Mohon tunggu...
Cak Akbar
Cak Akbar Mohon Tunggu... Konsultan - menebar manfaat di era digital

قال ابن المبارك : لا يزال المرء عالما ما طلب العلم فإذا ظن أنه قد علم فقد جهل Berkatalah Ibnu Al-Mubaroq Seseorang akan selalu dikatakan berilmu tatkala dia selalu mencari ilmu, (maka) ketika dia telah menyatakan bahwa dirinya berilmu saat itulah dia (sebenarnya) bodoh

Selanjutnya

Tutup

Money

Saat Rupiahku Naik, Saat Rupiahku Turun

7 November 2024   16:15 Diperbarui: 7 November 2024   16:38 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumentasi pribadi

Pengantar

Pasca berakhirnya era sistem bretton woods di akhir dekade 70-an praktis negara yang ada di dunia ini tidak menggunakan emas sebagai patokan/anchor mata uangnya. Sebagai gantinya, negara-negara yang ada di dunia ini harus mengakui hegemoni dollar sebagai mata uang yang paling stabil dan kemudian menjadi acuan negara-negara lain yang ada di dunia. 

Dampak tersebut menjadikan setiap negara yang ada harus berupaya bagaimana mata uangnya stabil dengan berpacu pada nilai dollar yang berlaku, sehingga sistem rezim nilai tukar diciptakan untuk mengakomodir kepentingan tersebut.

Terlebih saat dunia menerima konsep uang ala madzhab Neo-Klasik atau Keynesian dimana sifat uang tidak lagi hanya sekedar untuk alat tukar dan penyimpan nilai (money neutral) melainkan untuk berspekulasi. Hal inilah yang menjadikan uang kerap tercipta dari angin dengan kebijakan reserve system atau lebih dikenal kebijakan Giro Wajib Minimum. 

Pada pengantar tulisan ini yang sarat akan konspiratif, nyatanya bukan poin itu yang akan kami giring. Melainkan sebuah sudut pandang alternatif dari dijadikan dollar sebagai mata uang dunia (dolarisasi) dan apa dampaknya bagi perekonomian, khususnya ekonomi Indonesia.

Jika kita melihat berita, pada hari ini nilai tukar dollar terhadap rupiah adalah

Sumber: Google
Sumber: Google

Dengan kata lain nilai Dollar menguat dan nilai rupiah melemah. Atau dengan kata lain, untuk membeli satu dollar dibutuhkan lebih banyak rupiah.

Apresiasi & Depresiasi

Dalam   isitlah   nilai   tukar   mata   uang   hal   itu tersebut apresiasi dan depresiasi. Sederhananya dalam kasus tadi, dollar mengalami apresasi/kenaikan nilai tukar terhadap rupiah, sebaliknya rupiah mengalami depresiasi/penurunan nilai tukar terhadap dollar. Jika dalam kasus rupiah, apresiasi adalah kondisi saat nilai rupiah menguat pada mata uang tertentu (biasanya dollar). 

Sedangkan depresiasi kondisi saat nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang tertentu (biasanya dollar). Hal tersebut terjadi berdasarkan mekanisme pasar (supply and demand) ketika mata uang rupiah banyak dibutuhkan negara-negara lain, maka akan banyak mata uang yang 

ditukarkan ke rupiah sehingga mata uang rupiah menjadi kuat (terapresiasi). Sebaliknya ketika mata uang asing lebih dibutuhkan maka masyarakat berlomba-lomba melepas rupiahnya menjadi mata uang asing sehingga penawaran atas rupiah berlebih sehingga mata uang rupiah melemah (terdepresiasi).

Contoh mudah menggambarkan ini ialah, saat terjadi krisis moneter nilai tukar tahun 1998. Kala itu nilai tukar 1 dollar setara dengan Rp.1.700 rupiah. Namun di saat puncak-puncak kelam krisis pada Juni 1998, 1 dollar setara dengan Rp.Rp. 16.650. tentu hal tersebut terjadi, ketika mata uang di Asia Tenggara mulai kehilangan nilainya yang di awali dari Baht Thailand, yang akhirnya menjadi efek domino sampai ke tanah air. 

Akibatnya, terjadi panic buying terhadap dollar AS yang kala itu di anggap stabil. Sehingga masyarakat berbondong-bondong menukarkan rupiahnya ke dollar.

 Alhasil, berdasarkan prinsip permintaan dan penawaran, permintaan atas dollar yang tinggi menjadikan nilainya semakin tinggi. Selain itu banyak hutang-hutang Perusahaan Multi Nasional (PMN) yang menggunakan kurs dollar auto gulung tikaar dikarenakan merosotnya nilai rupiah. Akhirnya, seperti yang kita tahu kisah krisis moneter 1998 menjadi sebuah catatan sejarah yang tak terlupakan.

Mengapa tidak dibuat 1 dollar = 1 rupiah? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu diketahui sejatinya melemahnya nilai tukar rupiah tidak selamanya berdampak buruk dan menguatnya nilai tukar rupiah tidak selamanya baik. Sebagai contoh, ketika nilai rupiah melemah terhadap dollar, secara tidak langsung Indonesia mendapatkan beberapa insentif tidak langsung akibat hal tersebut seperti,

  • Komoditas Indonesia menjadi murah secara mata uang global, sehingga secara tidak langsung menggenjot nilai ekspor sehingga cadangan devisa negara meningkat.
  • Traveling ke Indonesia menjadi lebih murah bagi turi mancanegara, khsusnya Amerika dan Erop, karena mereka bisa liburan ke Indonesia dengan kurs yang lebih murah yang secara tidak langsung meningkatkan devisa negara.
  • Investasi di Indonesia menjadi lebih murah, dikarenakan nominal investasi yang sama bernilai lebih besar bila diinvestasikan di Indonesia.
  • Keluarga Tenaga kerja Indonesia (TKI) akan lebih sejahtera, dikarenakan nilai kursnya lebih besar.

Trinitas Mustahil Rezim Nilai Tukar

Mungkin, apakah sempat terbesit dalam benak kita "mengapa mata uang di dunia tidak satu saja?" pandangan ini tentu sangat utopis, mengingat setiap negara memiliki kepentingan untuk menjaga kestabilan, serta kedaulatan negaranya. 

Terlebih negara-negara besar ingin tetap terus menjaga hegemoninya di antaranya dengan memiliki mata uang yang unggul dibandingkan mata uang negara lain. Lihat saja Rusia saat menginvasi ke Ukraina dan memutus komoditas vital yang dibutuhkan negara Eropa seperti gas dan minyak. Dalam transaksinya, Rusia mau mata uang pembayarannya berupa Rubel (mata uang Rusia) sehingga praktis mata uang Rusia menguat.

Namun, upaya menjadikan mata uang tunggal dunia (common currency) dalam praktiknya memicu banyak polemik. Contoh saja mata uang Euro, dimana negara-negara Eropa menggunakan mata uang yang sama. Di sisi lain kebijakan ini mempermudah transaksi antar negara di benua Eropa, namun di sisi lain negara yang lebih unggul akan merasa dirugikan jika harus "menggendong" negara-negara Eropa lain yang lemah. 

Contoh saja Britania Raya/Inggris yang melakukan Brexit (Britain Exit) karena dalam kesepakatan Uni Eropa Inggris banyak dirugikan seperti Inggris yang semula memiliki mata uang Poundsterriling yang nilainya lebih tinggi dari Euro harus disamakan senilai dengan Euro. Namun, negara-negara Eropa yang termasuk kategori miskin, seperti Cech, Ukraina, dan sejenisnya cukup terbantu dengan kebijakan tersebut.

Upaya lainnya juga sudah ditempuh IMF (International Monetary Fund) dengan menerbitkan SDR (Special Drawing Rights) dimana sebagai cadangan mata uang yang nilainya sama, namun permsalahannya nilai tersebut masih menjangkar dari dollar.

Praktis, upaya yang ditempuh oleh setiap negara adalah 

l Sebisa mungkin menjaga stabilitas nilai tukar

l Meningkatkan perekonomian nasional

Namun, ke dua hal tersebut tidak dapat dilakukan secara simultan. Adakalanya salah satunya yang lebih diprioritaskan. Kondisi seperti itulah oleh yang oleh Ekonom moneter tersohor, Mundel Flemming, disebut Trinitas Mustahil/trinity impossible atau trilemma kebijakan dimana suatu negara tidak dapat secara bersamaan mempertahankan nilai tukar tetap, pergreakan modal bebas, dan kebijakan moneter independen. Penggambaran atas model tersebut seperti ini,

Sumber: Wikipedia
Sumber: Wikipedia

Gabungan dari tiga kebijakan ini, yaitu nilai tukar tetap, arus modal terbuka, dan kebijakan moneter independen, dikenal sebagai penyebab krisis keuangan. Krisis peso Meksiko (1994--95), Krisi Keuangan Asia (1997--98), dan jatuhnya keuangan Argentina (2001--02) sering dijadikan contoh kasus trinitas mustahil.

Krisis Asia Timur (1997--98) diketahui terjadi akibat penggabungan tiga kebijakan yang melanggar konsep trinitas mustahil. Negara-negara Asia Timur saat itu menjangkarkan mata uangnya ke dolar Amerika Serikat secara de facto (nilai tukar tetap), mengizinkan pergerakan modal yang bebas (arus modal terbuka), dan membuat kebijakan moneter yang independen secara bersamaan. 

Karena ada penjangkaran dolar secara de facto, investor asing dapat menanamkan modal di negara-negara Asia tanpa perlu mengkhawatirkan fluktuasi nilai tukar, hal tersebut dikarenakan pemerintah menjamin stabilnya nilai tukar dengan menjual devisa dollar nya ke pasar. 

Kedua, keterbukaan arus modal membuat investasi asing masuk tanpa hambatan. Ketiga, tingkat bunga jangka pendek di negara-negara Asia jauh lebih tinggi daripada tingkat bunga jangka pendek Amerika Serikat tahun 1990-1999. 

Berkat faktor-faktor tersebut, banyak investor asing yang menanamkan uangnya di Asia dan mendulang laba besar. Ketika keseimbangan perdagangan negara-negara Asia sedang baik, investasi akan terus berputar di negara tersebut. Ketika keseimbangan perdagangannya bergeser, investor langsung menarik uangnya sehingga memicu krisis Asia.

Untuk memahami alur konsep model tersebut seperti ini, kami jabarkan maksud skema tersebut

  • Fixed Exchange Rate, Ketika pemerintah menerapkan kebijakan tersebut konsekuensinya adalah pemerintah harus memiliki cadangan devisa yang besar untuk menjaga stabilitas rupiah terhadap dollar misalnya. Jika pemerintah  ingin  1  dollar  =  seribu  rupiah,  ada trade-off yang  harus dikeluarkan pemerintah dengan cara melepas dollar nya ke pasar ketika harga berfluktuasi. Rezim ini biasa disebut, rezim nilai tukar tetap

  • Free Capital Flow, nama lain dari kebijakan ini adalah nilai tukar mengambang bebas, dengan kata lain pemerintah tidak intervensi terhadap besaran nilai tukar yang berlaku di pasar atau pasarlah yang akan melakukan penyesuaian terhadap permintaan dan penawaran.
  •  Kebijakan ini sempat digunakan Indonesia di saat kebijakan Fixed Exchange Rate Indonesia kala itu tidak mampu membendung dengan cadangan devisa, wal hasil ketika keran di buka boom nilai rupaih langsung terjun bebas dari sekitar Rp.1.500 sampai tertinggi Rp. 16.000

  • Soverign Monetary Policy, nama lain dari kebijakan ini adalah nilai tukar mengambang terkendali. Kebijaka inilah yang akhirnya digunakan era Presiden B.J. Habibie dimana pada kebijakan ini berusaha menerapkan kebijakan batas atas dan batas bawah.
  •  Dengan kata lain, ada saat pemerintah akan intervensi dengan melepas dollar di saat nilai tukar melebihi batas tertentu, dan pemerintah justru membeli rupiah saat batas bawah tertentu. nyatanya kebijakan ini efektif mereda sementara gejolak fluktuasi nilai tukar.

Penutup

pada akhirnya, kepentingan menjaga stabilias nilai tukar merupakan amanah undang-undang di setiap negara. Terlebih belajar dari krisis yang kerap terjadi menjadi kita semakin mawas dan mempersiapkan diri sebaik mungkin. 

Terlebih jika isu krisis yang akan menerpa sudah dapat diprediksi, dua krisis besar yang pernag terjadi yakni krisis moneter/krisis keuangan Asia (1997- 1998) dan krisis subprime mortgagee (2008) merupakan krisis yang terjadi secara tidak terprediksi, sedangkan isu krisis yang hendak dihembuskan, merupakan pola krisis yang dapat ditelusuri alurnya. 

Yakni, isu bank sentral di berbagai dunia yang menaikan suku bunga diikuti inflasi yang tinggi dan dikhawatirkan terjadinya fenomena STAGFLASI.

Sekiranya, sesuatu yang buruk tidak selamanya tidak ada sisi baiknya dan sesuatu yang baik tidak selamanya tidak ada celah buruknya. Sekian, semoga ada manfaatnya

"The great art of riding, as i was saying, is to keep your balance properly.

Like this, you know"


Lewis Carrol, Through the Looking Glass

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun