekolah.

9. Perilaku Durhaka yang Ditiru

  • Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua. Jika anak tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan, mereka mungkin akan menganggap kekerasan atau sikap durhaka sebagai sesuatu yang normal.
  • Hal ini bisa membuat mereka menunjukkan sikap tidak hormat kepada orang tua, anggota keluarga lain, atau bahkan saat mereka menjadi orang tua di masa depan.

10. Rasa Kebencian dan Amarah yang Tertanam

  • Anak-anak yang sering diperlakukan buruk bisa tumbuh dengan kebencian dan kemarahan yang mendalam terhadap orang tua. Perasaan ini dapat bertahan lama dan memengaruhi cara mereka memandang kehidupan dan orang lain.
  • Kebencian ini bisa membuat mereka sulit merasa bahagia dan puas dalam hidup mereka, bahkan jika mereka telah dewasa dan terlepas dari orang tua.

11. Potensi Menjadi Pelaku atau Korban Kekerasan di Masa Depan

  • Anak yang tumbuh dalam kekerasan cenderung menjadi pelaku kekerasan di masa depan atau, sebaliknya, berisiko lebih besar untuk menjadi korban kekerasan dari pasangan atau lingkungan.
  • Mereka mungkin kesulitan membedakan perilaku sehat dan tidak sehat dalam hubungan, sehingga sulit menciptakan lingkungan yang aman bagi dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

12. Kesulitan Menerima Cinta dan Kasih Sayang

  • Anak yang tidak menerima kasih sayang yang layak dari orang tua akan kesulitan untuk memahami konsep cinta yang sehat. Mereka mungkin tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka tidak layak dicintai.
  • Hal ini dapat membuat mereka enggan untuk menerima kasih sayang dari orang lain, atau justru mencari cinta di tempat yang salah.

13. Rasa Dendam dan Keinginan untuk Membalas

  • Dalam beberapa kasus, anak yang disakiti mungkin menyimpan dendam yang mendalam dan memiliki keinginan untuk membalas perlakuan buruk tersebut. Ini dapat memicu perilaku yang merusak di masa depan.

Dampak yang terjadi ini memicu adanya sikap durhaka yang dilakukan oleh anak kepada orangtua saat dewasa. Dampak-dampak ini menunjukkan betapa pentingnya peran orang tua dalam memperbaiki diri untuk memberikan pola asuh yang baik. Mendidik dan membesarkan anak dengan kasih sayang, rasa hormat, dan komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun generasi yang sehat secara fisik, mental, dan emosional. 

Jika seorang orang tua merasa dirinya bersikap durhaka terhadap anak-anaknya atau telah melakukan kesalahan yang membuat anak terluka secara emosional, fisik, atau mental, harus bagaimana? Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk memperbaiki hubungan dan mengatasi perilaku tersebut. Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Mengakui Kesalahan dengan Tulus

  • Langkah pertama adalah menyadari dan mengakui kesalahan yang telah dilakukan terhadap anak. Ini menunjukkan kejujuran dan kesediaan untuk berubah.
  • Jangan ragu untuk meminta maaf dengan tulus kepada anak. Mengakui kesalahan di depan anak bukanlah tanda kelemahan, tetapi merupakan tanda kekuatan emosional dan rasa tanggung jawab.

2. Membangun Komunikasi yang Baik

  • Ciptakan ruang untuk komunikasi yang terbuka dengan anak. Biarkan anak mengungkapkan perasaannya tanpa dihakimi atau disalahkan.
  • Dengarkan dengan empati dan jangan memotong pembicaraan anak. Tunjukkan bahwa Anda peduli terhadap apa yang dirasakannya.

3. Mengubah Sikap dan Perilaku

  • Evaluasi perilaku sehari-hari yang mungkin tidak menghargai, merendahkan, atau melukai anak. Berusahalah untuk mengubah kebiasaan negatif tersebut.
  • Mulai dari hal-hal kecil, seperti bersikap lebih sabar, menghindari kekerasan verbal, dan memberikan perhatian yang lebih kepada anak.

4. Memberikan Kasih Sayang Tanpa Syarat

  • Perlihatkan kasih sayang tanpa syarat dan jangan hanya memberikan kasih sayang jika anak memenuhi harapan atau keinginan Anda.
  • Tunjukkan bahwa cinta dan perhatian Anda tidak bergantung pada hasil akademis, perilaku, atau prestasi anak, tetapi karena mereka adalah anak Anda.

5. Membimbing dan Memberi Teladan yang Baik

  • Jadilah contoh yang baik bagi anak. Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat dari orang tua.
  • Hindari kebiasaan buruk seperti berbohong, marah tanpa alasan, atau berkata kasar.

6. Menghindari Kekerasan Fisik dan Verbal

  • Jangan pernah menggunakan kekerasan fisik atau kata-kata kasar dalam mendidik anak. Ini bisa menciptakan trauma dan menghancurkan rasa percaya diri mereka.
  • Cari cara lain untuk mengendalikan emosi, seperti menarik napas dalam-dalam atau menunda interaksi saat Anda sedang marah.

7. Bertanya kepada Anak Tentang Kebutuhannya

  • Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Tanyakan pada anak tentang harapan atau kebutuhan mereka yang mungkin belum Anda pahami.
  • Jangan memaksakan keinginan Anda kepada anak. Biarkan mereka mengekspresikan diri dan menghormati kepribadian serta pilihan mereka.

8. Belajar dari Ahli Parenting atau Psikolog

  • Jika sulit untuk mengubah perilaku sendiri, Anda bisa mencari bantuan dari ahli parenting, psikolog keluarga, atau konselor. Mereka dapat membantu memberikan wawasan lebih lanjut tentang cara berkomunikasi dan mendidik anak dengan benar.
  • Mengikuti kelas atau membaca buku-buku tentang pengasuhan anak juga bisa membantu memperbaiki pemahaman dan pola asuh.

9. Menjaga Kesehatan Mental dan Emosional Sendiri

  • Orang tua yang stres, kelelahan, atau memiliki masalah emosional seringkali tanpa sadar melampiaskan perasaan negatifnya kepada anak. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kesehatan mental dan emosional sendiri.
  • Luangkan waktu untuk merawat diri sendiri (self-care) agar bisa menjadi orang tua yang lebih baik.

10. Memberikan Waktu dan Perhatian Lebih

  • Luangkan waktu bersama anak, lakukan kegiatan yang menyenangkan, dan ciptakan momen berkualitas. Hal ini dapat memperkuat hubungan emosional.
  • Perhatikan perkembangan anak, dan terlibatlah dalam kehidupan sehari-hari mereka.

11. Memperbaiki Hubungan dengan Doa dan Pengampunan

  • Bagi yang beragama, mendoakan anak dan memohon ampun kepada Tuhan juga bisa menjadi cara untuk menenangkan hati dan meredakan rasa bersalah.
  • Berdoalah agar hubungan orang tua dan anak bisa menjadi lebih baik dan penuh keberkahan.

Memperbaiki hubungan dengan anak memang membutuhkan waktu, kesabaran, dan ketulusan. Namun, jika dilakukan dengan konsisten, hubungan yang rusak bisa diperbaiki, dan kepercayaan yang hilang bisa kembali terbangun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun