Kejadian siswa yang dipaksa belajar di lantai karena orangtuanya belum membayar SPP menjadi sorotan publik. Dalam konteks pendidikan, tindakan ini tidak hanya melanggar prinsip kemanusiaan tetapi juga mencederai nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Menurut data UNESCO menunjukkan bahwa 32% siswa di seluruh dunia mengalami bullying di sekolah yang berdampak negatif pada kesehatan mental dan prestasi akademik mereka. Tindakan seorang guru seperti ini dapat menjadi pemicu bullying dari teman sebaya yang akan memperparah situasi.
Pendidikan harus menjadi ruang aman dan manusiawi bagi semua siswa terlepas dari latar belakang ekonomi mereka. Sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan bebas dari diskriminasi.Â
Menyuruh siswa belajar di lantai sama saja dengan mempermalukan siswa karena masalah finansial keluarganya adalah keputusan yang tidak etis. Juga melanggar hak anak atas pendidikan yang bermartabat di Indonesia.
Sekolah seharusnya memiliki kebijakan tegas untuk mencegah tindakan seperti ini. Misalnya, alih-alih menghukum siswa maka sekolah dapat bekerja sama dengan orangtua untuk mencari solusi terbaik.Â
Penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang baik antara sekolah dan orangtua dapat meningkatkan kesejahteraan siswa.
PR Pemerintah wujudkan pendidikan yang terjangkau
Ketimpangan kualitas dan akses pendidikan antara sekolah negeri dan swasta masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Sekolah negeri yang seharusnya menjadi pilihan utama karena gratis atau setidaknya biayanya yang lebih terjangkau tapi seringkali tidak mampu memenuhi ekspektasi masyarakat dalam hal kualitas pendidikan.Â
Pemerintah perlu memastikan pemerataan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan memperbaiki infrastruktur sekolah negeri, meningkatkan kompetensi guru, dan menyediakan fasilitas yang memadai. Dengan begitu masyarakat dapat lebih percaya pada sekolah negeri.Â
Hal ini juga selaras dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), yakni memberikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan merata untuk semua.
Selain itu, subsidi pendidikan harus dikelola secara transparan dan tepat sasaran. Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah salah satu langkah baik namun perlu ditingkatkan efisiensinya agar lebih banyak anak dari keluarga kurang mampu dapat menikmati pendidikan tanpa hambatan finansial.Â
Juga, pemerintah harus terus mengawasi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah negeri. Bila sekolah negeri mampu mengelola dengan amanah pasti sekolah negeri mampu bersaing dan menjadi pilihan yang tepat bagi masyarakat.
Dengan kebijakan yang efektif selayaknya pemerintah dapat mengurangi angka putus sekolah yang masih cukup tinggi di beberapa wilayah di Indonesia, baik di desa maupun di kota.
Kesiapan orangtua membiayai pendidikan anak
Memilih sekolah untuk anak adalah keputusan penting yang harus dipertimbangkan secara matang oleh orangtua. Selain aspek akademik dan kemampuan kognitif anak maka kemampuan finansial juga menjadi faktor yang tidak boleh diabaikan.Â
Beban biaya pendidikan masih menjadi salah satu alasan utama orangtua dalam memutuskan anak mereka masuk sekolah swasta atau ke negeri.
Orangtua sebaiknya melakukan perencanaan keuangan sejak dini yang diantaranya dengan menabung untuk persiapan biaya pendidikan anak.Â
Jika menghadapi kendala keuangan orangtua sebaiknya transparan kepada pihak sekolah. Karena komunikasi terbuka antara orangtua dan sekolah dapat mengurangi potensi konflik.
Selain itu, sekolah juga perlu menunjukkan fleksibilitas dalam menghadapi situasi seperti ini dengan memberikan opsi pembayaran bertahap, subsidi, maupun beasiswa.
Perencanaan ini penting agar anak tidak menjadi korban dalam situasi ekonomi yang sulit dewasa ini.
Pentingnya pemulihan trauma diskriminasi
Kasus siswa yang dipermalukan di depan teman-temannya berpotensi meninggalkan luka psikologis yang harus diwaspadai. Trauma seperti ini jika tidak ditangani maka dapat berdampak pada kepercayaan diri, motivasi belajar, dan hubungan sosial siswa.Â
Dari jurnal Unnes melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa korban bullying memiliki risiko lebih besar mengalami gejala depresi dan kecemasan.
Untuk membantu siswa pulih maka pendampingan psikologis menjadi langkah penting. KPAI sebaiknya menyediakan konselor yang terlatih untuk mendampingi siswa yang mengalami tekanan emosional.Â
Pendekatan pendampingan ini tidak hanya membantu siswa mengatasi trauma tetapi juga supaya siswa bisa membangun kembali kepercayaan dirinya.Â
Orangtua juga berperan besar dalam proses pemulihan anak. Dengan memberikan dukungan emosional yang konsisten maka diharapkan anak akan merasa lebih aman dan diterima.Â
Dalam jangka panjang, pendampingan terhadap siswa tersebut akan membantunya untuk kembali percaya pada lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari bullying.
Sekolah bukan sarang bullying
Kejadian ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa pendidikan adalah hak dasar yang harus dinikmati setiap anak tanpa diskriminasi. Upaya kolektif dari sekolah, pemerintah, dan orangtua diperlukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang lebih inklusif dan bebas dari bullying.Â
Dengan langkah nyata dan kerjasama kita dapat memastikan setiap anak mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna.
Indonesia masih menghadapi tantangan serius terkait bullying di lingkungan pendidikan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari Januari sampai Agustus 2023 memaparkan terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak. Dari jumlah tersebut, 861 kasus terjadi di lingkup satuan pendidikan.Â
Ini menjadikan Indonesia berada dalam kondisi darurat bullying. Fenomena ini mencederai prinsip dasar pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman dan nyaman bagi setiap siswa.
Tindakan tidak manusiawi seperti memaksa siswa belajar di lantai karena masalah SPP hanya memperburuk situasi. Sekolah yang semestinya menjadi tempat mendidik karakter justru dapat berubah menjadi tempat yang malah membunuh karakter siswa.Â
Dalam upaya menghentikan bullying maka sekolah perlu mengembangkan kebijakan yang berorientasi pada perlindungan siswa.
Pemerintah memiliki peran penting dalam memastikan regulasi tentang perlindungan anak diterapkan dengan ketat di sekolah. Modul anti-bullying dalam kurikulum perlu audit rutin terhadap praktik pengelolaan konflik di sekolah.
Sebagai masyarakat, kita juga harus mengambil peran aktif dalam menciptakan budaya anti-bullying. Orangtua, guru, dan kita semua harus bekerjasama untuk memastikan nilai-nilai empati dan solidaritas tertanam selamanya.Â
Dengan harapan bersama bahwa setiap anak mendapatkan pengalaman belajar yang tidak hanya bermakna tetapi juga aman dari segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan bullying.
Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak sepatutnya pendidikan yang bebas bullying bukan lagi sekadar impian melainkan sebuah realitas yang dapat dinikmati oleh seluruh anak bangsa.
Semoga ini bermanfaat.
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H