Malam sudah gulita. Temaram cahaya bulan separo menemani pencarian kami. Banjir seakan enggan meninggalkan daerah ini. Yang terlihat hanyalah air, atap-atap rumah dan pohon-pohon yang mampu menahan derasnya arus yang ada dibawahnya. Selainnya, tentu saja tersapu oleh derasnya luapan air dari tanggul yang jebol.
Sudah beberapa kali kami hilir mudik ke tempat ini untuk mengevakuasi para korban. Banyak diantara warga dua desa yang terperangkap dirumah-rumah mereka karena begitu deras dan besarnya banjir yang menimpa daerahnya. Mereka berada di lantai dua atau bahkan diatap rumah mereka saat banjir terus menerjang. Dingin dan basah membuat tubuh mereka meradang.
Aku dan reguku berpacu dengan waktu. Menyelamatkan apa yang kami mampu selamatkan: nyawa. Nyawa mereka begitu berharga bagi kami. Menyelamatkan mereka berarti memberikan sebuah kesempatan untuk hidup. Agar mereka meneruskan perjuangan menjalankan kebaikannya. Atau agar tersadar dan kembali ke jalan Allah.
“Tooolooong!” sayup-sayup terdengar suara dari kejauhan. Aku dan beberapa rekan tim yang membawa sentolop sigap mengarahkan cahayanya ke berbagai penjuru. Mata kami awas mencari tanda-tanda lanjutan dari suara tadi. Ku instruksikan dua perahu lainnya untuk berpencar memperluas pencarian. Suara kami sahut menyahut meminta respon lanjutan.
“PAAAK?! BUUUU! …” teriakku lantang. Kali ini cahaya sentolopku menyisir atap-atap rumah yang kulewati. Rekan-rekan SAR satu perahuku juga mencoba memanggil-manggil para korban. Semua mata awas memandang bangunan-bangunan yang masih tersisa. Atap...genteng…tangan yang melambai…tiang listrik…
“Pak Bondan, disitu pak! Sorot lagi pak,” Aku terhenyak. Teriakan salah satu anggotaku membuat tanganku segera mengarahkan sentolop ke sebuah bangunan rumah. Atap dan bangunan lantai 2 nya masih tersisa separo. Ada tangan melambai-lambai terlihat dijendela rumah tersebut.
Perahuku semakin mendekat jendela itu. Lambaian tangannya semakin terlihat. Begitu juga suara minta tolong. Sang empunya rumah rupanya masih didalam dan terperangkap banjir. Aku memerintahkan 2 orang rekan SAR untuk membuka jendela yang separohnya sudah tertutup banjir. Keduanya menyelam dan berusaha membuka paksa jendela itu.
“Pak, pria, usia 60 an, keadaan pingsan, kedinginan, butuh paramedis!” salah satu rekanku menyembul dari air. Aku segera mengambil walkie talkie yang terpasang dipinggangku. Sejurus kemudian aku mengontak 2 perahu lainnya dengan menyebutkan koordinat letak perahuku. Penyelamatan harus segera dilakukan.
---
03.21
Semua rekan satu reguku sudah beristirahat. Hanya aku yang tidak bisa tidur malam ini. Walaupun seluruh badanku terasa pegal. Rasanya sayang melewatkan malam ini. Keberkahan-Nya semoga terpancar di bumi ini untuk seluruh makhluk. Malam dimana petunjuk-Nya menggema menyadarkan manusia untuk tetap bertahan pada jalan kebenaran-Nya. Jalan yang diridhoi.