Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Orangtua Bonding Anak dari Buaian hingga Liang Lahat

20 September 2024   13:51 Diperbarui: 21 September 2024   07:39 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bonding anak. (our-team/Freepik via Kompas.com)

Orangtua perlu menyadari bahwa peran mereka tidak sekadar menyediakan kebutuhan fisik anak, tetapi juga menjadi mentor dan teladan dalam hidup anak. Ketika anak merasa aman dan didukung di rumah, mereka akan lebih kuat dalam menghadapi tekanan eskternal.

Antara Memiliki Anak dan Bonding Dimulai dari Perencanaan

Memiliki anak mungkin merupakan hal yang bisa terjadi secara alami, namun membangun ikatan emosional atau bonding dengan anak adalah tantangan yang jauh lebih besar dan mendalam. 

Banyak orangtua berpikir bahwa dengan memenuhi kebutuhan materi, mereka sudah menjalankan peran mereka dengan baik. Padahal, aspek psikologis dan mental anak juga sangat membutuhkan perhatian yang tidak kalah penting. 

Dalam hal ini, tidak semua orangtua mampu mendidik anak dengan optimal, terutama jika jumlah anak cukup banyak dan jarak usia mereka berdekatan. Semakin banyak anak, semakin besar juga tantangan untuk membangun bonding yang sehat dan kuat.

Proses bonding sebenarnya bisa dimulai bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Interaksi orangtua, khususnya ibu, dengan bayi dalam kandungan, seperti berbicara atau menyentuh perut, dapat menumbuhkan ikatan awal. 

Setelah anak lahir, bonding ini harus terus diperkuat melalui perhatian, kasih sayang, dan komunikasi yang konsisten. Orangtua bukan hanya sekadar penyedia kebutuhan fisik, tetapi juga harus menjadi penyokong kebutuhan psikologis. 

Sentuhan kasih, perhatian penuh, dan dukungan emosional adalah fondasi penting dalam membentuk kepribadian anak sejak dini.

Tahap paling kritis dari bonding adalah pada fase pra-sekolah, saat anak mulai belajar memahami dunia di luar lingkup keluarga. Anak yang tumbuh dengan ikatan kuat bersama orangtuanya cenderung lebih percaya diri, mampu mengendalikan emosi, dan berinteraksi dengan baik saat mereka memasuki lingkungan sekolah. 

Mereka tidak hanya siap secara akademis, tetapi juga memiliki kemampuan sosial yang lebih baik. Kepercayaan diri ini adalah modal berharga yang akan membantu anak dalam menjalin hubungan dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang berbeda.

Kualitas hubungan yang dibangun jauh lebih penting daripada kuantitas waktu yang dihabiskan. Orangtua perlu memahami bahwa setiap anak memiliki kebutuhan yang unik, dan tanggung jawab orangtua adalah memastikan bahwa setiap anak merasa didengar, dihargai, dan dicintai. 

Proses bonding ini tidak bisa diabaikan, karena kelak akan mempengaruhi perkembangan mental dan emosional anak sepanjang hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun